Penulis: Prof. Rochmat
Wahab
Atorcator.Com -
Pengendalian diri sangatlah penting bagi setiap orang, karena
dengan pengendalian diri yang baik, hidup seseorang bisa mencapai tujuan
hidupnya dengan sukses. Sebaliknya orang yang lemah pengendalian dirinya bisa
jadi gagal di tengah kehidupannya, bahkan bisa berakhir dengan gagal yang
fatal. Sebagai ummat Islam, tujuan yang sebenarnya tidak hanya meraih bahagia
di dunia saja, melainkan juga bahagia di akhirat dan dijauhkan dari api neraka.
Salah satu cara yang ampuh dalam pengendalian diri yang ditawarkan oleh
Rasulullah saw adalah menunaikan puasa.
Berdasarkan
potensi manusia bisa baik dan bisa buruk. Kedua potensi dalam kehidupan harus
dimanaj dengan baik, sehingga dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan orang
lain. Demikian pula potensi jelek harus dimanaj dengan baik, sehingga tidak
merusak diri sendiri maupun orang lain. Untuk dapat mengarahkan manajemen diri
dengan baik, perlu niat dan komitmen diri yang baik dan bersih, sehingga
menghasilkan kehidupan yang baik. Ingat bahwa dalam kehidupan itu memang ada
faktor internal dan eksternal. Apapun kondisinya, faktor internal lah yang
harus dijadikan andalan dalam menghadapi persoalan kehidupan.
Pengendalian
diri terhadap sesuatu yang positif dampaknya terhadap diri sendiri memang baik,
walaupun tidak selalu bisa optimal. Paling tidak cukup mendapatkan manfaat,
walau relatif sedikit, misalnya melakukan sholat dan puasa yang fardhu saja,
maka diperoleh pahala yang secukupnya, padahal bisa lebih, sehingga bisa
melaksanakan yang sunnah. Lain halnya dengan pengendalian diri terhadap sesuatu
yang negatif, misalnya marah, serakah, maksiyat, dan nafsu seksual. Jika
pengendalian dilakukan dengan baik dan serius, insya Allah, dapat menyelamatkan
manusia itu sendiri, bahkan orang lain. Mari kita telaah satu persatu.
Rasulullah swt bersabda, “Laa taghdzob walakal Jannah” yang artinya: “Janganlah
marah, bagimu adalah syurga” (HR Thabrani). Jika kita bisa kendalikan marah
dengan ikhlas, maka dapat ketenangan dan kebahagiaan akhirat.
Terkait dengan
hidup serakah, juga diingatkan oleh Allah swt, dalam QS Al A’raf: 31, yang
berbunyi “wakuluu wasyrabuu wala tusrifuu innahuu laa yuhibb al-musrifiin”,
yang artinya “Makan dan minumlah kalian, dan janganlah berlebih-lebihan,
sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan”. Di sini
mengingatkan kita, walaupun kita memiliki uang yang banyak, tapi tidak berarti
bahwa kita harus membeli makan yang mewah dan banyak, padahal badan kita punya
kebutuhan terbatas.
Jika dilakukan
dengan berlebihan bisa timbulkan penyakit. Terkait dengan maksiyat, terutama
minum (khamar), berjudi, (berkorban untuk) berhala dan mengundi nasib dengan
panah (lotre/judi), Allah swt juga ingatkan kepada kita dalam QS Al Ma’idah:90,
“Innama al khamru wa almaisiruu wa al anshaabu wa al azlaamu rijsun
min ‘amali asy syaithaani, fajtanibuuhu la’allakum tuflihuun…”, yang
artinya “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar,
berjudi, berkorban untuk (berhala), dan mengundi nasib dengan panah adalah
termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
mendapat keberuntungan”. Di sinilah pengendalian diri sangatt diperlukan
agar hidup kita selamat, tenang, dan aman. Jika pengendalian kita lemah, maka
kita sendiri yang merasakan kerugian.
Terkait dengan
persoalan nafsu seksual yang harus dihadapi dengan baik, Allah swt dalam QS Al
Isra’:32 yang berbunyi “walaa taqrabuu al zina, innahu kaana fahisyatan
wasaa-a sabiilaa”, yang artinya “Dan janganlah kamu mendekati zina,
karena (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk”.
Ayat ini mengingatkan kita, supaya kita tidak melakukan perbuatan zina, karena
itu akan merugikan diri dan orang lain, bahkan merendahkan martabat kita. Untuk
itu kita perlu sekali melakukan pengendalian diri dengan sebaik-baiknya.
