Warung yang Harganya Tak Bertoleransi dengan Pelanggan - Atorcator
Latest Update
Fetching data...

Kamis, Januari 03, 2019

Warung yang Harganya Tak Bertoleransi dengan Pelanggan


Penulis: Moh Syahri

Persoalan harga memang sesuatu yang perlu dipikir panjang. Karena pada titik tertentu, ia kadang membuat kita trauma dan jengkel. Tadek pesse congoco (red: Madura) artinya jika harga itu mahal dijamin kualitas barang akan memuaskan. Ini omongan orang yang tidak pernah tertipu.

Saya jadi teringat curhatan ibu warga sekitar yang suka mempermasalahkan harga domestik di warung-warung, harga rokok, minyak goreng, garam, sabun, ajinomoto, bawang merah, bawang putih, sampe harga gorengan dan segala kebutuhan domestik rumah tangga.

Semua ia curhatkan antara harga warung ini dan warung ini, harga ini dan harga itu. Karena saya bukan orang perwarungan, saya berusaha nyeletuk curhatan dia seraya menimpali dengan kata "Mungkin keadaan ekonomi negara sedang tidak stabil buk". Sok pinter!

Iya, saya sepakat, warung satu dan warung satunya tidak mungkin akan bersatu dalam ikatan persatuan harga yang sama. Dan ini akan menjadi tranding topik yang menarik untuk dibuat gosip oleh kalangan emak-emak.
Baca juga: Benarkah Pernikahan Menjadi Bumerang Bagi Pendidikan
Memang, harga warung yang satu dengan yang satunya tidak mungkin sama dan mustahil bisa disamakan. Karena itu soal tamak dan tidaknya penjual, soal egois dan tidaknya penjual. Ini sudah masuk dalam kategori warung kebinekaan yang seharusnya saling bertoleransi.

Keuntungan bagi penjual itu nomor satu, keuntungan banyak itu nomor dua, baru soal keberkahan nomor tiga. Jarang-jarang orang berpikir untung sedikit tapi berkah besar. Yang enak, memang, dapat untung besar berkah besar itu harapan terbesar kelompok persatuan warung Indonesia.

Yang parah itu, penjual yang tak memikirkan keuntungan pembelinya, yang penting saya untung masalah dia gak untung urusan dia bukan urusan saya. Sadis!!!. Transaksi jual beli seharusnya sama-sama memberikan keuntungan kepada kedua belah pihak.

Di perkotaan, punya warung di tempat yang strategis dan dekat dengan keramaian tak perlu memenaj harga agar banyak pelanggan meskipun saingannya banyak. Cukup bermodalkan senyum manis dan masang muka berseri-seri saat melayani, pelanggan akan terhipnotis sendiri untuk membeli.

Berbeda dengan di desa, perbedaan harga itu justru menjadi masalah besar. Untuk mengait banyak pelanggan tak cukup bermodalkan senyum manis dan muka berseri-seri, saya jamin mereka tidak akan terhipnotis untuk setia membeli. Apalagi tidak senyum tambah ngenes mendapatkan pelanggan, sudah galak mahal lagi!!!
Baca juga: Refleksi Akhir Tahun Singkawang
Warung di desa juga semakin hari semakin banyak, tak kalah kompetisinya dengan warung di perkotaan yang memiliki kompetitor hebat-hebat. Pada akhirnya juga butuh strategi dan trik jitu untuk mengait pelanggan lebih banyak plus pelanggan yang setia.

Strategi dan trik jitu pun tidak lagi jitu jika penjaga warung itu tidak pintar memenaj harga. Ya lagi-lagi soal harga, di warung tidak boleh ada harga mati, harga barang harus hidup, dan bersahabat.

Pada tataran empirisnya, jika ada warung yang harganya mencurigakan, warga tidak segan-segan akan mencari perbandingan harga dengan warung lain. Dan jika ditemukan tidak sama alias lebih mahal, hati-hati warung yang lebih mahal harganya tidak akan lagi diminati masyarakat sekitar. Beda harga sedikit saja ia tak mau.

Biasanya, mereka akan bela-belain pergi ke tempat yang jauh lebih murah meskipun tempatnya agak jauh. Ya maklum saja, namanya juga merasa terdzolimi oleh harga, dendam kesumat, dan sumpah serapah akan keluar sebagai balas dendam.

Masyarakat kita kurang begitu percaya jika ia diceramahi soal kenaikan harga yang erat kaitannya dengan pengaruh perekonomian nasional. Dia tidak paham, dia hanya menginginkan barang sehari-hari murah, terjangkau dan berkualitas. Itu saja!!!

Jujur saja masyarakat kita lebih tertarik dengan mengurangi ukuran barang dagangan daripada menaikkan harga, itu yang harus dipikirkan penjaga warung, jangan seenaknya saja.

Wallahu a'lam

Sumber Foto: Daylisosial.id

Baca juga: Kerusakan Moral Akibat Alergi Bernostalgia dengan Desanya