Agustus 2019 - Atorcator
Latest Update
Fetching data...

Sabtu, Agustus 31, 2019

Ketika Sepasang Suami Istri Nasrani Membela Cucu Nabi Muhammad dari Musuhnya

Ketika Sepasang Suami Istri Nasrani Membela Cucu Nabi Muhammad dari Musuhnya

Penulis: Sherif Mohsin
Sabtu 31 Agustus 2019

Atorcator.Com - Pemuda itu bernama Wahab. Baru beberapa hari ia menikah dengan Haniyah. Wahab hidup bersama ibu dan istrinya. Mereka berasal dari kabilah Bani Kalb yang beragama Kristen. Ketika rombongan Imam Husein as melewati tempat bernama Tsa'labiyah, nampak sebuah kemah kecil dan sederhana di kejauhan sana. Imam Husein bertanya, "Siapa yang mendirikan kemah di tengah padang pasir ini? Mungkinkah dia memerlukan bantuan?"

Beliau segera memacu kudanya menuju kemah itu. Di sana, beliau bertemu dengan wanita tua yang sedang duduk menanti datangnya seseorang. Imam menanyakan kesendirian perempuan itu. Ia menjawab, "Aku sedang menantikan putraku, Wahab. Kami hidup di kemah dan berpindah-pindah tempat. Kemah ini milik anakku. Ia pemuda yang gagah berani dan baru saja menikah. Ia sedang pergi ke tengah gurun bersama istrinya, Haniyah. Tak lama lagi mereka akan kembali."

Imam Husein as bertanya lagi, "Adakah yang bisa saya bantu?"

Wanita tua itu menjawab, "Aku haus. Persediaan air kami sudah habis."

Imam Husein sejenak memerhatikan tempat itu. Beliau menyingkirkan batu-batuan yang ada di sekitar itu. Mendadak mata ibu Wahab menyaksikan sebuah mata air yang jernih di depannya. Imam mengambil air itu dengan sebuah wadah lalu menyerahkannya kepada ibu Wahab yang masih terheran-heran. Setelah meminum air itu, dia bertanya, "Siapakah engkau dan apa yang kau lakukan di gurun ini?"

Imam Husein menjawab, "Aku Husein, cucu Nabi dan anak dari putri utusan Allah. Aku sedang menuju Karbala. Sampaikan salamku kepada anakmu dan katakan kepadanya bahwa putra utusan Allah yang terakhir memintanya untuk ikut menolongku."

Kafilah Imam Husein bergerak meninggalkan tempat itu. Ada perasaan yang aneh di hati ibu Wahab. Pandangan Husein bin Ali dan kemurahan hatinya tak bisa lepas dari pikirannya. Saat Wahab datang, wanita tua itu menceritakan kedatangan Imam Husein dan pesan beliau kepadanya. "Anakku, jika kau mau menyertainya, bawa aku bersamamu," kata sang ibu.

Wahab seakan tak percaya dengan apa yang ia dengar. Ia bertanya, "Ibu, siapakah yang bersamanya?" Ibu Wahab menjawab, "Ia bersama rombongan kecil termasuk anak-anak dan perempuan."

Pemuda itu langsung teringat akan pasukan besar pimpinan Umar bin Saad yang ia lihat di Nukhailah beberapa hari lalu. Ia mendengar bahwa ribuan orang itu sedang bergerak untuk membantai Husein bin Ali. Wahab melihat sumber air yang dengan karamah Imam Husein muncul di dekat kemahnya. Ia sudah sering mendengar kebesaran dan kemuliaan Imam Husein as. Wahab yakin bahwa cucu Nabi itu adalah hujjah Allah di atas bumi. Iapun memutuskan untuk memenuhi panggilan Imam Husein.

Kepada istrinya, Wahab menjelaskan apa yang ia putuskan. Mendengar itu, Haniyah tertegun dan berkata, "Bawa aku bersamamu. Aku tak bisa hidup tanpamu."

