Oleh: Fauzy Adang
"Jangan serahkan kami kepada
mereka yang tak memiliki kasih sayang kepada kami dan anak cucu kami. Jangan
tinggalkan kami dan menangkan kami. Jika engkau tidak menangkan, kami khawatir
ya Allah kami khawatir tak ada lagi yang menyembahmu."
Banyak yang mengutuk kepada Neno
Warisman lantaran dianggap telah memaksa Allah lewat doa yang dipanjatkan
kemarin, dalam acara munajat 212, di monas.
Jika kita dengar dengan khusyu,
memang secara tekstual doa beliau terkesan memaksa. Akan tetapi doa Neno Warisman
mengingatkan kepada kisah doa Nabi saat perang badar.
Tatkala itu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat kaum musyrikin dan mereka berjumlah
seribu orang sedangkan para sahabatnya berjumlah tiga ratus sembilan belas
orang, lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadap ke kiblat, lantas
mengangkat kedua tangannya, berdo’a kepada Rabbnya:
Ya Allah, penuhilah bagiku apa
yang telah Engkau janjikan kepadaku, ya Allah, datangkanlah apa yang telah
engkau janjikan kepadaku, ya Allah, jika Engkau hancurkan kelompok Ahlul Islam,
Engkau tidak akan disembah di muka bumi ini.”
Sampai terjatuh selendangnya dari
kedua bahunya, Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu pun datang dan mengambil
selendangnya lalu memasangkan kembali di atas pundaknya dan menguatkan di
belakangnya sambil berkata, “Wahai Nabi Allah, cukuplah permohonanmu kepada
Rabbmu, sesungguhnya Dia akan memenuhi bagimu apa-apa yang telah dijanjikan
kepadamu.” Hingga turunlah ayat:
“(Ingatlah), ketika kamu memdhon
pertolongan kepada Rabbmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: “Sesungguhnya Aku
akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang datang
berturut-turut.” (QS. al-Anfal/8: 9).
Baca juga: Doa Neno Warisman Mencoba Mengatur
Maka, dengan turun ayat tersebut,
justru telah mengisyaratkan Allah menghendakinya. Jadi diksi-diksi yang
diucapkan Neno dalam kaidah-kaidah berdoa masih sah-sah saja tuh, doa seperti
itu bisa dikatagorikan doa Istighosah.
Namun pertanyaanya atas dasar apa
Neno Warisman berdoa begitu? apakah landasan politik? atau pure kehawatiran?
Saya paham surplus kejadian yang
di era pemerintahan Jokowi, bagi beberapa muslim, pemerintahan sekarang sungguh
terasa tendensius. Mungkin seperti perkara-perkara kriminalisasi ulama,
prilaku-prilaku mereka yang dirasa aneh - kontradiktif bagi umat islam, yang
puncaknya saat misteri orang gila yang menyerang para ustad secara masif di
Jabar.
Tapi semua itu masih bisa
diperdebatkan, apakah benar ulah pemerintahan Jokowi atau bukan, sebab tidak
ada investagasi atau penelitian yang mendalaminya, yang membuat soal ini masih
tetap menggantung, akhirnya kita hanya mengadalkan intuisi saja; maksud saya
gaya orang islam tidak main asal simpulkan belaka, Allah senantiasa mengajarkan
kita agar selalu objektif dalam menilai setiap masalah,
Jadi saya kira Neno Warisman
terlalu menjustifikasi Jokowi, kan kita tidak tahu hati seseorang - hanya Allah
yang tahu, jangan sampai kita terlalu tenggelam dalam suhu panas politik ini
Kalo saya mending fokus saja dulu membangun pondasi ukhwah islamiyah, ukhwah
insaniyah, dan human development index sebagaimana visi Alqur'an kita. Nah
nanti kalo Jokowi - misal - mulai terangan-terangan nyerang, baru deh kita
pasang badan.
Selengkapnya di sini
Sumber Foto: Tirtto