Ramadan Karim |
Penulis: Prof.
Rochmat Wahab
Atorcator.Com -
Ramadan merupakan suatu bulan yang menandai turunnya wahyu
pertama, 5 ayat Al ‘Alaq, untuk Muhammad diangkat sebagai Rasulullah terakhir
yang diawali dengan kata IQRA, sampai diulang tiga kali. Padahal Muhammad saat
itu tidak bisa membaca, bahkan sampai akhir hayatnya.
Ini memberikan
isyarat bahwa perintah ini bukan hanya untuk Muhammad, melainkan juga untuk
ummat manusia sepanjang sejarahnya. Karena itulah kehadiran firman pertama di
bulan ramadaan dijadikan momentum turunnya al Qur-an dengan segala misinya, dan
berbagai amal yang diutamakan dan dianjurkan untuk membuat harumnya dan
indahnya ramadan sebagai bulan yang mencerahkan kehidupan manusia.
Dalam berbagai
kajian tafsir oleh Dr. M. Quraish Shihab (1992) dapat diperoleh berbagai ide
penting tentang makna Iqra, Akram, dan makhluq membaca yang terkandung dalam
firman pertama. Bahwa Iqra mengandung makna menyampaikan, menelaah, membaca,
mendalami, meneliti, mengetahui ciri-cirinya, dan sebagainya. Ketika pertama
kali sampai ketiga kalinya Malaikat Jibril mengucapkan “iqra”, dan dijawab oleh
Muhammad “ma aqra” dan “ma aana biqaarin”. Jawaban ini muncul,
karena memang Muhammad tidak tahu apa yang dibaca dan memang tidak bisa
membaca.
Dalam kaitannya
dengan ketidaktahuannya tentang apa yang dibaca, mengundang untuk memberikan
tafsir, bahwa kita tidak hanya diperintahkan untuk membaca teks, tetapi juga
membaca konteks. Inilah yang mendorong kita terus menerus menuntut ilmu dan
meneliti untuk mendapatkan pemahaman terhadap kehidupan. Kita tidak boleh
berhenti membaca, menelaah, dan meneliti untuk menjalankan tiugas sebagai
Abdullah (hamba allah) dan khalifah filardzi yang bertanggung jawab
mencari solusi terhadap masalah kehidupan.
Kata akram yang
terdapat di QS Al ‘Alaq, ayat 3, yang berbunyi “wa rabbuka al-akram”
yang mengandung arti bahwa Dia dapat menganugerahkan puncak dari segala yang terpuji
bagi segala hamba-Nya yang membaca. Adapun yang dinugerahkan oleh Allah swt
yang membaca demi karena Allah, maka Allah swt akan menganugerahkan kepadanya
ilmu pengetahuan, pemahaman-pemahaman, wawasan-wawasan baru walaupun yang
dibacanya itu-itu juga. Inilah yang membuat kita tidak pernah bosan untuk
membacanya (Al Qur-an), karena nilai yang dipetik dari bacaan sebelumnya dan
sesudahnya dapat memberikan dampak yang berbeda, bahkan lebih baik dalam
berbagai aspek.
Firman pertama
ini memberikan dorongan untuk membangun peradaban melalui makhluk membaca,
lebih dari sekedar masyarakat membaca. Makhluk membaca diharapkan memiliki
makna yang mampu menjaga peradaban manusia, seperti juga makhluk sosial atau
makhluq berpikir.
Secara historis
terbukti bahwa kemajuan ilmu pengetahuan terjadi dengan cepat ketika dunia
tulis menulis dan membaca ditemukan. Hal ini sangat bisa dimaklumi, karena
manusia yang hidup setelah era ini, tinggal melanjutkan saja tidak mulai dari
nol. Yang secara terus menerus melakukan penyempurnaan. Bahkan tidak
sedikit melalui inovasi itu dibuat setelah bacaan-bacaan sebelumnya diketahui
dengan pasti posisinya.
Setelah
memasuki era posmoderen yang diwarnai dengan munculnya kesadaran spiritualisme,
demikian juga para ahli psikologi, terutama Howard Gardner yang telaah berhasil
memperkenalkan Ethical Mind dari 5 Minds for The Future, maka untuk membangun
masyarakat inovasi, sudah seharusnya mempertimbangkan dan mengakomodasi
literasi ilmu pengetahuan, literasi digital, literasi humaniora dan literasi
religiusitas. Apapun perubahan dan kemajuan yang kita hadapi dewasa ini semakin
kompleks, manusia yang diberi bekal Allah swt ilmu laduny, (bersifat abadi,
perennial) sebagai pemberian Allah swt dan ilmu kasby (pengetahuan yang
diperoleh, acquired knowledg) tidak akan bisa didapatkannya tanpa
membaca. Karena itulah membaca merupakan gerbang pertama untuk penguasaan ilmu.
Membaca sebagai
kebiasaan dan kultur mampu mencerahkan kehidupan manusia, yang tidak hanya
mencerahkan pikiran, emosi, sosial, fisik melainkan juga hati. Manusia menjadi
kritis, kreatif, dan inovatif. Manusia semakin mampu melakukan pengendalian
diri dan sabar. Manusia menjadi lebih toleran, kooperatif, dan peduli sosial.
Manusia lebih sehat lahir dan batin. Manusia bisa menjadi lebih taat beragama
dan berakhlaq mulia. Akhirnya bahwa Ramadan yang mendorong ummat islam
melakukan tadarrus Al Qur-an diharapkan sekali memperoleh barakah dan
karunianya, dengan semakin tercerahkan hidupnya. (Rochmat Wahab, Yogyakarta,
09/05/2019)