Ilustrasi foto (Jokowi/detik) |
Penulis: Ninoy N Karundeng
Atorcator.Com - Saya harus memberikan catatan penting ini, agak panjang.
Kegagalan Operasi 22-25 Mei 2019 yang dirancang oleh tiga kekuatan bersamaan.
Tiga kekuatan ini tampak tidak saling terorganisir. Namun, dengan paparan saya
ini maka publik diharapkan akan paham tentang kegagalan Operasi 22-25 Mei 2019.
Juga paparan tentang kekuatan Jokowi menghancurkan rancangan itu.
Dini hari tadi (23/05/2019) Prabowo dan Bude Titiek bertemu di
sebuah rumah di Jalan Diponegoro. Di rumah berseberangan dengan Bioskop Megaria
mereka membahas kegentingan Jakarta. Informasi yang berseliweran di sana
bernarasi negatif. Salah satunya, tentang tewasnya perusuh di Thamrin, yang
sejatinya tidak pernah ada. Apa pentingnya pertemuan ini? Mungkin Bude Titiek
sedih Om Wowo gagal lagi.
Grand Design Konstruksi Kerusuhan
Pergerakan Operasi 22-25 Mei 2019 sangat terorganisir. Unsur
perusuh, unsur politik, dan unsur pendanaan terpenuhi. Komunikasi dan koordinasi
rancangan untuk melakukan kerusuhan sudah sangat rapi. Konstruksi kerusuhan
tampak jelas.
Prabowo kalah itu keniscayaan. Kubu Prabowo sudah tahu.
Mereka tidak menerima kekalahan. Kubu Prabowo menyalahkan KPU, Bawaslu,
Mahkamah Konstitusi (MK). Narasi curang dibangun bahkan sebelum kampanye
dimulai.
Narasi menolak MK dan mekanisme konstitusional jelas ditolak
oleh Amien Rais, Prabowo, Kivlan Zen, Permadi, Fadli Zon. Tujuannya adalah
membangun distrust, ketidakpercayaan di kalangan masyarakat. Pemilu sukses pun
dicari cacatnya, delegitimasi besar-besaran terhadap institusi penyelenggara
pemilu merembet ke aparat keamanan, TNI dan Polri.
Tewasnya 500 orang penyelenggara pemilu dipelintir oleh kubu
Prabowo sebagai kematian tidak wajar. Fitnah disebar lewat kesaksian medis
palsu Ani Hasibuan.
Prabowo, Fadli Zon, Andre Rosade, Dahnil Simandjuntak, Arief
Poyuono, terus mendorong massa mengepung KPU, Bawaslu, Istana. Alasannya hak
konstitusional. Tidak ada satu pun pernyataan kubu Prabowo untuk menahan diri,
untuk tidak turun. Karena ini sesuai dengan skenario besar mereka untuk
mendorong kerusuhan.
Prabowo pun membuat narasi bahwa dia masih berkuasa di TNI.
Bahwa pengaruhnya besar. Padahal itu omong kosong belaka. Yang ada di sisi
Prabowo ya model Kivlan Zen, Soenarko, Yohannes Prabowo, ya yang seperti itu,
diselingi oleh hiburan seperti Djoko Santoso misalnya. Seolah Prabowo
sangat-sangat dihormati sebagai Panglima Tertinggi Jenderal Besar. Nonsense.
Narasi ini terbangun hampir sempurna. Dengan penuh
kepercayaan diri untuk keperluan 22 Mei 2019, Soenarko dan kawan-kawan
menyelundupkan senjata. Senjata ini akan digunakan untuk menembak rakyat. Agar
rakyat menjadi martir.
Persis sama dengan penemuan Polri, Jenderal Moeldoko, atas
informasi BIN. Publik harus tahu bahwa saluran perdagangan dan dealer senjata
pemainnya ya itu-itu saja, tidak pernah berubah. Maka selain Soenarko tiga
pemasok senjata untuk kerusuhan 22 Mei 2019 tertangkap.
Begitu ada yang tewas. Maka PR baik Anies maupun Prabowo akan
menyampaikan penderitaan. Polisi dan TNI represif. Maka rakyat marah.Kerusuhan
merebak. Public disorder (kericuhan umum) dan public distrust (ketidakpercayaan
publik) terhadap Jokowi dibangun. Rakyat tersulut.
Nah, dalam kondisi itu, Prabowo akan muncul sebagai
penghimbau public order (keteraturan umum) dan public trust (kepercayaan umum),
penyelamat bangsa. Jokowi terpojok. Hal seperti ini tersebar secara menyeluruh.
