Quraish Shihab : Jodoh, Ditunggu atau Dijemput? - Atorcator

Atorcator

Menulis adalah usaha merawat kejernihan berpikir, menjaga kewarasan, dan menyimpan memori sebelum dunia terkatup.

Latest Update
Fetching data...

24 Agustus 2019

Quraish Shihab : Jodoh, Ditunggu atau Dijemput?

Penulis: Neneng Maghfiro
Sabtu 24 Agustus 2019

Atorcator.Com - Jodoh selalu menarik untuk dibahas. Ia menjadi hajat penting bagi kehidupan umat manusia. Dalam bahasa Indonesia, jodoh bisa dikatakan sebagai pasangan.
Quraish Shihab menjelaskan bahwa dalam Alquran padanan kata pasangan adalah zauj. Allah berfirman, wa min kulli syai’in khalaqna zaujaini la’allakum tatadzakarun, artinya bahwa segala sesuatu kita ciptakan pasangannya agar kamu sadar bahwa penciptanya Tunggal dan Esa.

Manusia dalam pandangan mayoritas ulama memiliki kemampuan untuk berusaha. tapi hasil usahanya itu pada akhirnya ditentukan tuhan. Maka dalam konteks jodoh, manusia harus berusaha untuk mencari dengan berbagai cara bukan sekedar menunggu.

Salah satu cara yang paling mudah adalah berdoa kepada Tuhan. Siapa tahu, lanjut Guru Besar Ilmu Tafsir itu, Tuhan menetapkan bahwa orang tersebut akan diberi jodoh kalau dia berusaha.

Lalu bagaimana cara mengetahui bahwa dia adalah jodoh kita? Apakah jodoh itu selalu dikaitkan dengan kemudahan menuju proses pernikahan, bagaimaan jika proses menuju pernikahan sulit apakah itu berarti dia bukan jodoh kita?

Menurut cendekiawan Islam yang telah menuliskan Tafsir Al-Misbah itu, kebahagiaan atau tidak bahagia tidak bisa dikaitkan dengan mudah dan susahnya proses menemukan jodoh. Sebab Jodoh yang diusahakan bisa jadi mudah bisa jadi sulit. Ada pula yang tanpa usaha dia tiba-tiba datang.

Sama pula dengan rezeki, sebab jodoh merupakan bagian daripada rezeki yang harus diusahakan setiap manusia. Karena itu, jodoh pun harus diusahakan dan dijemput. “Apa yang dinamakan rezeki adalah apa yang diperoleh dan dapat dimanfaatkan, begitu pula jodoh. Jodoh harus selalu diusahakan,”katanya.

Jadi setiap manusia harus menjemput takdir yang dijodohkan untuknya dalam batas-batas yang dibenarkan agama dan budaya. Wallahu’alam.

Selengkapnya bisa dibaca di sini


  • Neneng Maghfiro Peneliti el-Bukhari Institute dan Tim Redaksi BincangSyariah