Sang Kiai Progresif - Atorcator

Atorcator

Menulis adalah usaha merawat kejernihan berpikir, menjaga kewarasan, dan menyimpan memori sebelum dunia terkatup.

Latest Update
Fetching data...

18 Maret 2019

Sang Kiai Progresif


Penulis: Fahd Pahdepei

Atorcator.Com - Penampilannya bersahaja. Surban dan sarung menjadi ciri khasnya. Senyumnya hangat. Gaya bicaranya tenang. Kadang disisipi istilah Arab yang ia ambil dari tradisi kuat pemahaman kitab-kitab pesantren. Itulah sosok KH. Ma’ruf Amin.

Saat beliau ditunjuk Pak Jokowi menjadi calon wakil presiden untuk mendampinginya, banyak pihak meragukan kapasitasnya. Banyak yang tak yakin Kiai berumur 76 tahun itu akan bisa mengimbangi Pak Jokowi yang lincah, yang kerap datang dengan pemikiran-pemikiran yang inovatif.

Saat debat Cawapres tiba, bahkan pendukung Jokowi ‘degdegan’ apakah KMA akan bisa mengimbangi Sandi Uno yang muda, energik, lulusan luar negeri? Apakah KMA yang ‘tua’ akan mampu berdebat, mengemukakan visi serta pikirannya?

Nyatanya, di luar dugaan, Kiai Ma’ruf tampil luar biasa. Banyak mata yang terbelalak menyaksikannya. Baru tahu ternyata Sang Kiai sehebat itu: Pikirannya jernih, bicaranya terstruktur, gagasan-gagasannya segar. Kiai Ma’ruf bukan hanya menguasai persoalan, ia mampu menghadirkan gagasan sesuai konteks yang tepat. KMA langsung ke jantung persoalan, tepat sasaran, clean and cut.

Pemahamannya kuat soal konsep dan implementasi kebijakan. Kiai Ma’ruf lincah meliuk-liuk dari soal ekonomi-kesejahteraan hingga kesehatan. Ia paham pentingnya ‘infrastruktur bumi’ maupun ‘infrastruktur langit’. Secara jenaka ia mengajak DUDI (Dunia Usaha dan Dunia Industri) berkolaborasi, kemudian meletakkan soal riset di konteks yang benar. Ia bicara perlindungan warga, komitmen untuk menjadikan Indonesia bersaing di kancah global, tapi tak melupakan kearifan lokal. Singkatnya, KMA tampil luar bisasa!

Baca juga: KH. Fawaid As'ad: Gus Dur Sosok yang Melawan Gerakan Fundamentalisme dan Radikalisme

Banyak yang belum tahu Kiai Ma’ruf adalah sosok pembelajar yang tangguh. Ketika ia baru berusia 15 tahun, KMA sudah mengamati pemilu 1955. Masa remajanya dihabiskan dari organisasi ke organisasi. Daya pikir kritisnya teruji, retorikanya matang. Tak heran ia banyak mengisi posisi strategis di banyak organisasi penting.

Sang Kiai yang Anda lihat bukanlah Kiai biasa. Bukan sekadar sosok faqih yang faham ilmu agama, hingga ia menjadi ketua umum MUI Pusat, memimpin ulama se-Nusantara. Lebih dari itu, KMA adalah kiai pemikir sekaligus organisatoris.

Ia meletakkan dasar-dasar implementasi ekonomi syariah di Indonesia. Ia menjadi anggota dewan pertimbangan presiden di masa SBY. Ia berpengalaman duduk di kursi parlemen sebagai wakil rakyat. Dan ia juga menjadi tokoh penting di organisasi Islam terbesar di dunia, Nahdlatul Ulama (NU).

Benar, itulah Prof. Dr. KH. Ma’ruf Amin, cawapres yang sangat mumpuni dengan pengalaman dan penguasaan keilmuan lintas disiplin. Jika Anda melihat bagaimana primanya KMA di debat malam ini, Anda memang tak perlu kaget. Anda melihat kristal dari pengalaman dan pemikiran yang diasah dalam waktu yang panjang.

Itulah Sang Kiai. Itulah cawapres pilihan saya. Abah kita semua. Kiai Ma’ruf Amin, jan ethes! Lincah banget.

Tabik Mantul!

Selengkapnya di sini