Penulis: Ninoy N Karundeng
Atorcator.Com - Edan. Bekas Danjen Kopassus Soenarko menyelundupkan senjata.
Dicokok dan meringkuk di Rutan Guntur. Prabowo-Sandi tengah melakukan pertaruhan
berbahaya. Di balik sikap mereka tercium niat jahat. Kejahatan ala mafia dan
preman yang ditunggangi oleh gerakan khilafah, bahkan teroris. Kejahatan ini
terstruktur dan sistematis. Saling memberikan peran. TNI/Polri dan BIN harus
menemukan titik kejahatan terselubung.
Kerusuhan dengan dibalut atas nama demonstrasi terus didorong
oleh kubu Prabowo. Atas nama keadilan, kedaulatan rakyat. Itu hanya kedok dari
kejahatan, niat jahat. Demo tanpa tujuan jelas terus digaungkan sebagai hak
konstitusional. Dahnil Simanjuntak, Prabowo, dan semua pentolan kubu Prabowo
terus membela mereka agar demonstrasi. Tanpa henti. Kapan pun.
Bahkan sudah jelas kalah, mereka membangun kemenangan palsu.
Menyuarakan kecurangan tanpa bukti. Itu khas provokator. Persis sama dengan
peristiwa Pilpres 2014 lalu. Tidak menerima kekalahan. Maunya menang. Fadli Zon
menyuarakan pasang ucapan selamat kepada Prabowo-Sandi sebagai presidan dan
wakil presiden terpilih – bahkan sebelum KPU menetapkan.
Sejak awal, sebelum Pilpres 2019 mereka telah merancang
kerusuhan. Narasi menang Pilpres 2019 Prabowo-Sandi sangat merusak nalar.
Prabowo-Sandi akan menang kalau pemilu tidak curang. Ini pelaksanaan belum
dilakukan sudah tidak percaya.
Amien Rais, sang provokator menyampaikan dengan jelas.
Pilpres 2019 Prabowo harus menang. Jokowi harus dijungkalkan. Sengkuni ini pun
menyatakan tidak akan memercayai Mahkamah Konstitusi (MA). Dia menginginkan
menggerakkan people power. Bentuk lain pemaksaan alias makar.
Narasi tuduhan Pilpres curang terus dibangun – namun Pileg
diterima. Sikap refleksi kejahatan pikiran kubu Prabowo. Untuk melontarkan
tuduhan curang pun tidak ada bukti sama sekali. Penggelembungan suara, DPT,
bahkan kematian anggota KPPS dan Bawaslu serta aparat kepolisian dan TNI dijadikan
bahan fitnah.
Tujuannya untuk menggambarkan kecurangan. Padahal mekanisme
konstitusional telah ada untuk dugaan curang. Namun, semua itu dinafikan.
Bawaslu (dan KPU) dijadikan sebagai sasaran protes, tuduhan curang. Tanpa
bukti.
Publik pun terpecah. Mereka digiring untuk tidak memercai
KPU, Bawaslu, dan Pemerintahan Jokowi. Pendukung Prabowo dibuai oleh harapan
palsu. Prabowo menang. Bagi pendukung Jokowi hal itu juga membuat mereka pasang
kuda-kuda. Kisruh.
Situasi ini dimanfaatkan oleh para teroris. Ratusan teroris
ditangkap di Bekasi, Tasikmalaya, Depok, Jakarta, Serang, Sibolga. Mereka
bersama-sama bergerak. HTI dan khilafah bergerak ke lapangan. PKS
memfasilitasi. Para teroris pun ikut bermain.
Masjid-masjid FPI dan PKS menjadi base camp mereka. Muncullah
bendera hitam dan putih khilafah di depan gedung Bawaslu. Di Petamburan lebih
rusuh. Asrama Brimob Petamburan diserang. 14 mobil dibakar, dua pendepo tewas.
Ratusan orang terluka.
Para pendukung khilafah pemuja Prabowo melempari polisi
dengan banyak batu, diangkut dengan ambulan. Kondisi ini diperparah oleh
kehadiran ACT. ACT menyalurkan sumbangan masyarakat ke sarang teroris di Idlib,
Homs, Aleppo, Deir-Azzur dan kota-kota yang dikuasai teroris di Syria. ACT mendokumentasikan
berita, menyebarkan, tujuannya untuk provokasi.
Namun, kubu Prabowo tidak ada upaya untuk meredam. Tidak ada
himbauan untuk tidak turun ke lapangan. Mereka bersembunyi dengan HAM, hak
konstitusional untuk demo. Maka ketika terjadi keributan, kerusuhan, tewanya
pendemo oleh teroris, dan ratusan cedera, kubu Prabowo-Sandi tetap mendorong
mereka demo. Dengan menuduh KPU dan Bawaslu curang.
Narasi kecurangan terus dibangun. Bahkan ketika ada korban
mimisan pun, para pendemo dan pendukung Prabowo menyebarkan fitnah. Ada masjid
terbakar, padahal mereka membakar markas Brimob Petamburan. 99 perusuh
ditangkap polisi.
Tujuannya adalah menyatukan emosi keagamaan, sentimen agama.
Ini skenario untuk membangun kerusuhan. Persis seperti di Arab Springs. Yang
menghancurkan Syria lewat hoaks dan fitnah media sosial.
Kubu Prabowo tetap mendukung demo tersebut. Artinya, narasi
sejak awal dibangun oleh Prabowo, Fadli Zon, Amien Rais, Tengku Zulkarnaen,
Kivlan Zen, Permadi, Andre Rosade, tentang people power, tetang aksi
konstitusional, adalah upaya untuk membuat kerusuhan. Aparat Polri dan TNI
tidak bisa membiarkannya.
Para teroris pun menyelundupkan senjata M-4, revolver pada 19
Mei 2019. Senjata M-4 bisa digunakan dengan memasang teropong, untuk sniper.
Caranya mereka akan menembak pendemo agar timbul kerusuhan besar. Timbul
ketidakpercayaan terhadap TNI/Polri.
Kekacauan ini dijadikan alasan untuk menurunkan Jokowi – dan
mengangkat Prabowo. Ini seperti yang dilakukan oleh MUI Yogyakarta yang meminta
Jokowi mundur. Kegilaan yang dibangun dari pikiran sinting. Ini akibat paham
khilafah yang telah merasuk ke dalam jiwa mereka. Terlebih dengan narasi yang
dibangun yakni negara tidak aman dan chaos.
Jadi, seluruh rangkaian kerusuhan akibat provokasi harus
ditindak oleh Polri, sebelum menjadi api yang membakar negeri. Jika telah
ditemukan, TNI/Polri tidak perlu takut Prabowo. Kelompok perusuh sejak semalam
di Petamburan, Tanah Abang, Thamrin harus disikat habis, siapa pun di
belakangnya. Termasuk Prabowo, Amien Rais. Para provokator yang memanas-manasi.
- Ninoy N Karundeng Wakil presiden penyair Indonesia, penyair, seniman, dan budayawan