Penulis: Nurbani Yusuf
(Komunitas Padhang Makhsyar)
Atorcator.Com - PPP kehilangan banyak politisi
berintergritas semenjak kepergian PARMUSI. Politisi zuhud harta zuhud
popularitas zuhud kekuasaan kini tiada lagi. Bahkan tak segan ada yang
terang-terangan merebut dan meminta jabatan tiada rasa malu.
Partai-partai Islam ibarat tikus
mati di lumbung padi. Hidup pada konstituen mayoritas muslim justru banyak
partai Islam yang terancam gagal lolos ke Senayan, ironis di tengah praktik
demokrasi yang glamour. Partai Islam seakan tak mampu bertahan dan tak pernah
sepi dari ujian.
PKS babak belur. Elitenya berseteru
hingga meja hijau tak ada yang mau mengalah. Meski menyandang partai Islam PKS
pun juga tak beda jauh dengan partai lainnya yang berideologi nasionalis
sekuler. Pilihan pragmatisme politik juga tak bisa dihindari bahkan malah
menjadi semacam pilihan yang harus. Friksi antar elite juga tak bisa dibendung
bahkan terus meruak ke permukaan.
PAN stag ditempat bahkan cenderung
menurun. Kadernya-kadernya juga terlilit korupsi. Belum lagi masalah ideologi
yang terus di soal. Para pendiri menuntut Prof Amien mundur karena dinilai gagal
membawa arah visi PAN sebagai partai plural dan nasionalis. PAN memang lagi
galau dihadapkan pada pilihan dua visi. Apakah tetap menjaga pluralitas dan
nasionalis atau berubah menjadi partai agama yang eksklusif.
OTT Ketua Umum PPP seakan menjadi penanda
kuat bahwa partai Islam mengalami krisis. Krisis moral, krisis intergritas,
krisis kepercayaan. Bahkan Kyai Maimun pun gagal menjaga Romahurmuzi untuk
tidak mengedepankan politik pragmatis transaksional yang lagi banyak
dipraktikkan. Buya Ismail Hasan Metareum akan menangis sedih melihat partai
Islam kebanggaan itu oleng digerus jual beli jabatan dan entah apalagi.
PKB juga tak beda jauh. Tak ada yang
dapat diandalkan untuk pilihan politik Islam masa depan. Dukungan mayoritas
Islam tak membuat PKB komit dengan perjuangan Islam bahkan banyak yang kemudian
melawan arus logika politik ke umatan. PKB malah akrab dengan kaum Nasionalis
sekuler dan kerap berhadapan dengan Islam sendiri. Dengan dalih menjaga
kebhinekaan PKB justru sering menjadi alat pukul balik terhadap sesama Islam
sendiri.
Tak ada yang bisa diharap dari PBB
selain romantisme politik Islam masa lampau. PBB kian elitis dan gagal menjadi
partai rakyat. Suaranya terus menyusut, kalah deras dengan politik
transnasional. Sebab mengandalkan idealisme saja ternyata tak cukup.
Di tengah riuh demokrasi itu justru
partai-partai Islam mengalami dis-orientasi. Umat kehilangan teladan. Tak ada
yang bisa dibanggakan, tak ada lagi tokoh tokoh politisi Islam yang zuhud dan
wara' sekelas Ki Bagus, kyai Wahid, Mr Natsir, Prawoto, Mr Kasman atau Buya
Ismail Hasan Metereum. Orang-orang sederhana berintergritas prima.
Wallahu ta'ala a'lm
@nurbaniyusuf
Komunitas Padhang Makhsyar