internet |
Penulis: Moh Syahri
Pagi tanggal 28 juli 2018, saya
mengikuti pengajian kepengasuhan dengan kitab mursyidul amien yang dibacakan
langsung oleh pengasuh pesantren mahasisiswa Al-Hikam Malang, Drs. KH. Mohammad
Nafi’. Dalam pengajian kali ini beliau tiba-tiba merasa sangat tidak pantas
dengan apa yang beliau bacakan karena saking dahsyatnya isi dari fasal
tersebut. Kebetulan fasal yang dibacakan waktu itu adalah fasal tentang syarat
bathin dalam mengerjakan amalan-amalan hati. Bahkan beliau berpesan untuk
sering-sering mengulang-ulang bacaan ini atau fasal ini karena ini sangat
penting dalam menentukan kualitas ibadah, seperti shalat, haji dan ibadah lain.
Fasal yang dibaca pada saat itu
tentu menjadi perhatian khusus bagi siapapun yang merasa dirinya masih
menghamba kepada Allah Swt. Dalam keterangan kitab tersebut banyak mengacu pada
ritual keagamaan yang berhubungan langsung dengan Allah Swt, seperti shalat.
Eksistensi sholat tidak hanya
dipandang sebagai gerakan semata melainkan sebagai wujud dan representasi dari pergulatan
hati untuk selalu mengingat Allah Swt. Maka seharusnya kita bisa menjaga kekhusyu’an
dalam beribadah, agar orientasi ibadah kita semakin efektif, kontruktif dan produktif.
Imam Ghazali mengatakan bahwa
“kualiatas ibadah seseorang akan nampak jika pada saat sholat menghadirkan hati
untuk mengingat Allah” rasanya hal ini sulit untuk terus kita komitmenkan,
namun tidak ada salahnya untuk terus berlatih memfokuskan hati dalam rangka
untuk mencapai ibadah yang berkualitas. Tidak ada hal yang mustahil di dunia
ini, kemustahilan itu hanya didapat oleh mereka yang tidak berani jatuh bangun
dalam berusaha. Sama halnya kita belajar meniti hati sedikit demi sedikit.
Kemudian Imam Ghazali melanjutkan
perkataanya “untuk mencapai tingkat kesempurnaan dalam menghadirkan hati saat
shalat adalah dengan cara memahami bacaan shalat, mengagungkan, merasa takut,
selalu berharap yang baik-baik, dan rasa malu”. Akan tetapi pada kesempatan
kali ini saya hanya akan menganalisis dari sisi bacaan sholat yang harus
dipahami betul. Buat saya sangat menarik untuk melihat lebih jelas. Sebenarnya
apa yang terkandung dalam bacaan sholat, sehingga saya begitu getol untuk
mengajukan pertanyaan seperti judul di atas.
Dari saking pentingnya akan memahami
bacaan sholat, Drs. KH. Mohammad mewanti-wanti santri untuk bisa memastikan
pemahaman akan bacaan sholatnya, yang kemudian hal itu akan dijadikan syarat
untuk masuk pesantren sebagai santrinya. Melihat ini, saya sangat setuju dan
apresiatif. Setahu saya praktek seperti ini jarang dilakukan oleh banyak pesantren,
ada beberapa pesantren saja di sumenep yang pernah mempraktekkan seperti ini,
semoga tetap berlanjut.
Kebanyakan pesantren masih banyak
yang terjebak dengan identitas saja. Lebih banyak yang bangga dengan hanya bisa
mengantarkan santrinya juara puisi dan juara pidato, tetapi lupa akan esensi
dari pesantren tersebut. Sebenarnya bukan sesuatu yang salah dan melanggar jika
ada pesantren banyak mencetak santri yang tajam dari sisi intelektual. Namun
sangat disayangkan jika masih tumpul dari sisi spiritual.
Pesantren bukan tempat adu
identitas, tapi tempat berlomba-lomba dalam menunjukkan kualitas baik dari sisi
moralitas, spritualiatas, maupun intelektualitas. Identitas bisa menjadi
lenyap, akibat kuatnya desakan ruang dan waktu dimana ia harus mengambil
manfaat dari sebuah kehidupan yang kemudian membuatnya tidak sanggup lagi
tampil menjadi dirinya sendiri. Suatu tindakan yang lebih tepatnya “bunuh diri
sebelum mati”.
Maka dari itu, untuk menjawab
pertanyaan dari judul di atas, sebenarnya alternatif yang memang sudah tidak
ada jalan lain. Saya ingat pesan Prof. Imam Suprayoga ketika beliau mengisi
acara semiloka dengan tema “Deradikalisasi Agama Islam” di Sekolah Tinggi Agama
Islam Ma’had Aly Al-Hikam Malang. Prof. Imam Suprayogo menyampaikan bahwa
Indonesia ini bisa menjadi aman sejahtera manakala sholatnya terus diperbaiki.
Sebab dari sekian banyak eksprimen yang dilakukan oleh para ahli, nampaknya
para ahli sudah kehilangan ide untuk mencegah berbagai macam teror yang sering
mengobrak-abrik bangsa ini. Maka hal yang patut menjadi ide terbaik kali ini demi keamanan NKRI adalah dengan shalat yang benar. Bagaimana cara
untuk bisa shalat yang benar, maka tidak lain dan tidak bukan adalah dengan
cara khusyu’ seperti keterangan di atas.
Kategori khusyu’ menurut Imam
Al-Ghazali salah satunya adalah dengan memahami bacaan dalam shalat. Maka penjelasan
kedua tokoh di atas ini mengenai pentingnya memahami bacaan shalat jelas
memiliki korelasi dengan keutuhan NKRI. Hal ini yang banyak tidak disadari oleh
orang islam indonesia sebagai rakyat mayoritas di Indonesia. Kalau kita
lihat secara seksama dalam literatur ilmu fiqh bacaan sholat yang wajib tidak
terlau banyak, akan tetapi ini sering disepelekan oleh sebagian umat. Akibatnya bangsa
ini sering gaduh dan kurang harmonis.
Wallahu A'lam Bisshowab