Menata Kembali Kemendikbud - Atorcator
Latest Update
Fetching data...

Kamis, Oktober 24, 2019

Menata Kembali Kemendikbud

Penulis : Rochmat Wahab
Kamis 24 Oktober 2019


Atorcator.Com - Hari Rabu, 23 Oktober 2019 merupakan hari yang penting dan bersejarah bagi Kemdikbud, karena semua sektor yang sempat berpisah sebelumnya, kini kembali dalam satu keluarga utuh, keluarga besar Kemdikbud. Menghadapi realita ini bisa mudah dan sulit. Mudah karena wujudnya pernah terjadi di masa sebelumnya, bida sulit karena pendidikan tinggi sempat berpisah menjadi besar yang saat ini menjadi kecil lagi. Lepas itu mudah atau sulit, yang penting harus optimis dengan melakukan dekonstruksi institusi pendidikan dan kebudayaan.

Semula Kemdikbud, yang di dalamnya ada Dikti (di bawah Mendikbud, Prof M. Nuh) dan Kemristek (di bawah Menristek, Prof Gusti Hatta) menjadi Kemdikbud, yang di dalamnya tidak ada Dikti (di bawah Mendikbud, Anies Baswedan/Prof. Muhadjir Effendi) dan Kemristekdikti (Prof M. Nasir). Kini dalam Kabinet Kerja II posisi Kemdikbud membawahi Semua unit utama pendidikan termasuk Dikti dan kebudayaan seperti Kabinet Indonosia Bersatu II (di bawah Mendikbud, Nadiem Makarim) dan Ristek menjadi Kemristek plus Badan Riset Nasional (di bawah Prof Bambang Brojonegoro). Idealnya ta tidak ada perubahan karena masih di bawah Presiden yang sama, jika ada kekurangan, maka apa yang dimantapkan dan apa yang perlu dibenahi. Apalagi secara terbuka belum pernah ada evaluasi yang intens antara tentang efektivitas dan plus minusnya pemisahan urusan Dikti  Kemdikbud. Tapi siapa tahu sudah dilakukan evaluasi secara tuntas oleh tim yang dibuat oleh pihak tertentu. Inilah dinamika yang ada, semuanya serba mungkin terjadi. Yang penting kita sikapi dengan husnudzdzon dan bergerak menuju solusi yang efektif dan produktif.

Masuknya Dikti kembali ke Kemdikbud menuntut dengan segera penataan struktur, di samping  tidak hanya Kemdikbud (yang lama) juga dikti sendiri. Disamping menunggu kebijakan Kemenpan dan Reformasi Birokrasi yang harus menfollow up-i salah satu fokus kebijakan Presiden, yaitu penyederhanaan birokrasi, apakah yang empat eselon jadi dua eselon atau tiga eselon. Atau yang penting Dikti masuk dulu, sambil jalan dengan gerak cepat restrukturisasi dilakukan.

Langkah restrukturisasi bisa dilakukan dengan pengintegrasian dan dekonstruksi atau penghilangan. Sebagai contoh Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan seharusnya dihilangkan dan diintegrasikan ke Ditjen Dikdasmen dan menjadi salah satu ditektorat. Demikian juga beberapa urusan Dikti yang tersebar di Kemristekdikti dimasukkan dalam satu wadah yang diberi nama Ditjendikti. Penetapan OTK Kementerian boleh memakan waktu yang cukup, namun dalam masa transisi fungsi layananan tetap berjalan secara optimal, sehingga dapat menghindarkan adanya kerugian bagi pihak-pihak tertentu, terutama soal karir jabatan fungsional dan urusan pensiunan.

Dengan menyatunya urusan pendidikan, dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi, dengan harapan kontinyuitas, konsolidasi dan kordinasi antar jenjang, jenis dan jalur bisa dilakukan dengan efektif dan efisien, sehingga dapat terbangun sistem pendidikan yang komprehensif. Bahkan jika mungkin urusan pendidikan yang di bawah Kemenag yang substansinya relatif sama, baik pada tataran pendidikan dasar dan menengah (madrasah itidaiyah, tsanawiyah, dan ‘Aliyah) maupun pada universitas atau institut  yang memiliki bidang keilmuan lebih banyak umumnya, perlu diintegrasikan ke Kemdikbud. Sementara itu yang masih perlu dikelola di bawah Kemenag adalah institusi pendidikan keagamaan dan pesantren.

Di samping itu juga dengan menyatunya lagi dikti dan Kemdikbud, bisa memberikan peluang untuk bisa mendekatkan dikti dengan kebudayaan, sehingga selama ada kesan bahwa dikti tidak memerlukan kebudayaan. Padahal secara implisit dikti tetap menjunjung tinggi budaya lokal (local wisdom) dan budaya nasional. Namun dengan menyatunya lagi dikti dan kebudayaan, bisa membuat riset-riset berbasis budaya ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya, juga menjadikan lulusan yang memiliki nilai-nilai budaya yang adiluhung.

Menurut hemat saya, Mendikbud untuk mewujudkan amanahnya di samping menata struktur, adalah mempercepat proses amandemen UU Sisdiknas yang sudah tidak relevan lagi dengan tuntutan dewasa ini dan mendatang. Sangat darurat, menjadi prioritas utama. Di samping itu perlu disiapkan juga embrio peraturan organiknya, sehingga tidak muncul dadakan pada saat-saat berikutnya. Jika terjadi perlu dilakukan harmonisasi secara menyeluruh, tidak boleh parsial. Dengan begitu akan memudahkan dalam mengimplementasikan.

Memang menerimaku sekali, bahwa ada pernyataan Presiden, bahwa yang punya hanya Presiden, dan Menteri tidak boleh punya visi. Secara strategi mungkin bisa dibenarkan, karena jangan sampai antara menteri dan presiden terjadi beda orientasi. Menteri harus bisa terjemahkan visi Presiden. Dengan begitu keberadaan menteri benar-benar diarahkan untuk mensukseskan visi dan program presiden. Jika semua sektor secara redaksional harus memiliki visi sama dengan presiden, apalagi jumlah sektor yang sangat banyak dengan segala keunikannya, maka sulit diharapkan setiap menteri dapat memenuhi stakehokdernya atau kebutuhan rakyat. Dengan begitu dalam prakteknya, mestinya setiap menteri perlu memiliki visi masing-masing, yang sejalan dengan visi presiden dan tidak bertentangan dengan vis presiden. Demikian pula bisa terjadi, bahwa semua universitas bisa membuat visi yang sejalan dengan Mendikbud dan Presiden. Tidak harus semua universitas yang sudah memiliki visi harus dihapus. Karena hakekatnya setiap institusi perlu memiliki visi sesuai dengan levelnya.

Akhirnya dengan menghadapi realitas yang ada di bawah Mendikbud baru, diharapkan semua stakehokder dapat Kordinasi dan konsolidasi untuk melakukan restrukturisasi Kementrian dengan cepat, sehingga tida kehilangan momentum untuk membangun SDM tang menjadi concern Kabinet Kerja 2. Dengan adanya Taskforce yang solid dan bekerja keras dengan bantuan SIM, Kemdikbud bisa keluar dari “Cengkraman masa lalu” menuju Institusi yang memiliki Perilaku Organisasi yang moderen. Bagaimana menurut teman-teman Fb. (Yogyakarta, 24/10/2019, Kamis, pk 12.20)