Penulis : A Muchlishon Rochmat
Ahad 13 Oktober 2019
NU online |
Atorcator.Com - Semua umat
Islam pasti memiliki keinginan untuk berkunjung ke rumah Allah (baitullah)
Ka’bah di Makkah untuk menunaikan rukun Islam kelima, haji. Berkunjung ke
kuburan Rasullah di Madinah. Dan napak tilas situs-situs bersejarah Islam
lainnya. Semua umat Islam memiliki berharap bisa datang ke sana. Tidak
terkecuali Sunan Kalijaga atau Raden Said. Sunan Kalijaga merupakan salah
seorang anggota Wali Songo. Sekumpulan alim-ulama yang berhasil mengislamkan
masyarakat Nusantara, utamanya Jawa.
Dikisahkan,
suatu ketika Sunan Kalijaga berada di Malaka. Ia memiliki kehendak untuk
menjalankan ibadah haji. Namun siapa sangka, seorang ulama senior pada saat
itu, Maulana Maghribi, meminta Sunan Kalijaga untuk kembali Jawa. Tidak
memperkenankannya untuk melanjutkan perjalanannya ke Makkah.
Larangan
Maulana Maghribi terhadap Sunan Kalijaga tersebut bukan tanpa dasar. Maulana
Maghribi beralasan, jika Sunan Kalijaga tetap pergi haji maka masyarakat Jawa
akan keluar Islam atau kembali kafir karena pada saat itu kerajaan Demak masih
dalam transisi. Runtuhnya kerajaan Majapahit menyebabkan kekacauan dan
kerusuhan dimana-mana.
Lebih dari
itu, Maulana Maghribi juga berkata kepada Sunan Kalijaga kalau Makkah (rumah
Allah) yang asli itu ada di dalam diri sendiri. Sementara, baitullah (Ka’bah)
yang ada di Makkah itu hanyalah ‘batu peninggalan Nabi Ibrahim.’ Dengan
demikian, ibadah haji buka hanya sekedar perjalanan fisik ke Makkah. Akan
tetapi, ibadah haji adalah ibadah metafisik-spiritual. Seseorang akan
sampai di ‘Makkah sejati’ manakala mereka sanggup menjalani kematian dalam
kehidupan (mati sajroning urip) dan bisa membebaskan diri dari belenggu hawa
nafsu. Demikian kisah dalam Suluk Wijil yang diceritakan buku Sunan Kalijaga:
Mistik dan Makrifat.
Versi lain
dikisahkan bahwa yang melarang Sunan Kalijaga berhaji adalah Nabi Khidir as.
Ketika Sunan Kalijaga berada di tengah laut dalam sebuah perjalanan menuju ke
Makkah, tiba-tiba Nabi Khidir as. menghentikannya. Segera saja Nabi Khidir as. memberikan
nasihat kepada Sunan Kalijaga agar tidak usah melanjutkan perjalanannya ke
Makkah jika tidak mengetahui apa yang akan dilaksanakannya selama tinggal di
sana.
Cerita ini
terekam dalam Suluk Linglung. Kisah Sunan Kalijaga di atas memberikan
banyak pengajaran bagi kita. Salah satunya adalah lebih memprioritaskan
problematika umat. Sunan Kalijaga dilarang berhaji karena pada saat itu iman
masyarakat Jawa –yang menjadi medan dakwah Sunan Kalijaga- masih rapuh.
Sementara kalau kita tarik hari ini, persoalan umat tidak pada ranah iman lagi
lagi tapi kemiskinan, kebodohan, pengangguran, dan lainnya. Adalah sesuatu yang
tidak benar jika ada seseorang yang sering menunaikan ibadah haji –dan umrah-
di Makkah sementara umatnya, tetangganya, dan saudaranya masih dalam keadaan
yang memprihatinkan.
Bukankah ada
banyak cerita yang mengisahkan bahwa seseorang mendapat status haji mabrur
meski tidak menjalankan ibadah haji di Makkah. Ada hadist nabi yang juga
menceritakan hal itu. Dikisahkan bahwa usai menunaikan haji para sahabat
mendatangai Nabi Muhammad saw. Mereka bertanya perihal siapa yang hajinya
mabrur. Nabi Muhammad saw. menjawab bahwa yang hajinya mabrur adalah si
fulan.
Mendengar
nama sahabat yang disebut Nabi Muhammad saw. tersebut, para sahabat jadi
terheran-heran. Mengapa? Karena si fulan yang disebut nabi tersebut tidak jadi
menunaikan ibadah haji. Malah, si fulan menggunakan uang yang disiapkan untuk
bekal haji itu untuk menolong tetangganya yang sedang sakit. (A Muchlishon
Rochmat)
Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/94179/cerita-sunan-kalijaga-dilarang-pergi-haji-ke-makkah
Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/94179/cerita-sunan-kalijaga-dilarang-pergi-haji-ke-makkah