Kisah sebuah jemblem dan Pandangan al-Ghazali - Atorcator
Latest Update
Fetching data...

Minggu, Mei 19, 2019

Kisah sebuah jemblem dan Pandangan al-Ghazali

Ilustrasi foto (Masakan dapurku)
Penulis: Muhammad Nur kholis

Atorcator.Com - Suatu ketika saat penulis masih menapaki jenjang pendidikan Ibtidaiyyah, penulis pernah mendapatkan sebuah pelajaran tentang sebuah kebutuhan manusia terhadap karbohidrat untuk tetap kuat untuk melakukan aktivitas. Uniknya pelajaran ini penulis peroleh dari mata pelajaran Bahasa Indonesia, bukan mata pelajaran yang seharusnya membahas karbohidrat.

Kejadian ini penulis ambil ketika guru bahasa Indonesia mengajarkan materi tentang membaca cepat. Setelah materi disampaikan, guru memberikan sebuah teks yang harus dicatat dengan cara mendekte teks itu. Untuk selanjutnya, masing-masing siswa diminta membaca dengan cepat dengan baik di hadapan teman-teman sekelas. Kebetulan teks itu membahas pentingnya sarapan pagi.

Ketika guru itu mendikte, sesekali beliau menjelaskan maksud dari apa yang penulis dan teman-teman tulis. Selesai menulis, beliau memberikan sebuah contoh sederhana dan renyah untuk kami, para siswa yang masih dalam masa kanak-kanak cerna. Beliau mencontohkan sebuah jemblem yang dimakan oleh Budi (tokoh imajiner yang menjadi objek percontohan). Ketika Budi memakan Jemblem yang memiliki berat karbohidrat seribu gram di pagi hari, budi berjalan kaki menuju sekolah dengan kebutuhan karbohidrat sekitar 500 gram. Jadi sisa karbohidrat yang dimiliki oleh budi sekarang menjadi 500 gram.

Jadi bagaimana jika budi hanya memiliki 100 gram karbohidrat dan harus berjalan kaki menuju sekolah yang membutuhkan 500 gram dan tidak makan jemblem tadi? Pasti dia akan cepat lelah, merasa lapar, dan mungkin dia akan mudah tertidur di sekolah karena dia telah kehabisan karbohidrat

Kisah tentang jemblem inipun berlanjut ketika penulis menginjak dunia perkuliahan. Kisahnya lebih dalam dan bukan sekadar sarapan pagi dengan jemblem karena kebutuhan, namun lebih dari itu. Yaitu ketika penulis belajar kitab “Mursyidul Amin” yang dikarang oleh Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali atau Al-gazel dalam sebutan dunia Barat. Tepatnya ketika pembahasan tatakrama makan dan minum.

Di sana diterangkan bahwa makanan ataupun minuman harus suci dari hal-hal yang diharamkan oleh Allah baik cara memperoleh makanan ataupun minuman itu, ataupun wujud dari makanan atau minuman itu. Mengapa hal ini menjadi penting? Sebab makanan ataupun minuman yang tercemar oleh hal-hal yang diharamkan oleh Allah akan mempengaruhi aktivitas lahiriah dan bathiniah si pemakan.

Kembali ke jemblem yang dimakan oleh Budi yang memiliki karbohidrat dengan berat seribu gram tadi. Jika jemblem yang dimakan oleh Budi itu adalah jemblem hasil curian, boleh jadi Budi memiliki karbohidrat yang cukup untuk berjalan menuju sekolah namun ada pengaruh tersendiri bagi aktivitas lahiriah dan bathiniah Budi seperti dia malas untuk berjalan, tetap tidur di kelas meski sudah sarapan, tetap lemas dikelas, atau bahkan bisa jadi di dalam kelas dia tidak bisa menangkap pelajaran.


Terimakasih contoh Jemblemnya, Guru.