Pengalaman Berguru Kepada Prof. Dr. KH. M. Tolchah Hasan - Atorcator
Latest Update
Fetching data...

Kamis, Mei 30, 2019

Pengalaman Berguru Kepada Prof. Dr. KH. M. Tolchah Hasan

Ilustrasi foto (NU online)
Penulis: W Eka Wahyudi

Atorcator.Com - Al-insanu aduwwu maa jahilu, manusia adalah musuh dari kebodohannya sendiri. Di setiap pertemuan kuliah, beliau selalu mengungkit-ngungkit kalam indah itu kepada kami. Seakan-akan tak bosan untuk mengingatkan betapa pentingnya memberangus kebodohan dalam diri.

Dalam berbagai macam kesempatan, Kiai Tolchah Hasan mewanti-wanti agar kita sebagai mahasiswa doktoral melahap buku apapun. Karena menurut Menteri Agama era Gus Dur ini, salah satu indikasi seorang memiliki kualifikasi kedoktoran adalah dengan semakin bervariasinya buku yang mereka kecap.

Dalam sebuah kesempatan, di sebuah ruang takmir Masjid Sabilillah Malang, kami berempat; Prof Tolchah ,saya bersama Pak Heru (Ansor Malang) dan Gus Anas (putra KH Bashori Alwi) berbincang-bincang tentang NU dan bangsa. Beliau mengatakan kepada kami saat itu, bahwa problem terbesar NU saat ini adalah masalah Pendidikan dan Kesehatan.

Untuk itu, beliau berkomitmen mewakafkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk membuat lembaga pendidikan dan kesehatan yang berkualitas. UNISMA, RSI UNISMA dan Lembaga Pendidikan Sabilillah yang prestisius di Malang, merupakan kristalisasi dari gagasan keulamaan beliau yang diterjemahkan menjadi kerja keummatan.

“orang-orang NU kalau membuat yayasan, harus berkualitas. Jangan asal punya, kalau asal punya jelek nanti jadinya” tuturnya kala itu.

Beliau juga menceritakan di usianya yang senja, tengah menyelesaikan sebuah buku. Buku tersebut disusun berdasarkan pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari santri-santrinya saat mengampu pengajian ihya’ di dalemnya. “Kebiasaan setiap ba’da subuh ini saya lakukan karena meniru Imam Ghazali yang beberapa kitabnya ditulis berdasarkan pertanyaan dari pada santrinya”, terangnya dengan nada suara lirih.

Cita-citanya untuk meningkatkan kualitas SDM NU adalah dengan dibukanya program doktoral dan kedokteran di UNISMA. Beliau berujar pada kami bertiga kala itu. Bahwa UNISMA dan lembaga pendidikan Sabilillah memang diperuntukkan untuk kanalisasi generasi-generasi NU yang orang tuanya telah memiliki perekonomian yang mapan. Karena tren saat ini, orang-orang NU banyak yang keadaan ekonominya membaik. Untuk itu, diperlukan lembaga pendidikan yang baik untuk menampung aset-aset ideologi NU.

Tentang pemikiran keislaman, beliau selalu berpesan bahwa untuk memahami islam perlu didekati dengan tiga pendekatan sekaligus; pendekatan doktrinal (doctrinal approach), sejarah (historical approach) dan sosial-kultural (sosio-cultural approach). Dengan cara seperti ini, dalam pandangan beliau, Islam akan dipahami dengan perangkat ilmu yang mampu mengkontekstualisasikan kondisi, sehingga rahmatan lil alamin akan mudah terwujud. Karena, akar radikalisme bersumber dari cara beragama yang tak didasari basis keilmuan yang mapan.

“orang radikal biasanya semangat beragamanya tinggi, tapi miskin ilmu”; “Karena beragama dan berislam tidak bisa dibuat gagah-gagahan” pesan Prof. Tolchah.

Untuk menutup sekilas pengalaman bersama beliau, akan saya kutipkan satu pesan moral yang beliau sampaikan kepada kami.

Sejelek-jeleknya manusia adalah mereka yang kalau makan sendiri, dan ketika masuk rumah anak dan istri takut/ tidak bergembira.

Kita khususkan hadiah fatihah kepada beliau. Lahul Faatihah....


  • W Eka Wahyudi Ketua Lakpesdam NU Lamongan Mahasiswa S3 Unisma Malang Sekjend ASPIRASI (Asosisi Penulis dan Peneliti Islam Nusantara)