TKI: Pahlawan dan Pejuang Devisa yang Tersiksa - Atorcator

Atorcator

Menulis adalah usaha merawat kejernihan berpikir, menjaga kewarasan, dan menyimpan memori sebelum dunia terkatup.

Latest Update
Fetching data...

01 Januari 2019

TKI: Pahlawan dan Pejuang Devisa yang Tersiksa


Peristiwa yang sungguh mencekam dan membuat saya dituntut untuk bersimpati penuh pada sosok ini. Melalui ceritanya yang menyedihkan dan penuh kesesakan, diri ini mulai tetunduk lesu dan malu karena tak bisa berbuat apa-apa di negeri yang penuh kekejaman ini. Pada pagi harinya (senin kemaren) saya masih terbawa suasana dengan cerita dia dan kabar buruknya saya tak sempat mengikuti bangku kuliah karena ketiduran akibat mendengarkan cerita dia pada malam harinya (seharusnya tidak perlu terjadi). hehehe

Hari minggu kemaren, saya diajak teman dari lombok untuk menjemput saudaranya yang menurutnya dalam waktu dua minggu dia (saudaranya) akan diberangkatkan ke Malaysia untuk dijadikan TKI. Sebelum diberangkatkan bekerja ternyata seluruh calon TKI memang biasa ditampung terlebih dahulu di asrama PT yang terletak di daerah Krian, Sidorajo. 

Sebelumnya, dia dijanjikan oleh seorang yang mendatangi rumahnya langsung untuk dijadikan TKI dengan jaminan biaya keberangkatan yang lebih murah dari biasanya, gaji yang cukup besar, pekerjaan mudah, dan perjanjian dalam waktu dua minggu bisa langsung kerja. Dan tentu dia tertarik dan sepakat untuk berangkat.

Sebenarnya lebih tepat disebut meloloskan atau membawa kabur. Bukan menjemput. Sebab dia sudah dua bulan lebih dalam penampungan yang ada di Sidoarjo itu. Janji yang diberikan oleh pihak PT tidak ditepati, dua minggu yang dijanjikan hanya sebuah ekspektasi belaka.

Saya sempat bertanya pada dia tentang apa yang sebenarnya terjadi dan kegiatan apa saja yang ada di sana sehingga dia harus ditampung seperti itu. Dia menjawab dengan penuh sedih, cemas, terbata-bata, dan pastinya dia sangat trauma yang luar biasa. 

Kegiatan yang ada disana diantaranya adalah belajar bahasa, piket bersama, pendidikan kerumah tanggaan. Dan dia selalu menunjukkan wajah dan nada penyesalan. Sebab selalu dihukum dengan hukuman yang tidak wajar ketika melakukan kesalahan, seperti di hukum berdiri selama empat jam, mengelilingi lapangan besar dengan lima kali putaran dan lain-lain. Saya berpikir, ini pendidikan militerkah?

Saya bertanya kepada dia tentang bagaimana kondisi di dalam PT itu. PT ini dikelilingi dengan tembok tinggi kurang lebih tiga meter. Pergerakannya selalu diawasi oleh petugas keamanan. jangakan mau main dan pamit pulang, sekedar keluar wilayah penampungan saja itu dilarang. Kejam!

Dia juga mengatakan pernah ada salah satu temannya yang mengalami sakit parah sehingga membutuhkan tindakan operasi yang intensif. Yang terjadi, temannya yang sakit itu hanya dibiarkan terkapar sendiri di ranjang dengan obat-obatan yang serba ala kadarnya dan itupun berobat dengan menggunakan biaya sendir. Miris!

Kasus yang mencederai Hak Asasi Manusia benar-benar terjadi sangat terasa di sana. Dia pun bercerita bahwa mereka para perempuan muslim dilarang untuk menggunakan kerudung, menggunakan pakaian tertutup, dan bahkan beribadah. Penyerangan terhadap kondisi psikis sangat dirasakan betul, sebab kata dia, mereka akan dipekerjakan di lingkungan keluarga ras China. Kurang ajar bukan.

Beruntung aksi kabur ini berjalan lancar walaupun sangat menegangkan dan berisiko besar.

Yang ingin saya utarakan dengan temuan ini lantas saya berpikir, di negeri sendiri kok masih banyak kasus yang sekejam ini, bagaimana dengan kasus-kasus yang ada di luar negeri sana? ini sudah masuk pada tindakan amoral, tidak berprikemamusiaan, kejahatan kemanusiaan, dimanakah selama ini pihak yang berwajib (pemerintah) yang seharusnya melindungi rakyatnya dari tindak kejahatan?

Ini kisah nyata yang baru-baru ini terjadi di negeri kita, bagaimana dengan kondisi di tempat lain yang tentunya masih banyak kasus-kasus yang tidak diekpost ke masyarakat? Semoga masalah-masalah ini segera dapat diselesaikan dan segera dilaporkan ke pihak yang berwajib.

Wallahu a'alam

Sumber Foto: Merdeka.com