Wahab tak kuasa menolak keinginan ibu dan istrinya untuk bersamanya menyertai kafilah Imam Husein. Malam hari, ketiga orang itu bergerak menuju Karbala melalui jalur yang sulit. Mereka akhirnya berhasil menyusul rombongan keluarga Nabi. Melihat pemuda gagah dari kabilah Bani Kalb itu, Imam Husein menyambut dan merangkulnya.

Hari Asyura pun tiba. Pertempuran tak seimbang sudah dimulai. Wahab mendatangi kemah ibunya untuk mengucapkan salam perpisahan. Sang ibu berkata, "Anakku! Kau tentunya tahu hak besar ibu atas anaknya. Ibulah yang telah mengalami kesulitan besar saat membesarkan anaknya. Masa mudaku telah kulewatkan untuk mengasuh dan membesarkanmu. Menatapmu memberi ketenangan tersendiri di hatiku."

Air mata menetes dan isakan tangis mengikuti kata-katanya. Haniyah berpikir, ibu Wahab hendak mencegah anaknya bertempur dan mati di medan laga. Sang ibu melanjutkan, "Untuk membalas semua derita yang kualami dalam mengasuhmu aku hanya punya satu permintaan. Aku mohon, supaya kau pergi ke medan tempur dan mengorbankan dirimu untuk Husein."

Wahab bangga mendengar kata-kata itu. "Ibu, inilah yang aku inginkan. Aku akan segera pergi ke medan perang untuk mempersembahkan jiwa dan ragaku," ujarnya.

Haniyah yang sebelumnya hanya menyaksikan percakapan itu ikut menyela. "Aku juga punya satu permintaan," katanya. Haniyah melanjutkan, "Bawa aku menghadap junjunganmu. Aku minta kau berjanji kepadaku di depan beliau."

Ketiganya lalu mendatangi Imam Husein. Kepada sang Imam, Haniyah berkata, "Suamiku berniat terjun ke medan laga. Aku minta ia berjanji di depanmu untuk tidak meninggalkanku di hari kiamat kelak."

Di depan Imam, Wahab mengucapkan janji seperti yang diminta istrinya. Setelah mendapat izin dari Imam Husein, pemuda itupun pergi ke tengah medan. Postur tubuhnya yang tinggi besar dengan lengan yang kokoh dan dada yang bidang membuatnya berbeda dengan kebanyakan orang di padang itu. Wahab menyerbu pasukan musuh. Sabetan pedangnya membuat musuh tercerai berai. Semakin banyak prajurit lawan yang mengepungnya. Kepunganpun kian ketat. Wahab roboh dengan satu tangan yang terpisah dari badannya. Melihat itu Haniyah segera berlari ke arah suaminya dengan berbekal kayu penyangga kemah. Tiba di sana, Wahab sudah kehilangan kaki. Haniyah duduk bersimpuh di sisi suaminya. Tangannya membelai dan membersihkan wajah Wahab dari darah yang membasahinya.

"Suamiku, selamat atasmu karena surga yang telah kau raih. Kau korbankan nyawamu membela orang-orang suci. Ku mohon kepada Allah untuk membawaku bersamamu," kata Haniyah.

Haniyah mengucapkan kata-kata duka menyayat hati yang bahkan mengguncang hati pasukan musuh. Umar bin Saad memerintahkan pasukannya untuk menghentikan senandung duka istri Wahab. Tiba-tiba seorang dari pasukan Syimr datang mengayunkan pedang ke arah tubuh perempuan itu. Haniyah memekik, dan ia pun gugur syahid bersama suaminya.

Beberapa saat setelah itu, pasukan musuh memenggal kepala Wahab dan melemparkannya ke perkemahan Imam Husein. Ibu Wahab mengambil kepala putranya itu lalu mencium keningnya. Semua mata menyaksikan pemandangan itu. Mendadak wanita tua itu bangkit membawa kepala anaknya lalu melemparkannya ke tengah medan sambil berseru, "Kami tak pernah mengambil lagi apa yang sudah kami berikan di jalan Allah."

Ia lalu bergerak ke tengah medan sambil berkata, "Walaupun tua dan lemah tapi selama ada nyawa aku siap membela putra Fatimah."

