Kopar-Kapir: Fastabiqul Proyek, Fastabiqul Politik - Atorcator

Atorcator

Menulis adalah usaha merawat kejernihan berpikir, menjaga kewarasan, dan menyimpan memori sebelum dunia terkatup.

Latest Update
Fetching data...

04 Maret 2019

Kopar-Kapir: Fastabiqul Proyek, Fastabiqul Politik


Oleh: Ach Dhofir Zuhry
(Penulis buku best seller PERADABAN SARUNG: Veni, Vidi, Santri dan KONDOM GERGAJI)

Dari lima rekomendasi Munas Alim Ulama NU di Banjar kemarin, yakni: sampah plastik, MLM, Islam Nusantara, dan tidak golput, hanya soal kafir-non muslim yang kemudian menjadi bola liar dan terus menggelinding hingga meramaikan jagad maya dan memasuki ruang-ruang privat kita. Anda mau tahu siapa biang keladi dari kegaduhan itu? Kita lanjutkan sembari ngopi, Kisanak.

Memang, ciri utama keberhasilan propaganda, ujaran kebencian, hoaks dan disinformasi berita, juga kampanye hitam adalah jika konten propaganda itu viral dan menjadi topik perbincangan di ruang-ruang publik, terutama medsos. Itu artinya—mereka yang anti NU, otomatis anti NKRI; juga yang pura-pura NU, otomatis pura-pura NKRI; atau boleh jadi yang kecewa dengan hasil muktamar NU dan lalu melakukan penggembosan terhadap NU dari dalam—dapat dengan mudah kita ketahui melalui akun-akun medsos mereka yang cenderung latah dan tidak kritis. Memang, politik sentimen tidak bisa dihadapi dengan ilmu.

Digoreng dengan bumbu-bumbu politik, ditumis dengan aroma dan saus agama yang penuh intrik, direbus bersama kaldu sentimen etnik, dipanggang dengan bara isu komunis, liberal, syiah, yahudi, asing dan aseng, lantas disajikan di mulut-mulut mayoritas awam sebagai menu sehari-hari, tengik tapi nampak asyik, bikin ketagihan meski menyesatkan. Kebanyakan warganet mengira bahwa media sosial sebagai realitas, padahal ia hiper-realistis.

Satu berita sesat (agar dianggap benar) diviralkan dan oleh buzzer-buzzer bayaran lalu diproyeksikan—misalnya—untuk mendiskreditkan golongan tertentu, menghujat yang berbeda agama dan paham, menjatuhkan lawan politik, menjegal kompetitor bisnis, menggulingkan penguasa, dan bahkan hendak mengganti ideologi Negara dengan dalih "bela agama" dan memperjuangkan "akal sehat". Satu istilah yang belakangan ini dikaburkan oleh para tengkulak, para predator dan oligark.

Siapa sajakah mereka dan apa agenda jualan meraka selama ini? Ke mana mereka merapat dan membonceng? Mengapa mereka begitu cemas dagangan "kopar-kapir" mereka selama ini tidak laku gara-gara Munas NU?

Agenda mereka (nama organisasinya boleh apa saja silahkan Anda bikin daftar sendiri, kalau mau gampang, pokoknya yang anti-NU) adalah 4-T (takfiri, tabdi'i, tasyriki dan tasykiki).

Pertama, Takfiri, gampang mengkafir-kafirkan, baik kepada non-muslim maupun kepada sesama muslim yang beda pendapat dan mazhab. Contoh, demokrasi kafir, Pancasila kafir, UUD 1945 kafir dan NKRI thoghut. Melalui gerakan takfiri secara masif dan terencana, tentu saja yang berbeda dengan mereka halal darahnya, oleh karena itu sistem negara harus diganti. ISIS, HTI, Wahabi, ormas dan parpol yang bernafaskan Ikhwanul Muslimin (pan islamisme) paling gemar "jualan" kopar-kapir dan melakukan politisasi agama, makanya mereka kebakaran jenggot terhadap hasil Munas di Banjar. Kalau Anda masih tanya: kenapa? Ya, karena mereka cari makan dengan teriak kopar-kapir. Dengan kata lain, fastabiqul fulus dan fastabiqul kelamin / syahwat politik mereka ya dengan kopar-kapir itu. Anda masih penasaran: kenapa? Karena hanya itu yang mereka bisa!

Mengapa mereka ngamuk di medsos? Karena jualan mereka bisa terganggu, fastabiqul proyek berantakan, fastabiqul fulus defisit, dan terutama fastabiqul politik transnasional mereka sangat terguncang hanya dengan satu keputusan bahtsul masail para Kiai NU. Ini membuktikan bahwa NU maupun para Kiai NU itu, di samping menjadi bidan yang berperan penting bagi lahirnya NKRI, para Kiai Nusantara adalah pawang bagi setiap pengacau dan perusak NKRI, 30 ribu pondok pesantren NU adalah benteng NKRI dan lebih dari 100 juta santri dan kaum sarungan tak lain adalah penjaga NKRI.