Yang tidak tahan untuk segera menang sesuai dengan skenario kerusuhan ini
antara lain adalah MUI Yogyakarta. Itu gambaran kebocoran informasi tentang
kemenangan skenario menjungkalkan Jokowi. MUI Yogyakarta sudah termakan oleh
grand design kerusuhan.
Kondisi ini ditambah lagi dengan memberikan saluran untuk
khilafah dan teroris bermain. (Maka berkibarlah bendera hitam ISIS dan khilafah
di Bawaslu.) Ratusan teroris berhasil ditangkap di Bekasi, Depok, Sukabumi,
Serang, Tasikmalaya, Bogor, Tangerang, Jakarta, Sibolga, Makassar, Bima,
Surabaya, Yogyakarta, dan beberapa kota lain. Penangkapan yang berdasarkan
Undang-Undang Anti Teroris yang sangat kuat mirip ISA (Internal Security Act)
di Singapura, penerapan cara preemptive measures.
Upaya rusuh saling melengkapi antara kondisi politik
kekalahan Prabowo, kekalahan khilafah, kekalahan ISIS, rasa sakit hati
pengusaha musuh Haji Isam Soenarko, yang menggambarkan rasa sakit hati para
koruptor dengan segala level. Skenario sempurna. Trus penyulutnya?
Bikin hoaks masjid dibakar. Ada martir. Prabowo muncul
menenangkan. Kubu Prabowo hadir di lokasi kerusuhan. Jokowi terpojok.
Pemerintah lemah. (Setengah telah dilakukan.)
Pemilihan Lokasi Kerusuhan
Sasaran dan lokasi kerusuhan juga telah disiapkan. Istana
sebenarnya target utama. Namun karena penjagaan ketat, mereka mengalihkan ke
lokasi lain. Gedung Bawaslu dipilih sebagai tempat demo dan kerusuhan karena
jalur utama jantung Ibukota. Markas Polisi dan asrama polisi sebagai sasaran.
Tujuannya, agar menarik massa dan media. Agar tampak
Indonesia, dan Jakarta tidak aman. Dan mereka mengharapkan kerusuhan besar,
public riots, di berbagai kota. Ini telah disambut di Makassar, Madura, Padang,
Medan, oleh sebagian kecil pendukung Prabowo.
Sementara Public Relations Jakarta, Anies digunakan seolah
orang baik. Nyatanya, dia yang memberitakan dengan gencar korban kerusuhan.
Bukan perusuh. Tewasnya preman kaleng ini disambut oleh Prabowo. Ini upaya
glorifikasi, agar rakyat marah.
Hal ini sudah ditambah dengan provokasi hoaks masjid diserang
di Petamburan, juga orang luka lama di-upload untuk menimbulkan keresahan. Agar
emosi rakyat tersulut. Prabowo pun mengucapkan belasungkawa menyambut informasi
PR Anies. Publik tidak melihat keculasan Anies ini.
Pelaku Kerusuhan
Unsur perusuh telah disiapkan. Para preman bayaran dari Jawa
Barat, unsur pengikut Garis di Jabar, operator di Jakarta telah tersedia. Para
preman antar kota dari Jatim, Madura, Padang, Palembang, Banten, Bekasi, Depok,
Tangerang dan Priangan telah dikontak. Rapi. Bayaran telah tersedia. Bukti yang
telah ditemukan oleh Polisi di Petamburan.
Perusuh dari Gerindra pun ikut. Ambulan pengangkut batu
ditangkap. Ratusan senjata tajam, bom molotov, busur, panah, uang kendaraan
telah disiapkan, dan ditemukan. FPI sebagai tuan rumah Petamburan telah siap.
Skenario yang dibangun adalah FPI diserang, pusat Islam diserang. Padahal yang
menyerang asrama Brimob adalah para perusuh, preman kaleng bayaran. Aktor
intelektual pun terendus.
Strategi Jokowi
Menghadapi grand design kerusuhan (mengarah ke pemberontakan
dan makar) yang disampaikan oleh BIN, TNI/Polri Jokowi mengambil langkah
strategis. Upaya mendalami gerakan intensif dilakukan. Fungsi intelijen
diaktifkan.
Jokowi melakukan instruksi operasi kontra-intelijen.
Informasi awal yang sangat rapi didalami. Para senior di bidang intelijen turun
gunung. Kelompok Marciano Norman, Muchdi PR, sampai AM Hendropriyono dan yang
lainnya bergerak cepat. Informasi untuk mengendus soliditas TNI/Polri menjadi
prioritas Jokowi.
