Jurus Membaca Upaya Menyibak Misteri - Atorcator
Latest Update
Fetching data...

Selasa, Maret 12, 2019

Jurus Membaca Upaya Menyibak Misteri

Facebook/Ach Dhofir Zuhry


Saya sependapat dengan Anda bahwa membaca—sebagai gerbang untuk mengetahui, memahami, menulis dan mengamalkan—itu gampang-gampang sulit (untuk tidak mengatakan tragis!) Apa sebab? Di urutan-urutan tradisi membaca, menulis atau literasi, selalu bangsa kita yang nyaris terburuk.

Ada sebagian bangsa manusia yang memilih menjadi tuna pustaka dan cuti nalar serta tidak rela menyikasa otaknya untuk mendidih dan berkertingat dengan buku-buku bacaan, terutama yang agak berat tapi mengasyikkan, filsafat misalnya. Padahal, filsafat jauh lebih sederhana dari yang kita bayangkan. Namun demikian, membaca jauh lebih mudah dari pada memahami, memahami jauh lebih gampang dari pada mengalami dan lalu mengamalkan pengetahuan itu sendiri.

Pendek kata, memutuskan untuk membaca jauh lebih berat dari pada membaca itu sendiri. Apa sebab? Keputusan adalah komitmen. Begitu Anda berkomitmen terhadap satu hal, Anda harus bersedia untuk memasuki petualangan yang penuh gelombang. Jadi, inti persoalannya adalah terletak pada memutuskan untuk membaca, mentradisikannnya dan lalu menjadikannya sebagai kebutuhan.

Dinamika manusia untuk berubah sebenarnya sangat alami, tetapi setiap kali ingin berubah, dalam hal ini membaca, selalu ada kekuatan (dan lalu menjadi alasan, bahkan pembenaran) untuk menolak. Dengan lain kata, yang menolak Anda untuk berubah sebenarnya bukan orang lain, melainkan diri Anda sendiri. Begitu buku Anda pegang, Anda buka satu demi satu halaman, merentangkan pikiran menyelami makna, mulailah Anda berhadapan dengan diri Anda sendiri. Ya, Anda akan bertengkar dengan diri Anda “yang lama”, diri Anda yang lebih kuat dan terlatih, terpola dan terbentuk sedemikian rupa. Sayangnya, tidak banyak yang lolos dari jebakan split personality ini.


Membaca adalah mengungkap segala tanya tentang segala hal, dengan membaca, Anda tidak hanya menyibukkan diri, tetapi juga menyibak segala misteri. Membaca adalah kegiatan yang sangat kudus dan agung di mana transformasi ilmu dan nilai-nilai sangat bergantung pada cara membaca dan kualitas bacaan.

Wal hasil, kualitas perubahan Anda kembali pada kualitas bacaan Anda. Luas dunia Anda juga bergantung pada luas bacaan Anda. Ekstrimnya, kewarasan Anda juga sangat tergantung pada bacaan Anda. Kabar baiknya adalah, selama masih ada umat manusia yang membaca, maka akal sehat akan terus terjaga. Nah, kabar buruknya adalah, perjuangan terrsulit manusia adalah memperjuangkan akal sehatnya. Kabar baiknya lagi apa?

Begitu perubahan (membaca, cara, dan membiasakannya) sudah Anda mulai, tampaknya perubahan itu akan mengurus dirinya sendiri, perubahan itu akan menemukan kemajuannya sendiri. Betul, inilah efek bola salju (snow ball), efek dadu, efek domino dan apapun istilahnya. Anda hanya perlu memutuskan untuk mulai membaca sebanyak mungkin, berusaha memahami sebanyak mungkin, mengalami sesering mungkin. Inilah belajar sesuatu tentang segala sesuatu, dan belajar segala sesuatu tentang segala sesuatu, sampai Anda temukan bahwa Anda bukanlah sesuatu dan sesuatu itu sendiri, sesuatu banget! Inilah yang disebut Mere Exposure Effect. Yang mengandung arti bahwa semakin sering Anda berhubungan dengan sesuatu, makin suka Anda kepadanya. Dalam pepatah Jawa dikenal dengan istilah: trésna jalaran saka kulina. Bagaimana pernyataan ini bisa diuji kebenarannya?

Berikut sebuah kisah menarik. Untuk merayakan seabad Revolusi Prancis, dibangunlah sebuah menara pencakar langit oleh seorang insinyur bernama Gustave Eiffel.

Tadinya menara telanjang setinggi 324 meter di tepi sungai Saine itu mau dibangun di Barcelona, tetapi otoritas kota malah menertawakan dan menolaknya karena master plannya terlihat aneh dan mahal. Begitu pembangunan selesai pada 31 Maret 1889, bahkan warga Paris pun menolaknya dengan berbagai kritik dan demonstrasi besar-besaran.


Menurut mereka, menara dengan struktur besi berbobot 7.300 ton itu tak lebih dari karya setengah jadi yang justru menodai keindahan kota yang telah terjaga sekiaan abad lamanya. Akan tetapi, seiring roda waktu berputar, pendapat publik publik berubah sedikit demi sedikit dari benci menuju biasa-biasa saja, dari acuh tak acuh lalu menerima, kemudian menyinta dan bahkan memuja seperti sekarang ini. Kini, lebih dari 250 juta menusia telah mengunjunginya, berfoto dan bahkan menikah secara legal dengan sang Menara. Eiffel telah menajdi ikon global Prancis dan Eropa, ia adalah monumen dan keajaiban dunia.

Prinsip Mere Exposure Effect menjamin bahwa upaya perubahan yang tadinya ditolak (bahkan oleh diri sendiri), perlahan tapi pasti akan disuka-cintai setalah terbiasa ddengannya. Pun juga filsafat, ia bisa diterima oleh siapa pun, sejauh ia ditolak tadinya. Selain itu, disonansi kognitif juga akan berpihak pada Anda. Artinya, ketika Anda bosan dengan satu bacaan, Anda akan berpindah pada bacaan yang lain. Kegiatan membaca tidak berhenti, karena pengetahuan tidak memiliki garis finish.