Penulis: Nur Romdlon
Kamis 18 Oktober 2019
Atorcator.Com - Hari itu puasa Ramadan memasuki hari ke dua puluh. Seperti biasa Abu Nawas duduk di beranda depan gubuknya sambil menunggu azan Magrib. Sambil menunggu matahari tenggelam, Abu Nawas memikirkan bagaimana caranya agar dapur tetap mengepul.
Sementara Abu Nawas kebingungan, tak jauh dari rumahnya ada
tuan tanah yang mempunyai rumah yang sangat besar. Hampir penduduk sekitar
daerah yang bekerja pada tuan tanah itu hanya mendapatkan hasil yang sedikit.
Bila meminjam bahan makanan pada tuan tanah itu, maka selalu dengan bunga pengembalian
yang sangat tinggi. Sebagaimana layaknya tuan tanah, ia pelit, rakus, dan
tamak.
Suatu hari tuan tanah mendengar berita bahwa Abu Nawas
memiliki kepribadian yang unik. Apabila meminjam sesuatu, Abu Nawas akan
mengembalikannya secara lebih dengan alasan beranak. Misalnya meminjam seekor
ayam, maka akan dikembalikan lebih karena ayam itu beranak. Tuan tanah lalu
mencari cara agar Abu Nawas segera meminjam uang darinya.
Secara kebetulan pada sore itu Abu Nawas ingin meminjam tiga
butir telur. Langsung saja tuan tanah bahagia karena pinjaman itu akan menjadi
banyak nantinya. Bahkan tuan tanah tersebut menawarkan pinjaman-pinjaman
lainnya. Tapi Abu Nawas hanya ingin meminjam itu saja. Dengan cepat tuan tanah
menanyakan kapan bisa beranaknya telur itu? Abu Nawas menjawab, kalau itu
tergantung keadaan.
Lima hari setelah itu, Abu Nawas kembali ke tuan tanah. Ia
mengembalikan pinjaman tiga telur dengan lima butir telur. Tuan tanah senang
bukan kepalang. Ia lalu menawari Abu Nawas untuk meminjam lagi. Abu Nawas pun
memang sudah niat untuk meminjam kembali. Kali ini ia meminjam dua buah piring
tembikar. Tuan tanah memberikannya dengan senang hati dengan harapan akan
dikembalikan jauh lebih banyak.
Lima hari kemudian, Abu Nawas mengembalikan dua buah piring
itu menjadi tiga buah. Walaupun tak seperti harapannya, tapi ia tetap cukup
senang. Saking senangnya, Abu Nawas pun dipinjami uang seribu dinar, jumlah
yang bisa digunakan untuk gaji puluhan pekerjanya dalam satu bulan.
Tuan tanah sudah membayangkan seberapa banyaknya anakan dari
uang yang ia pinjamkan kepada Abu Nawas. Ia sudah tak sabar menunggu waktu itu
tiba. Tapi lima hari ditunggu, ternyata Abu Nawas tak datang. Ditunggu hingga
hampir sebulan juga tak kunjung datang. Ketika tuan tanah merencanakan
mendatangi Abu Nawas bersama para centengnya, tiba-tiba Abu Nawas datang.
Mulanya tuan tanah gembira, tapi setelah Abu Nawas menjelaskan persoalannya, ia
marah bukan main.
"Sayang sekali tuan, uang yang tuan pinjamkan bukannya
beranak, malah tiga hari kemudian mati mendadak!" Mendengar hal itu, tuan
tanah marah hingga hampir menghajar Abu Nawas. Untung saja hal itu tak jadi
dilakukan.
Tuan tanah lalu mengadukan permasalahan itu ke pengadilan
dan berharap Abu Nawas akan dihukum rajam. Di depan hakim, Abu Nawas melakukan
pembelaan dengan membeberkan semua duduk persoalannya. Demikian juga dengan si
tuan tanah. Abu Nawas memberikan alasan jika sesuatu bisa beranak pasti juga
bisa mati.
Alasan itu ternyata dianggap masuk akal oleh hakim hingga
Abu Nawas dianggap tak bersalah. Ia dianggap tidak menipu, tapi penuh akal,
sedangkan tuan tanah memberikan pinjaman berdasarkan kerelaannya sendiri, bukan
atas paksaan, ataupun tipuan. Seketika itu tuan tanah yang tamak itu pingsan
selama beberapa jam sulit dibangunkan. Ia telah tertipu karena wataknya sendiri
yang kikir, tamak dan pelit.[Brilio]