Imam Husein memerintahkannya untuk kembali ke kemah. Kepadanya Imam berkata, "Semoga Allah membalas budi baikmu dengan pahala yang besar atas pembelaanmu untuk Ahlul Bait Nabi. Tak ada kewajiban bagimu untuk berjihad."

Kata-kata Imam Husein membuat hatinya tenang. Surga merindukan kedatangan Wahab dan istrinya. [Source:Status Facebook Sherif Mohsin]
Read More
Mengalah Adu Gulat Demi Dzuriat Rasulillah

Mengalah Adu Gulat Demi Dzuriat Rasulillah

Penulis: Ust. Miftah el-Banjary
Sabtu 31 Agustus 2019

Atorcator.Com - Di Irak, ada seorang pegulat terkenal dan tangguh yang tak terkalahkan. Namanya Abu Qasim. Tak seorang pun mudah mengalahkan Abu Qasim, sehingga sulit mencari lawan tandingnya.

Suatu hari, sang Raja mengadakan sayembara adu gulat dengan hadiah besar melawan pegulat tangguh, Abu Qasim. Seorang lelaki tua, mendaftarkan dirinya sebagai lawan gulat menantang Abu Qasim.

Pada hari H pertandingan, Abu Qasim dengan gagahnya dielukan-elukan pendukungnya. Abu Qasim maju ke arena pertandingan. Tak dinyana, sebelum pertandingan, lawan tarungnya berkata:

"Wahai Abu Qasim, aku tahu engkau seorang pegulat tangguh yang tak sembarang orang mudah mengalahkanmu. Tapi kali ini mengalahlah demi keadaanku?!"

"Apa maksudmu, tanya?" Abu Qasim keheranan.

"Begini, aku adalah seorang dzuriat keturunan Rasulullah. Aku dan keluargaku hidup dalam serba kekurangan. Kami kelaparan. Begitu mendengar ada sayembara yang menjanjikan hadiah besar dari sang Raja, aku nekat mengikutinya, sebab keluargaku tertimpa musibah. Aku memohon, agar engkau bersedia mengalah untukku kali ini saja!"

Mendengar penuturan tulus itu, Abu Qasim terenyuh. Kecintaannya yang besar terhadap Rasulullah mengalahkan rasa ego dan reputasi kariernya yang bersinar cemerlang.

"Baiklah, aku akan mengalah, demi cintaku pada datukmu!" sahut Abu Qasim.

Pertandingan dimulai, baru di ronde pertama, Abu Qasim pegulat tangguh itu bertekuk lutut menyerah kalah. Semua penonton keheranan. Bagaimana sang pegulat tangguh kalah bertarung dengan lelaki tua yang tampak tak berdaya?

Akhirnya, hadiah itu diserahkan pada seorang sayyid yang tua itu demi membantu keluarganya yang sedang tertimpa musibah.

Hingga sang Raja pun sontak merasa tak percaya apa yang dilihatnya. Sang Raja memanggil Abu Qasim dan menanyakan perihal kekalahannya. Abu Qasim menjawab, "Aku memang sengaja mengalah demi cintaku terhadap datuknya!"

Pada malam harinya, Abu Qasim bermimpi bertemu dengan Rasulullah. Dalam mimpinya, Rasulullah mendekap dan mencium Abu Qasim seraya berkata:

"Abu Qasim, lantaran engkau telah menolong cucuku, aku mencintaimu dan Allah pun mencintaimu. Sejak malam ini, Allah angkat derajatmu menjadi wali-Nya, waliyun min auliaillah, golongan para kekasih Allah."

Begitulah awal kisah seorang bernama Abu Qasim yang kemudian dikenal sebagai seorang wali dan sufi kenamaan dengan sebutan Imam Junaid al-Baghdadi.

Semoga hati kita dicintakan dengan ahlu bait Nabi dan kita bukan menjadi pengikut kelompok-kelompok yang di dalamnya terdapat orang-orang yang selalu menebarkan kebencian serta fitnah terhadap para habaib dan ahli dzuriat nabi dengan alasan apa pun itu.