Jokowi memahami jatuhnya eyang saya Presiden Soeharto, dan
juga warna di tubuh TNI muncul unsur-unsur seperti Wiranto, SBY, Sjafrie
Sjamsoedin, Prabowo, Sutiyoso, Agum Gumelar, untuk menyebut sebagiannya. Di
samping itu posisi Golkar dan organ Golkar di 1997-1998 yang sudah rapuh.
Parlemen jalanan berhasil membangun situasi.
Pemetaan kekuatan massa, proxy seperti menggeliatnya Cendana,
sebagai kekuatan ekonomi luar biasa, dilakukan untuk memotong dan mengetahui
sumber dana. Tidak ada pergerakan tanpa bayaran. Kasus Ahok dan 212 dan 411
dibohiri oleh antara lain unsur SBY – yang ingin menghancurkan Ahok, menaikkan
AHY, dan juga dukungan kalangan teroris (akan membom Istana ditangkap di
Bekasi), bandar narkoba (Freddy Budiman) dan gerakan khilafah HTI dan ISIS.
Konsentrasi dan lokasi massa pun dipelajari. Kolaborasi
pemanfaatan agama, Islam radikal, mengarah pada pemanfaatan masjid dan
orang-orang garis keras. Maka muncul masjid-masjid selain Masjid Sunda Kelapa
seperti masjid Cut Meutia, masjid-masjid PKS dan masjid Muhammadiyah.
Pemantauan dilakukan. Komunikasi perancangan kerusuhan pun diketahui. Cara
berkomunikasi lewat media dan media sosial diendus dengan cermat.
Faktor penyebaran hoaks pun dipotong oleh Jokowi. Kementerian
Kominfo yang dikuasai oleh PKS terpaksa menutup membatasi media sosial
Facebook, Twitter, Instagram, dan bahkan WhatsApp dan Telegram. Nomor-nomor
telepon legal dan ilegal dipantau ketat. Pemetaan selesai.
Jokowi diminta menelepon Prabowo. Jokowi tidak sudi. Karena
jika Jokowi menelepon Prabowo akan digambarkan sebagai kemenangannya. Akan
dituduhkan dan dipelintir Jokowi lemah. Kadang memang harus rendah hati.
Namun rendah hati di depan orang delusi tidak akan
bermanfaat. Maka Jokowi mengirim perantara untuk testing the water. Tak
terbayangkan malunya jika Jokowi yang datang sendiri lalu ditolak oleh kegilaan
politik kubu Prabowo.
Jokowi membiarkan dinamika politik. Kelihatan santai. Zig-zag
politik dia lakukan. Sambil menghormati Megawati, pendekatan ke AHY. Zulkifly
Hasan yang erat dengan konsesi hutan pun didekati. Konsesi posisi Ketua MPR tak
akan diberikan ke Zulkifly. Cukup menteri dari PAN. (Terlalu berbahaya di
periode kedua Jokowi memberi kursi ke PAN.) Kubu Prabowo rontok. Tersisa
Gerindra dan PKS serta partai gurem paria tanpa kasta. Praktis kekuatan Prabowo
tertumpu di kalangan Islam garis keras, FPI, dan HTI, serta PKS.
Begitu kekerasan muncul, Jokowi memeringatkan dengan tegas.
Itu dilakukan setelah seluruh dinamika politik dan keamanan mencapai titik
terang aksi rusuh, pemberontakan, kerusuhan dipadamkan dengan tegas. Setelah
bukti-bukti komunikasi kerusuhan terpetakan. Termasuk arah pendana, aktor
intelektual, dan pelaku kerusuhan teridentifikasi. Pernyataan Jokowi pun
sederhana dan tegas.
“Tidak ada ruang untuk para perusuh. Perusuh akan ditindak
tegas!” kata Jokowi di Istana Jakarta (22/5/2019).
Presiden Amerika Serikat Donald Trump memberikan dukungan
kepada Jokowi. Dukungan Amerika ini diwujudkan dengan signal Duta Besar Joseph
R. Donovan Jr. menghadiri acara dengan pengusaha di kawasan Sudirman-Thamrin.
Perhitungan politik matang itu membuatnya membuat keputusan
jelas dan percaya diri. Jokowi akan membabat seluruh upaya pemberontakan,
makar, kerusuhan dan kericuhan yang disusupi oleh ISIS, HTI, teroris, dan para
koruptor yang terusik oleh kebijakan Jokowi.