Santri Kiri : Ideologi Pengganti Nasakom - Atorcator
Latest Update
Fetching data...

Sabtu, Januari 05, 2019

Santri Kiri : Ideologi Pengganti Nasakom

santri harus selalu optimistis


Sebagai golongan yang juga pernah ikut andil dalam sejarah perjuangan Nusantara, nampaknya untuk hari ini golongan ini sedikit lalai dan cendering pasif untuk terus mengawal kemerdekaan serta tujuan Negara ini merdeka. Golongan ini rata-rata cukup merasa bangga jika golongan mereka terwakili oleh satu atau dua orang saja dalam pentas memperjuangkan tujuan Negara ini merdeka.



Apa jangan-jangan kita lupa untuk apa kita memerdekakan Negara ini?. Selain untuk memperjuangkan syariat, kita juga mempuanyai tujuan lain. Kita masih mempunyai segudang pekerjaan rumah yang masih belum terselesaikan. Apakah segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia sudah terlindungi?. Dari jajahan fisik mungkin iya, namun bagaimana dengan jajahan secara ekonomi?. Apakah kesejahteraan bangsa kita sudah maju dan merata? Untuk sebagian kaum borjuis, tidak perlu ditanyakan lagi, bagaimana dengan kaum buruh dan petani?. Masih yakin untuk terus berdiam diri dan berkata “NKRI harga mati!”
Begini, saat ini kita sedang dihadapkan pada sebuah zaman dimana arah pembanguan Negara kita ini cenderung kearah materialistik dan tentu saja modernisme yang cenderung kearah kapitalistik. Hal ini sangat berdampak pada kita secara kultural. Betul memang, secara institusional kaum santri nampaknya memperoleh kenyamanan dengan adanya hari santri dan terdengar adanya wacana untuk membentuk sebuah kementrian baru yang secara khusus menangani kaum santri. Tapi dalam masalah kultural, kita sudah sangat melemah dan nampaknya ada perubahan kultur dari kaum kita.

Dulu kaum santri sangat berdedikasi untuk turut memperjuangkan islam dalam bingkai moralitas, tapi sayangnya dengan adanya perubahan arah pembangunan  ditambah arus globalisasi yang sangat cepat, kultur itu berubah secara perlahan. Kita, kaum santri, nampaknya tengelam dan kolaps untuk mengahadapi ini semua.



Perubahan arah pembangunan, juga sangat berdampak pada rakyat. Banyak orang-orang proletar yang tertindas. Masihkah diam itu mas? Jangan hanya diam dan menari-nari di atas penderitaan orang lain. Kepedulian sosial kita sebagai santri juga harus ditumbuh-kembangkan.

Jika kita hanya diam sedangkan dari sisi kultural kita diserang dan ruang gerak kultural itu semakin sempit, akan punah kita saudara. Kalau kita punah, siapa yang akan memekikkan “NKRI harga mati” lagi nanti?


Untuk itu, saya ingin menawarkan sebuah Paradigma baru untuk perjuangan kita. Kita tahu bahwa santri memiliki sebuah semangat nasionalisme yang tinggi dan saya rasa ini tidak perlu dipertanyakan lagi. Sebagai kaum santri yang cukup intensif dibimbing secara ruhaniyah, dua puluh empat jam digembleng tentang agama oleh kiai, saya rasa santri sudah sangat islami dan tentu saja wajib adanya. Nah, permasalannya adalah, salah satu cara terbaik untuk menaklukkan kaum kapitalis ini adalah dengan melawannaya dengan ideologi komunisme. Sedangkan kita tahu bahwa kaum santri masih memiliki trauma emprik dengan kata komunisme ini.



Tapi tidak apa-apa, dengan bumbu-bumbu menegakkan keadilan dengan bijaksana dan dengan secara perlahan kita doktrin ideologi-ideologi komunisme mungkin suatu saat kita akan berhasil membiasakan santri untuk tidak kaget akan kata Komunisme.

Ketika ketiganya sudah berpadu, dan saling memberikan ruang antara paham yang satu dengan yang lain, nasionalisme, islamisme, komunisme, dan sudah ada dalam jiwa seorang santri, maka dengan itu, saya katakan ideologi ini dengan nama Santri Kiri (ideologi yang dianut oleh santri kiri)

Ini berbeda dengan konsep Nasakomnya Bung Karno sebab kata gusdur munculnya konsep Nasakom ini dilator belakangi oleh kekhawatiran Bung Karno atas perpecahan bangsa yang pada saat itu kekuatan politik di Indenesia ini tersentralisasi pada tiga partai besar; Nasionalis, Islamis, dan komunis. Dan sekarang tentu saja berbeda latar belakang.


Jadi bagaimana seharusnya ideologi Santri Kiri ini diterima dan dijalankan?

sumber foto : liputan6.com


Baca juga: Santri dan Gorengan