Sebab Allah Swt sendiri telah memuliakan datuk mereka, Rasulullah. Di dalam al-Qur'an, Allah berjanji mensucikan keadaan mereka.

Siapa lah kita dibanding mereka, selain mencintai mereka demi kecintaan totalitas pada datuknya, Rasulullah shallallahu aalaihi wassalam.

Wallahu 'alam.
Read More

Jumat, Agustus 30, 2019

Hijrah Bukan Seperti Belah Bambu

Hijrah Bukan Seperti Belah Bambu

Penulis: Robikin Emhas
Sabtu 30 Agustus 2019
KH. Robikin Emhas
Atorcator.Com - Satu 1 Muharram sebagai patokan awal penanggalan Islam, merujuk pada peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah pada 622 M. Peristiwa hijrah menjadi patokan sebab peristiwa ini menjadi tonggak sejarah penting perkembangan peradaban Islam hingga menyebar ke seluruh muka bumi.

Namun setelah terjadi peristiwa fathu Makkah pada 630 M, semangat yang melatari hijrah praktis berakhir. Kota Mekkah yang sebelumnya ditinggalkan karena dianggap tidak ramah bagi dakwah Islam, berubah karena kemuliaan akhlak Nabi Muhammad. Penduduk quraisy yang lekat dengan kesombongan masa jahiliyah tidak dipersekusi, tapi justru dilindungi. Inilah spirit baru ‘pasca’ hijrah.

Hijrah lalu diartikan sebagai perjuangan meninggalkan hal-hal buruk ke arah yang lebih baik. Hijrah dalam konteks ini adalah sebuah proses menjalani kehidupan. Sebuah perjalanan kehambaan yang senantiasa membutuhkan panduan, keteguhan, dan Istiqomah. Hijrah tidak diredusir maknanya menjadi idiom simbolik dengan berhijab misalnya.

Menyambut dan merayakan Tahun Baru Islam 1441 Hijriyah yang bertepatan 1 September 2019:

Pertama, mari kita jadikan momentun untuk memperbaiki kualitas kehambaan kita di hadapan Allah SWT. Sudahkah kita menanamkan aqidah dengan benar, melaksanakan ibadah dengan baik dan menunjukkan perangai yang beradab?

Kedua, kita jadikan mementum memperbaiki kualitas kemanusiaan kita. Sudahkah kita mengamalkan konsep persaudaraan sesama manusia tanpa memandang suku, agama dan jenis identitas lain sebagaimana diajarkan Kanjeng Nabi? Sudahkah kita peduli pada tetangga, sanak keluarga, dan saudara-saudara kita sebangsa, setanah air dan sesama warga dunia?

Untuk saudara-saudara seiman, kami ingin saling mengingatkan. Menjadi hamba yang baik adalah proses kehambaan yang terus menerus, berkelanjutan dan tiada berujung. Menjadi baik itu satu hal. Tapi istiqomah dalam kebaikan itu juga satu hal tersendiri, yang tidak mudah. Namun harus terus diikhtiarkan.

Menjadi hamba-hamba pilihan, atau yang dalam Al-Qur’an diidealkan dengan sebutan ulul albab, bukanlah proses sederhana. Ia bukan persoalan dua kutub yang bisa ditunaikan cukup dengan ‘hijrah’ dari satu kutub ke kutub lainnya. Harus itiqomah dalam jenis kebaikan satu dan meraih jenis kebaikan lain tanpa meninggalkan kebaikan sebelumnya. Bukan seperti membelah bambu, sebagian diangkat sebagian lainnya diinjak, yang satu dijunjung tinggi sisanya direndahkan. Atau pergi ke suatu tempat dengan meninggalkan tempat sebelumnya. Bukan, bukan seperti itu.

Menjadi hamba pilihan adalah sebuah perjalanan. Ia membutuhkan tahapan-tahapan. Dilakukan dengan niat yang bersih dan panduan ilmu.