Puasa memang
sesuatu yang sangat ampuh hikmahnya untuk pengendalian diri dalam berbagai hal.
Dengan puasa kita tidak boleh mudah marah, agresif, dan memulai konflik,
sebaliknya kita harus sabar dan suka memaafkan dan tunjukkan rasa rendah diri.
Dengan puasa kita bisa mengendalikan keserakahan diri, karena manusia tidak ada
puasnya. Saatnya mengurangi kesenangan dan kesukaan yang berlebihan, dalam
waktu yang sama, kita tumbuhkan rasa empati dan solidaritas sosial, sehingga
muncul dorongan dan perilaku berbagi. Dengan puasa kita bisa mengurangi
dorongan berbuat maksiyat, minum, berjudi, (berkorban untuk) berhala dan
mengundi nasib dengan panah (lotre), karena perbuatan ini cenderung menyebabkan
perilaku kriminal yang tidak hanya merugikan diri sendiri, melainkan juga
mengancam kemanan dan kesemalatan orag lain.
Selanjutnya,
puasa saatnya juga dijadikan resep bagi Rasulullah saw untuk pengendalian
nafsu seksual bagi anak muda yang belum memiliki kemampuan menikah tetapi
memiliki keinginan kuat untuk menikah dan disarankan Rasulullah saw untuk
berpuasa.
Mari kita simak
matan haditsnya, “Ya ma’sara al syabaab, manistahoo’a minkum al baa’ah,
faltazawwad, fainnahu aghaddu li al bashari wa ahsanu li alfarji, fain lam
yastathi’ fa’alaihi bi al shoum, fainnahu wija’”, yang artinya “Wahai
para pemuda, barang siapa di antara kamu mampu menikah, hendaklah menikah,
karena yang demikian itu amat menundukkan pemandangan dan sangat memelihara
kehormatan, tetapi barang siapa tidak mampu, maka hendaklah dia puasa, karena
(puasa) itu menahan nafsu baginya” (HR Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Mari kita
renungkan suatu peristiwa yang sangat penting, bahwa peperangan yang paling
besar bukanlah menghadapi musuh, melainkan menghadapi dan mengatasi hawa nafsu
yang menyesatkan. Puasa diharapkan sekali mampu melatih diri untuk mengatasi
hawa nafsu yang dimurkai oleh Allah swt menjadi nafsu yang diridloi oleh Allah.
Kita sangat menyadari bahwa situasi Indonesia akhir-akhir ini cukup “gawat”,
menjelang pertengahan Ramadan akan ada potensi masalah besar. Kita semua tidak
boleh lengah.
Kita jadikan
Ramadan ini bisa sebagai pengendali diri untuk bekerja secara jujur dan
adil serta bertanggung jawab, baik terhadap publik maupun kepada Allah swt.
Sebaliknya, jika dalam mengelola persoalan bangsa dikendalikan dengan cara-cara
sebaliknya, atau cara-cara kontra produktif, maka dikhawatirkan dapat
menimbulkan hal-hal yang tidak kita inginkan. Karena itu puasa diharapkan mampu
membimbing hati kita semua, untuk mengendalikan perilaku kita, sehingga
persoalan bangsa bisa diselesaikan dengan sebaik-baiknya dan mampu menghadirkan
solusi yang damai, tidak ada tirani. Semua perlu dijaga dan diangkat derajat
dan nama baiknya.
Tidak boleh
menyelesaikan masalah yang bertentangan nilai-nilai yang lebih tinggi yang
sama-sama dihormati oleh semua. Apakah ketentuan perundang-undangan atau
kebenaran universal, atau kebenaran transendental. Bangsa Indonesia, kususnya
ummat Islam seharusnya menggunakan momentum Ramadan ini untuk bisa
mengendalikan kehidupan bangsa dan negara yang bermartabat. Semua saling
menghormati dan tidak saling mendzolimi.
Mari kita
renungkan sabda Rasulullah saw, yang berbunyi “Aljamaa’atu rahmatun
wal-furqatu ‘adzzabun, (HR Ahmad), yang artinya “Bersatu itu rahmat dan
bercerai berai itu siksa” dan dikuatkan dengan matan hadits lainnya, “’Alaikum
bil jamaa’ah, waiyyakum wa al furqah” (HR Ahmad, Al Tirmidzi, dan Ibnu
Majah), yang artinya “Hendaknya kalian berjamaah dan hindarilah perpecahan”.
Semoga puasa kita bisa jadikan pengendali diri dalam semua aspek kehidupan.
Amin