![]() |
penasantri |
Penulis: Moh
Musa
Atorcator.Com -
Ketika takbiran, Mak Neno membaca "....walau kariihal
kaafiruun... walau kariihal munaafiquun". Perhatikan dia
membacakan "kariihal" dengan dua huruf "i", padahal
seharusnya satu huruf "i" saja.
Sebenarnya nggak
masalah buat orang awam yang emang ga pernah nyantri, alias cuma ngaji lewat
jalur-jalur semisal "taaba, yatuubu, yutuban" atau "gala,
yaguulu, gugelan" (Arab logat Yaman), "tawaatara, yatawaataru,
twitteran."
Hanya saja,
bacaan seperti itu akan menjadi masalah jika dibaca oleh orang mengaku paling
nyunnah dan menganggap orang lain sebagai Muslim KW atau bahkan bukan Muslim.
Jadi, orang
seperti dia seharusnya biasa saja seperti Muslim dan Muslimat lainnya, ga usah
sok ngarab dan merasa paling nyunnah, ketika berurusan bahkan dengan teks
paling sepele dan sering didengar orang saja sudah belepotan bibirnya.
Hijrah baru
kemarin sore dah merasa paling wah, sedangkan banyak orang yang sudah hijrah
sejak tujuh turunan merasa biasa saja.
Sama sekali
bukan dengan maksud sombong atau riya', melainkan hanya demi menyebutkan satu
contoh kecil;
Emak saya yang
hanya sekolah di madrasah salafiyah NU, bukan di pesantrennya, dan pernah
ngajar ngaji anak-anak di kampung, sangat paham dan tau bacaan-bacaan anak
ngaji al-Quran di juz berapapun, yang salah panjang pendeknya untuk kemudian
dikoreksi, meskipun emak saya tidak melihat teks, misalnya menyimak bacaan anak
sambil menggoreng krupuk. Mengapa? Karena al-Quran sudah berpuluh tahun
dibacanya setiap hari dan tak pernah ditinggal kecuali berhalangan serius.
Biasa ajalah,
Mak Neno!