Penulis: Moh Syahri
Ada saja jamaah yang tidur saat khotib berkhotbah. Tapi memang kebanyakan tidurnya jamaah Jumat itu hampir sulit ditebak, karena posisi tidurnya itu duduk, seolah-olah kelihatan mendengarkan khotbah. Tak mungkin dia akan tidur terlentang ataupun tengkurap di masjid. Baru bisa dipastikan tidur jika ia sudah ngorok.
Bagi saya, khotbah Jumat adalah salah satu fase menyegarkan kembali pikiran umat Islam yang sebelumnya dedel-duel mengurusi pernak-pernik duniawi. Hari Jumat bisa menjadi oase, ajang instrospeksi. Lho terus gimana dengan yang tidur, mungkin dia gak butuh penyegaran karena gak dedel-duel ngurusi pernak-pernik duniawi, cukup dengan tidur nanti setelah bangun akan segar sendiri.
Awalnya saya biasa saja karena suara ngorok itu tidak begitu keras, mungkin hanya saya yang mendengar suara ngorok itu. Tapi lama kelamaan kok suara itu makin keras, saya yang pas berada di sebelahnya merasa risih. Ditambah lagi dengan kesinisan jamaah yang lain karena dianggap membiarkan jamaah yang tidur ngorok itu.
Khotbah yang dibacakan Khotib pada saat itu tidak seperti biasanya, lumayan lama. Saya yang pas berada di sebelah dia merasa ngantuk juga karena saking lamanya. Tapi saya tahan. Sekali-kali saya harus bisa menghargai Khotib yang sudah susah payah bikin tema khotbah.
Sedangkan orang yang di sebelah saya itu begitu pulas dengan ngorok-ngoroknya. Saya merasa tidak enak untuk membangunkannya, takut menyinggung perasaannya.
Tapi karena saya sudah jadi sorotan orang semasjid saya jadi tidak enak juga, saya terpaksa membangunkan dia dengan cara-cara yang halus nan elegan. Tidak dengan kontak fisik. Saya mencoba dengan mengetuk atau ngerol kupingnya dengan ucapan "Allah", berkali-kali saya lakukan tapi belum berhasil.
Saya hampir putus asa bagaimana cara membangunkan bapak itu. Dan pada akhirnya saya mencoba dengan cara lumayan ekstrim (bukan kontak fisik), cara yang sama yaitu mengetuk/ngerol kupingnya dengan ucapan "Gempa pak", Alhamdulillah wasyukurillah wanikmatillah. Hanya dengan sekali ketukan dan itupun dengan suara yang lirih, bapak itu langsung bangun dengan wajah yang polos, kaget, dan mangap-mangap.
Saya berharap sekali, semoga bapak itu tidak tahu siapa yang mengucapkan itu. Dan ketika saya melihat wajah bapak tersebut, seolah dia sedang menerima atau mendengar khotbah gempa dari sang khotib. Alhamdulillah. Dari wajahnya sama sekali tidak menggambarkan kecurigaan pada saya.
Baca Seperti Apa Peran Citizen Journalism di Era Milenial?
Fenomena ngantuk bahkan sampai ngorok saat khotbah berlangsung bukan perkara spontanitas, bukan karena tema khotbahnya yang kurang enak, apalagi karena takmir masjidnya yang kurang kreatif, tidak senyum dan masang muka cemberut. Tidak. Rasa ngantuk itu datang kadang memang ketika kita masih di rumah, di kamar, atau di kost. Lebih-lebih ketika menjelang shalat Jumat.
Hampir mustahil jika tidak menemukan jamaah jumat tidak ngantuk ketika khotbah. Saya rasa tidak perlu lah takmir harus menyediakan kopi hanya dengan tujuan untuk mengurangi jumlah jamaah yang sengaja memindahkan waktu bobok siangnya di masjid sambil (pura-pura) mendengarkan khutbah. Cukup lawan rasa ngantuk itu dengan komitmen yang kuat untuk tidak ngantuk. Insyaallah.
Saya yang sudah berkali-kali pindah tempat, dari Sumenep, Jogja, Semarang, sampai Malang fenomena seperti itu tetap tak bisa hilang dalam kebiasaan saya. Saya baru sadar bahwa Tuhan menyebar setan itu tidak hanya di diskotik, di masjid pun ada.
Lho masak di masjid ada setannya? Tidak percaya!!! Setan itu bisa berwujud apa saja tak terkecuali bisa nyamar jadi manusia. Tapi gambaran sederhananya seperti ini, ketika shalat kalian pasti ingin sekali khusyuk, tapi apa faktanya, hampir mustahil tidak bisa khusyuk 100 persen, ingat pekerjaan lah, ingat hutang lah, semua muncul diingatan tanpa diduga-duga. Itu godaan setan.
Sepertinya setan memang memiliki scheduling khusus untuk menggoda manusia. Kapan jadwal membuat manusia ngantuk yang bukan tempatnya dan kapan membuat orang terpesona dengan keindahan dunia yang berlebihan. Dan mari kita buat scheduling tandingan untuk melawan para setan itu dengan cara mengatur waktu tidur yang tepat.
Dan yang terkahir, jika kita terpaksa harus menjadi orang ngantukan plus suka ngorokan, maka ingatlah soal bahaya tidur ngorok (Sungguh berbahaya) sampai ada artikel dengan judul “Tidur Ngorok Itu Bukan Tanda Tidur Pulas Karena Kamu Bisa Saja Bangun di Akhirat” ihhhh ngerri. Dan ingat itu masjid bukan rumahmu.
Wallahu'alam
Sumber foto: nu.or.id