Penulis: Moh Syahri
Fenomena yang terus menggeliat ke permukaan saat ini yaitu pejuang kebanggan kalimat tauhid yang ditulis di sebuah bendera. Beberapa hari yang lalu dalam satu pengajian di kabupaten Sumenep yang diisi oleh dai kondang kontemporer Ustadz Haikal Hasan mengundang banyak atribut bertebaran hingga tak lepas dari kibaran bendera tauhid yang warnanya hitam dan putih.
Fenomena yang terus menggeliat ke permukaan saat ini yaitu pejuang kebanggan kalimat tauhid yang ditulis di sebuah bendera. Beberapa hari yang lalu dalam satu pengajian di kabupaten Sumenep yang diisi oleh dai kondang kontemporer Ustadz Haikal Hasan mengundang banyak atribut bertebaran hingga tak lepas dari kibaran bendera tauhid yang warnanya hitam dan putih.
Bahkan tidak ada sama sekali bendera merah-putih bertebaran
ditempat itu yang seharusnya menjadi identitas kebanggaan kita sebagai warga
negara Indonesia. Sebenarnya tidak ada masalah. Akan tetapi jika atribut atau
bendera tauhid terus dijadikan simbol kesalehan dan keimanan seseorang bahkan
dikatakan pejuang Islam tulen, saya rasa salah besar dan tidak tepat.
Baca juga: Yang Beda Tidak Harus Dikungkung
Sebab di balik bendera itu, seperti yang sudah kita ketahui bersama
ada kesalahan fatal atas maksud apa yang mereka usung. Memuat visi misi yang
membuat bangsa hancur dan berpecah.
Ada banyak kejanggalan yang terlihat atas kelompok yang bernaung
dibawah pejuang kalimat tauhid itu. Maka disinilah kekhawatiran Imam Ar-Razi
sehingga mengatakan:
إذا كان أخرالزمان فليس لشيئ من الطا عات فضل كفضل لاإله إلا الله لأن
صلاتهم وصيامهم يشوبهما الرياء والسمعة وصدقاتهم
يشوبها الحرام ولا إخلاص فى شيئ منها أما كلمة لا إله إلا الله فهي
ذكر الله والمؤمن لا يذكر هاالا عن صميم قلبه
"Ketika sudah sampai pada akhir zaman, tidak ada yang lebih
utama dari Lailaha illah, karena shalat dan puasa mereka tercampur dengan sifat
riya' (haus pujian) dan pamer, sedekah tercampur dengan barang haram dan sama
sekali tidak ikhlas. Maka kalimat Lailaha illah adalah upaya untuk
mengingat Allah, sedangkan orang mukmin tidak bisa mengingat Allah kecuali
dengan hati yang bersih atau suci".
Belakangan ini banyak pemandangan tidak elok yang terjadi atas
orang yang katanya memperjuangkan kalimat tauhid, shalat yang seharusnya di
masjid malah dilakukan di jalanan, sedekah yang seharusnya diam-diam malah
justru sibuk mencari sorotan media.
Baca juga: Belajar Dari Alumni Gontor Ponorogo
Atas dasar ini, bahwa keutamaan kalimat tauhid atau kalimat Lailaha
illah bukan terletak pada bendera tapi terletak pada kebersihan atau
kesucian hati seseorang untuk mengingat Allah. Lantas bagaimana mungkin akan
mengingat Allah sementara hati dipenuhi rasa benci, dendam pada seseorang.
Semoga hati kita selalu mengingat Allah SWT. Amien
Wallahu a’lam
Sumber Foto: Detiknews.com
Baca juga: Berilmu Tapi Tidak Bijak, Oh No