Shalat Hari Raya: Hukum, Tatacara dan Kesunnahannya - Atorcator

Atorcator

Menulis adalah usaha merawat kejernihan berpikir, menjaga kewarasan, dan menyimpan memori sebelum dunia terkatup.

Latest Update
Fetching data...

10 Agustus 2019

Shalat Hari Raya: Hukum, Tatacara dan Kesunnahannya

Penulis: Abdul Adzim
Sabtu 10 Agustus 2019
Tribunnews
Atorcator.Com - Sholat dua hari raya (Idul Fitri dan Idul Adlha) hukumnya adalah sunnah muakkad menurut pendapat Syafi'yah karena Rasulullah ﷺ selalu mengerjakannya. 

Disunnahkan baik dikerjakan sendiri atau berjemaah, bagi orang yang mukim ataupun musafir, merdeka atau budak, khuntsa (berjenis kelamin ganda sejak lahir), laki-laki maupun perempuan yang tidak cantik dan tidak dzatul Haiah (berpenampilan menarik). Sedangkan menurut pendapat imam Abu Hanifah hukumnya fardhu ‘ain dan menurut imam Ahmad hukumnya fardhu kifayah. Sholat  disunnahkan baik bagi orang yang mukim ataupun musafir, merdeka atau budak, laki-laki maupun perempuan. (Tausyih ala Ibnu Qasim. Hal: 83)

Dalil disunnakannya sholat hari raya sebelum Ijma' ulama dan hadist Nabi ﷺ adalah firman Allah ﷻ:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

Maka laksanakanlah sholat karena tuhanmu, dan berqurbanlah. (QS: Al-kautsar: 2). Rasulullah sholat Idhul Fitri lebih awal oleh Nabi Saw di tahun ke 2 H kemudian sholat Idhul Adha. (an-Nihayah (hal, 93)

WAKTU SHOLAT HARI RAYA

Waktu Sholat hari raya adalah mulai terbitnya matahari hingga masuknya waktu duhur. Namun dianjurkan mengakhirkan hingga ketinggian matahari seukuran tombak, yaitu 2,50 m atau 7 dzira' menurut pandang mata (sekitar 16 menit dari terbitnya matahari).

CARA MELAKSANAKAN SHOLAT HARI RAYA

Caranya seperti sholat sunah pada umumnya, yaitu 2 raka'at dengan beberapa kesunahan berikut:

1- Lebih utama dikerjakan di masjid karena kemulian masjid kecuali masjidnya tidak muat maka sunah di kerjakan di lapangan, bahkan makruh di kerjakan dimasjid bila masjid tidak muat sekiranya menyebabkan jama'ah berdesak-desakkan. (Hasyiyah al-Bajuriy. Juz: 1, hal, 224. Hasyiyah asy-Syarqawi. Juz: 1, hal: 282)

2. Dikerjakan secara berjama’ah kecuali orang yang sedang haji yang berada di Mina, bagi mereka yang paling utama sholat sendirian karena banyak kesibukan yang kerjakan mereka di sana.
3. Memanggil sholat berjama'ah dengan mengucapkan:

الصَّلَاةَ جَامِعَةً

4. Niat sholat hari raya:

اُصَلِّي سُنَّةً لِعِيْدِ الْفِطْرِ/ لِعِيْدِ الأَضْحَى (إِماَماً/مَأْمُوْماً) لِلّهِ تَعاَلَى

Jika jadi imam ditambah dengan lafadz (إِماَماً), jika jadi ma’mum ditambah (مَأْمُوْماً), jika sholat sendiri dibaca sesuai diatas tanpa tambahan.

5. Takbir diraka’at pertama 7x selain takbiratul ihram dan takbir 5x di raka’at kedua selain takbir berdiri dari sujud.

6. Mengangkat kedua tangan hingga sejajar pundak di setiap takbir, kemudian menaruh di bawah dada dengan tangan kanan menggenggam pergelangan tangan kiri.

7. Memisahkan antara satu takbir dengan takbir yang dengan bacaan:

سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَاَللَّهُ أَكْبَرُ

8. Mengeraskan bacaan takbir, baik bagi imam, makmum maupun orang yang sholat sendiri.

9. Membaca surat setelah al-Fatihah, ta'awud dan basmalah disunnahkan surat Qof atau surat Al-A’la diraka’at pertama dan surat Iqtarabat atau surat Al-Ghosyiyah diraka’at kedua dengan mengeraskan suara.

10. Berkhutbah setelah sholat seperti khutbah jum’ah dalam hal rukun dan sunahnya namun bukan pada syaratnya. Jika dilakukan sebelum shalat, maka tidak sah.

Kesunahan khutbah dalam sholat hari raya adalah bagi jamaah laki-laki walaupun shalatnya secara sendiri-sendiri, dan tidak disunnahkan bagi jamaah perempuan. Disunahkan juga membaca takbir 9x secara berkesinambungan diawal khutbah pertama, dan 7x diawal khutbah kedua.
Materi khutbah disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, seperti tentang zakat fitrah ketika Idhul Fitri, dan menerangkan hukum-hukum qurban ketika Idhul Adha. (Tausyih ala Ibnu Qasim, hal: 85 dan I'anah at-Thalibin, juz: 1, hal: 261-263).

Waalahu A'lamu