islamlib |
Penulis: Abdul Rosyidi
Atorcator.Com - Manusia memuja Dia Yang Maha Kuasa.
Sebagai kekuatan yang tiada tara, Adi manusia. Karena begitu luhurnya, Dia tak
terjamah dan tercerna akal.
Manusia itu terbatas dan nisbi.
Penilaiannya terhadap sesuatu tak pasti, tak mutlak dan tak ajeg. Hanya Tuhan
yang mutlak benar.
Tapi manusia tak kuasa diam dalam
ketiadaan Tuhan. Mereka pun mencipta patung-patung sebagai media mendekatiNya.
Sebagai alat untuk selalu bersama. Sebagai media untuk sampai kepadaNya.
Lambat laun, patung sebagai media
itu menggantikan Tuhan sebenarnya. Tanda-tandanya jelas, patung sebagai ciptaan
manusia lebih dimuliakan dibandingkan manusia yang merupakan ciptaan Tuhan.
Manusia dibunuh dan direndahkan demi
melestarikan pemujaan berhala. Ini sudah keliru. Manusia lupa pada kodrat
kemanusiaannya.
Baca juga: Keras Boleh Asal tetap Beradab
Para Nabi mengingatkan kita untuk
kembali padaNya. Perlakuan kepada manusia pun kembali pada jalan mulia. Derajat
orang-orang fakir, miskin, dhuafa, para jompo, perempuan dan siapapun yang
terpinggirkan kembali terangkat.
Manusia kembali menyembah pada yang
sebenarnya Tuhan saat dia kembali pada kodrat kemanusiannya. Memuliakan manusia
sebagai ciptaan Tuhan.
Tapi sepeninggal Nabi, semua
ajarannya mandeg dan membeku menjadi doktrin. Manusia setelahnya menciptakan
konstruksi sendiri tentang Tuhan.
Lama kelamaan, konstruksi ini
menjadi berhala baru. Menggantikan patung-patung tempo dulu.
Konstruksi manusia tentang Tuhan
menggantikan Tuhan. Konstruksi itulah yang memperdaya kita dan seringkali
menjadi alasan untuk membunuh sesama manusia.
Berhala itu kini adalah ideologi
kita yang picik. Mengaku benar sendiri dan mengkafirkan yang lain.
Berhala itu kini bukan patung-patung
itu. Tapi dia ada di dalam pikiran kita. Apa yang pernah disebutkan dalam
Al-Quran sebagai 'hawaa'. Sebuah hasrat.
Berhala yang tak terlihat ini lebih
berbahaya dibandingkan patung-patung itu. Dia akan bisa kita kenali saat ada
kata-kata Tuhan diucapkan tapi justru kekerasan yang dipertunjukkan.
Kata-kata Tuhan digunakan untuk
kebohongan, melukai orang, menghina orang, dan merendahkan orang lain. Saat
itulah kita sedang menyembah berhala. Hawaa.
Ayo introspeksi, jangan-jangan kita
sendiri adalah para penyembah berhala. Bukan mereka yang kita tuduh-tuduh itu.