Penulis: Estiana Arifin
Jumat 5 Juli 2019 00:43
Atorcator.Com - Tahun ini UPNVJ (Universitas Pembangunan Nasional (UPN) "Veteran" Jakarta) membuat terobosan baru, Youtube Content Creator bisa masuk perguruan tinggi mereka melalui jalur prestasi, dengan syarat mempunyai subscriber minimal 10 ribu. Gw berharap jalur prestasi seperti ini juga diberlakukan kepada para blogger, Instagram dan Facebook selebriti.
Mengapa pemilik akun sosial media yang ngetop dapat dihitung sebagai prestasi? Tentu saja, karena tidak mudah menjadi terkenal di dunia maya walau followers bisa dibeli kabarnya. Oke, followers bisa dibeli, tapi tidak dengan kualitas konten yang konsisten diapresiasi.
Tentu, yang disebut prestasi bukan sesuatu yang negatif. Akun berisi kekerasan, bullying, hoax, dan hasutan tidak perlu dimasukkan dalam seleksi. Jadi buzzer tidak dihitung orang yang berprestasi, Ce? Ya kagak lah. Itu profesi.
Baca juga: Ayo Membaca dan Menulis
Jadi sistem pendidikan Indonesia yang mementingkan prasyarat akademik sudah saatnya direvolusi. Karena sekarang telah banyak muncul profesi baru di dunia yang lahir dari kreativitas dan keahlian di dunia maya seperti SEO Specialist, Content Writer atau Social Media Specialist.
Jadi jalur prestasi Seleksi Mandiri (SEMA) tidak diberikan pada mereka para hafiz Alquran minimal 5 juz atau ketua OSIS sekurangnya satu periode saja. Para youtuber yang mampu membuat konten bermutu yang meraih pemirsa besar tiap kali, lebih patut diapresiasi karena prestasinya lebih menyentuh manfaat bagi publik yang tak terbatas, bukan sekedar berhenti pada dirinya saja.
Jalur prestasi lainnya juga dapat diberikan pada pekerja seni, penulis, selain olahragawan seperti selama ini. Termasuk manajer saya mestinya, yang di usia sangat muda sudah mampu memanage dan jadi bagian tim penasehat akun saya.
Baca juga: Para Ulama yang Menghasilkan Karya Besar Dibalik Jerusi Besi
Kita tidak adil jika mengukur anak-anak hanya di atas kertas. Tibang kutu buku dan rajin menghapal belumlah sepenuhnya prestasi tertinggi. Jika saya punya universitas, gw lebih mengutamakan anak-anak yang kreatif, yang sanggup mengerjakan pekerjaan serius seperti memanajemeni seseorang atau suatu bidang usaha, sanggup membuat terobosan baru yang positif di dunia nyata atau di dunia maya.
Tapi bukan prestasi di dunia gaib kayak nangkap tuyul, sih. Kalau itu jangankan tuyul, mba Yul yang jual mahal juga bisa hap lalu ditangkap.
Source: Facebook Estiana Arifin
Jumat 5 Juli 2019 00:43
Ilustrasi foto/brigil |
Atorcator.Com - Tahun ini UPNVJ (Universitas Pembangunan Nasional (UPN) "Veteran" Jakarta) membuat terobosan baru, Youtube Content Creator bisa masuk perguruan tinggi mereka melalui jalur prestasi, dengan syarat mempunyai subscriber minimal 10 ribu. Gw berharap jalur prestasi seperti ini juga diberlakukan kepada para blogger, Instagram dan Facebook selebriti.
Mengapa pemilik akun sosial media yang ngetop dapat dihitung sebagai prestasi? Tentu saja, karena tidak mudah menjadi terkenal di dunia maya walau followers bisa dibeli kabarnya. Oke, followers bisa dibeli, tapi tidak dengan kualitas konten yang konsisten diapresiasi.
Tentu, yang disebut prestasi bukan sesuatu yang negatif. Akun berisi kekerasan, bullying, hoax, dan hasutan tidak perlu dimasukkan dalam seleksi. Jadi buzzer tidak dihitung orang yang berprestasi, Ce? Ya kagak lah. Itu profesi.
Baca juga: Ayo Membaca dan Menulis
Jadi sistem pendidikan Indonesia yang mementingkan prasyarat akademik sudah saatnya direvolusi. Karena sekarang telah banyak muncul profesi baru di dunia yang lahir dari kreativitas dan keahlian di dunia maya seperti SEO Specialist, Content Writer atau Social Media Specialist.
Jadi jalur prestasi Seleksi Mandiri (SEMA) tidak diberikan pada mereka para hafiz Alquran minimal 5 juz atau ketua OSIS sekurangnya satu periode saja. Para youtuber yang mampu membuat konten bermutu yang meraih pemirsa besar tiap kali, lebih patut diapresiasi karena prestasinya lebih menyentuh manfaat bagi publik yang tak terbatas, bukan sekedar berhenti pada dirinya saja.
Jalur prestasi lainnya juga dapat diberikan pada pekerja seni, penulis, selain olahragawan seperti selama ini. Termasuk manajer saya mestinya, yang di usia sangat muda sudah mampu memanage dan jadi bagian tim penasehat akun saya.
Baca juga: Para Ulama yang Menghasilkan Karya Besar Dibalik Jerusi Besi
Kita tidak adil jika mengukur anak-anak hanya di atas kertas. Tibang kutu buku dan rajin menghapal belumlah sepenuhnya prestasi tertinggi. Jika saya punya universitas, gw lebih mengutamakan anak-anak yang kreatif, yang sanggup mengerjakan pekerjaan serius seperti memanajemeni seseorang atau suatu bidang usaha, sanggup membuat terobosan baru yang positif di dunia nyata atau di dunia maya.
Tapi bukan prestasi di dunia gaib kayak nangkap tuyul, sih. Kalau itu jangankan tuyul, mba Yul yang jual mahal juga bisa hap lalu ditangkap.
Source: Facebook Estiana Arifin