Megawati vs Golput, Benarkah Golput Itu Pengecut? - Atorcator
Latest Update
Fetching data...

Selasa, April 02, 2019

Megawati vs Golput, Benarkah Golput Itu Pengecut?

newsgorontalo

Penulis: Haryo Setyo Wibowo


Atorcator.Com - "Golput itu pengecut, tidak punya harga diri, tidak usah jadi WNI" (Megawati, Solo 31 Maret 2019)

Hanya tersisa satu rumah, keluarga kami, saat penduduk di kampung kami umumnya memilih Golkar atau minimal mengaku memilih P3 untuk menunjukkan perlawanan. Masih bisa selamatlah kalau PPP, setidaknya mewakili partai islam.

Budhe, demikian biasa kami memanggil nenek, setiap saya tanya soal pemilu menjawab, "dulu PNI, sekarang PDI. Aku ra seneng karo Pak Harto."

Nyaring, tegas, dan jelas! Saat PDI selalu jadi juru kunci, kami sudah bersama mereka. Kami ada di saat-saat partai tersebut mengalami segala kesulitan dan kesempitan.

Keluarga kami memang umumnya fanatik dengan marhaenisme, baik dari pihak Bapak maupun Ibu. Sama saja!

Pemilu pertama yang saya ikuti pun memilih partai ini. Seolah untuk menegaskan bahwa Sukarnois, anak turun PNI harus milih PDI. Itu pikiran saya dulu, juga pikiran-pikiran sepupu saya tanpa perlu didoktrin. Mengalir!

Ada potongan peristiwa yang tidak akan pernah saya lupakan. Di masa kecil, almarhumah Mbak Harsi, sepupu dari pihak bapak, mengajari bikin potongan kepala banteng dari kardus yang diberi rangka lidi tiap musim pemilu tiba. Bagus sekali.

Jauh sebelum orang omkng NKRI harga mati secara murah, saya sudah pernah berjanji pada diri sendiri untuk loyal dengan partai ndas banteng sampai kapan pun. Tapi kelak itu saya batalkan. Saya mencabut kepercayaan yang saya berikan.

Pada prinsipnya saya percaya bahwa setiap orang sanggup memimpin satu negara, sepanjang diberi mandat oleh rakyat. Sungguh pun itu seorang Megawati?

Ya. Walau pun dia seorang ibu rumah tangga, walau pun dia tidak punya pengalaman mengelola unit pemerintahan terkecil sekali pun, dan walau pun dia hanya seorang perempuan yang kebetulan anak laki-laki yang pernah menjadi tokoh paling berpengaruh di Indonesia, Soekarno!

Modal kami para pendukungnya tipis sekali. Toh langsung maupun tidak PDI bisa meroket menjadi pemenang pemilu dan mengantarnya untuk pertama kali seorang perempuan jadi presiden negeri sebesar Endonesa. Pendek kata, kami mendukungnya walau pun kompetensinya terbatas.

Kami para pendukungnya ini kan terbiasa tutup mata. Bagaimana pemerintahannya banyak menjual aset dan salah dalam menetapkan formulasi harga SDA seperti kontrak penjualan jangka panjang gas tangguh yang sangat merugikan.

Jadi kalau sekarang seorang Megawati berbicara soal harga diri, saya mau ngomong apa? Biasa saja. Tidak menyesal juga pernah ikut memilihnya. Justru yang bermasalah adalah dirinya, bagaimana dia bisa mengatakan para golput tidak layak menjadi WNI? Sementara dalam setiap pidatonya menggelorakan Merdeka 3x.

Merdeka... merdeka... merdeka...

Hal mendasar dalam demokrasi tidak memahami kok bicara merdeka.


Mat Dogol
Pernah memilihmu


(Sumber Status Facebook Haryo Setyo Wibowo)


Baca juga