Kedua, tabdi'i alias sembarangan umbar kata bid'ah, contoh nyata: tahlilan bid'ah, shalawatan sesat, ziarah kubur apalagi, maulid Nabi dan Israk Mikraj bid'ah, selametan dan kenduri bid'ah plus syirik, tapi kalau bikin parpol dan ormas radikal tidak bid'ah. Ini jelas sasaran tembaknya adalah NU dan warga nahdliyyin yang kini sudah lebih dari 100 juta jiwa dan memiliki 194 cabang istimewa di seluruh dunia. Karena "jualan" isu kopar-kapir dan bid'ah sudah kurang laku, sebab tampang mereka sendiri bid'ah dholalah, maka mereka menyusup ke ormas-ormas di luar NU, parpol, lembaga-lembaga Negara, TNI-POLRI, dan bahkan menyusup dalam NU sendiri untuk mengadu domba dan melakukan pembusukan dari dalam dengan jualan gorengan isu-isu komunis, liberal, syiah, antek asing dan yahudi, lagi-lagi propaganda ini malfungsi, kenapa? Karena lagi-lagi mereka lupa bahwa para Kiai NU itu pawang bagi setiap pengacau dan perusak NKRI. Mereka lagi-lagi lupa bahwa melawan Kiai-kiai sepuh berarti melawan Kanjeng Nabi (para Kiai adalah pewaris para Nabi), melawan Nabi berarti menantang Tuhan dan dengan demikian, mereka menggali kubur mereka sendiri.

Baca Juga:Pasar Gelap Ustaz

Ketiga, Tasyriki atau serampangan menuduh syirik. Lagi-lagi sasaran tembak mereka adalah NU, pokoknya mereka benci NU stadium 4, anti NU sampai ke ubun-ubun, alergi NU sampai tulang sumsum dan hendak mengkode ulang DNA-NU dari bumi Indonesia sampai 14 turunan. Oleh karena itu, bagi mereka, menghancurkan NKRI harus dimulai dengan merusak NU, merongrong marwah Kiai, membenturkan NU kultural dengan NU struktural, mengadu domba para Kiai, kadang dengan habib, membenturkan NU dengan Ormas lain, dan tentu saja memfitnah Banser secara keji. Mereka lupa bahwa para Kiai NU itu bidan yang membantu lahirnya bayi NKRI, para Kiai Nusantara itu pawang bagi setiap pengacau dan perusak NKRI, pondok pesantren adalah benteng NKRI dan para santri adalah penjaga NKRI.

Yang terakhir dari agenda mereka adalah tasykiki, yakni gila-gilaan mengkampanyekan keraguan dan kebingungan kepada umat Islam. Jika tiga "T" sebelumnya tak cukup ampuh, maka "T" yang keempat ini menjadi senjata pamungkas mereka dengan terus menebar teror, propaganda, hoaks, cocokologi Al-Qur'an dengan syahwat politik, disinformasi berita dan ujaran kebencian di medsos, di portal-portal berita online, di ruang publik, di kampus, di masjid-masjid, di Monas, di radio, di televisi, di buku-buku, buletin dan majalah agar kita ragu dengan NKRI, ragu dengan Pancasila dan UUD 1945, ragu dengan Ahlussunnah wal Jamaah an-Nahdhiyah, ragu dengan NU, ragu dengan Islam Nusantara, ragu dengan pesantren, ragu dengan tradisi NU dan kearifan lokal, ragu dengan barokah para Kiai, ragu dengan tarekat mu'tabaroh NU, ragu dengan Banser, ragu dengan apapun yang NU dan lantas memilih menajdi fundamentalis, radikalis, teroris, Islam puritan, minimal manjadi PCOC (pasukan celana dan otak cingkrang), menjadi panasbung (pasukan nasi bungkus), menjadi monaslimin-monaslimat, menjadi kaum cuti nalar dan defisit otak, menjadi tuna pustaka dan jahil murokkab, memaksa berjenggot tapi gampang kebakaran jenggot, sok anti sains modern yang penting jidat hitam, sok anti Barat, sok anti asing, sok anti China dan Yahudi, anti pemerintah, mereka anti segala anti kecuali poligami, karena memang hanya itu yang mereka bisa.

Baca juga: Kajahiliyahan Moderen

Lagi-lagi mereka lupa bahwa para Kiai NU itu bidan-bidan yang membantu lahirnya NKRI, para Kiai Nusantara itu pawang bagi setiap pengacau dan perusak NKRI, pondok pesantren adalah benteng NKRI dan para santri adalah penjaga NKRI, karena hubbul wathon minal iman.

Sebagai pawang, tentu saja para Kiai NU bijaksana dan tidak grusa-grusu plus ngamukan seperti pemuja 4-T di atas. Begitu pawang datang, binatang-binatang buas tanang dan terdiam. Dan, pawang itu sebagaimana disampaikan RMP Sosrokartono: sugih tanpo bondo (kaya tanpa harta), digdoyo tanpo aji (tak terkalahkan meski tanpa senjata), nglurug tanpo bolo (menyerbu tanpa pasukan), menang tanpo ngasoraké (menang tanpa jumawa dan merendahkan), trimah mawi pasrah (menerima lagi pasrah), suwung pamrih tebih ajrih (tanpa pamrih dan tidak takut), langgeng tan ono susah tan ono bungah (tetap tenang dalam suka-duka) serta anteng mantheng sugeng jeneng (tidak gegabah agar nama baik tetap terjaga).

Nah, kamu sudah tahu kan, Sayang, siapa biang kerok dari rentetan keributan, kegaduhan dan kekacauan selama ini?

Alfatehah untuk para Kiai NU...

Sumber Foto: NU.or.id