Zakat dan  Implementasi Nilai-nilai Pancasila - Atorcator

Atorcator

Menulis adalah usaha merawat kejernihan berpikir, menjaga kewarasan, dan menyimpan memori sebelum dunia terkatup.

Latest Update
Fetching data...

01 Juni 2019

Zakat dan  Implementasi Nilai-nilai Pancasila

Ilustrasi foto (Republika)
Penulis: Fahmi Saefudin

Atorcator.Com - Tak terasa puasa telah memasuki minggu ke-4 Bulan suci Ramadhan, bulan yang amat sangat mulia, bulan diturunkannya kitab suci Al-qur’an, Bulan yang menjadi saksi kemenangan umat islam ketika peristiwa perang badar dan  juga bulan yang menjadi  momentum deklarasi kemerdekaan Indonesia oleh Ir. Soekarno Dan Moh. Hatta Agustus 1945.

Ini sebagai bukti bahwa Ramadhan tidaklah hanya semata dijalankan dengan berlapar-lapar atau berlelah-lelahan ketika menjalankannya, namun sebaliknya juga untuk membangkitkan semangat keimanan dan ketakwaan dengan mengukir segudang prestasi.

Sebagian orang-orang muslim mungkin akan merasa kehilangan dengan berakhirnya waktu ramadhan, Karena bulan ini memiliki keistimewaan yang dapat  menjalin hubungan antar umat beragama, seperti kisah di suatu daerah di Indonesia bahwa orang-orang non muslim ikut berpartisipasi dalam menyediakan takjil dan makanan-makanan pembuka lainnya untuk umat muslim yang menjalankan Ibadah Puasa.

Dalam Bulan Ramadhan, selain diwajibkan ibadah puasa bagi muslim sebagai implementasi dari rukun islam yang ke-3. Diwajibkan pula menunaikan rukun islam yang ke-4 yaitu ibadah zakat.

Zakat berbeda dengan puasa, menurut mayoritas ulama bahwa menunaikan zakat dibebankan tidak hanya kepada muslim yang telah baligh melainkan kepada bayi yang lahir di bulan Ramadhan sekalipun ia dilahirkan 1-2 hari sebelum memasuki bulan syawal. Dan ia tetap diwajibkan membayar zakat.

Implementasi zakat sejalan dengan semangat Pancasila sebagai ideologi Negara pada Pasal Ke-5 yang mengandung nilai-nilai sosial, yang mana pada pelaksanaannya wajib mengeluarkan zakat makanan pokok sebanyak 2,5 Kg dan didistribusikan  kepada kalangan ekonomi yang tidak mampu (Faqir/Miskin).

Karena krusialnya peran zakat bagi negara maka pemerintah mengawal pelaksanaannya. Begitu pula pada masa sahabat dulu kala, seperti peristiwa ketika Abu Bakar Ash-shiddiq RA. menjabat sebagai khalifah pertama, beliau tidak hanya memerangi para nabi palsu (Musailamah Alkadzab), orang-orang kafir (non muslim), akan tetapi juga memerangi umat muslim yang enggan membayar zakat.

Begitu mulianya agama Islam, karena islam  tidak hanya berbicara tentang Aqidah hubungan manusia dengan Tuhannya,  melainkan juga memperhatikan aspek-aspek kehidupan antar sesama umat dan mengatur urusan-urusan para pemeluknya. Hal ini bersandar pada ayat al-Quran surat al-Hujurat ayat 13. Ayat tersebut memerintahkan untuk saling mengenal danmenolong sesama bukan untuk berpecah-belah karena perbedaan.

Oleh karenanya, kewajiban menunaikan ibadah zakat, selain sebagai rukun islam yang harus dilaksanakan dan  pembersih jiwa yang disyariatkan oleh agama, sisi lain dari itu, bahwa ibadah ini bagian dari mengurangi kecemburuan sosial-ekonomi yang dialami oleh orang-orang faqir miskin.

Maka jika kita melihat firman Allah swt. yang berbunyi;


كَىْ لَا يَكُونَ دُولَةًۢ بَيْنَ ٱلْأَغْنِيَآءِ مِنكُمْ

Supaya harta itu jangan hanya beredar diantara orang-orang kaya saja di antara kamu”.

Maka dapat kita lihat bahwa ayat di atas dan amanat Pancasila tidaklah saling bertolak belakang. Pancasila dengan misinya menegakkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sejatinya adalah perpanjangan dari implementasi ajaran Islam.

Artinya bahwa dalam beberapa aspek, Pancasila sebagai dasar negara mendukung implementasi dari pesan dan semangat ajaran islam dalam bentuknya sebagai konsensus final yang menjadi pedoman dasar berbangsa dan bernegara bagi Indonesia sebagai negara yang memiliki kemajemukan suku bangsa dan budaya. Wallahu’alam.

Selengkapnya di sini
__________________________

  • Fahmi Saefudin Mahasiswa Magister Sastra Arab UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Peneliti El-bukhari Institute