Mari kita sambut 1 Muharram 1441 Hijriyah dengan semangat baru. Mari perkuat aqidah kita tanpa merendahkan pemeluk agama lain. Kita tingkatkan kualitas ibadah kita dengan tetap menghormati mereka yang berbeda jenis peribadatannya. Mari kita jadikan kuatnya aqidah dan meningkatnya kualitas ibadah sebagai sarana untuk meningkatkan harkat dan martabat kemanusiaan bagi seluruh umat manusia.

Peringatan 1 Muharam 1441 Hijriyah, kita jadikan pula sebagai momentum untuk memkokoh relasi harmonis antara agama dan negara. Agama tidak perlu dibenturkan dengan negara, begitu juga sebaliknya. Karena kedua bisa seperti dua sisi mata uang.

Kami juga memberi perhatian terkait memanasnya kasus bernuansa rasial di Papua. Di momentum yang baik ini, saya mengajak semua pihak. Mari kita teguhkan kembali sikap saling menghargai dan saling menghormati sesama anak bangsa. Peristiwa yang memicu ketersinggungan saudara-saudara kita di Papua merupakan sebuah ujian berbangsa yang harus dihadapi serta disikapi secara tenang dan dewasa.

Saya merasa perlu mengingatkan kepada semua, sesama anak bangsa, bahwa persatuan dan kehidupan harmoni adalah kebutuhan semua warga bangsa. Suatu kebutuhan kodrati layaknya setiap individu manusia membutuhkan oksigen, makanan dan minuman.

Selamat Tahun Baru, 1 Muharam 1441 Hijriyah

Salam,
Robikin Emhas Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)
Read More
Ibnu Arabi dan Santri yang Ragu dengan Cerita Kyai

Ibnu Arabi dan Santri yang Ragu dengan Cerita Kyai

Penulis: Muhammad Nur Khalis
Jumat 30 Agustus 2019

Atorcator.Com - Beberapa kali mungkin diantara para santri yang pernah mengaji kepada kyainya pernah mendapatkan sebuah motivasi menghafal lewat sebuah cerita spritiual. Ceritanya kemungkinan besar berupa perubahan wujud ilmu yang dihafalkan menjadi sebuah sosok yang akan mennjadi teman kelak di alam kubur. Dalam ranah ini mungkin sebagian santri akan mempercayai cerita itu apa adanya sebagai bentuk keta’atan kepada sang Kyai. Dan itu wajar.

Sebagai seorang yang pernah mendapat cerita-cerita semacam itu, penulis yang sampai kapanpun tetap akan menjadi seorang santri, juga mempercayai cerita yang sejenis. Dahulu, ketika penulis menghafalkan bait-bait nadzam kitab Imrithi, Kyai penulis bercerita bahwa kelak hafalan kitab Imrithi itu akan menjadi seorang wanita cantik yang akan menemani para penghafal di alam kubur. Sosok wanita inilah yang akan melayani dan menghilangkan pelipur lara dari kesunyian alam kubur.

Terlepas dari itu semua, ternyata hal ini telah lama dibuktikan oleh sosok filsuf sekaligus terkenal sebagai sufi bernama Abu Bakar Muhammad ibn Al-‘Arabi ketika beliau baru menginjak umur delapan belas tahun. Meskipun bukan berupa cerita yang sama seperti yang disampaikan seperti yang di atas. Namun pengalaman mistis yang dialami oleh Ibnu ‘Arabi ini akan menjadi sebuah lilin yang menerangi lorong keraguan.

Pada saat itu, ketika beliau masih berumur delapan belas tahun, Ibnu ‘Arabi mengalami sakaratul maut dimana beliau merasakan sakit yang luar biasa. Sehingga orang disekitarnya mengira beliau sudah meninggal. Disaat yang sama, ayah beliau membacakan surat Yasin sebagai bentuk pertolongan doa dan pengharapan barakah dari Surat Yasin. Ketika hal itu terjadi tiba-tiba saja Surah yasin itu berubah menjadi sosok yang membantu Ibnu Arabi yang dalam kondisi seperti itu.

Sosok yang diceritakan memiliki paras yang indah itu memukul para setan yang berusaha menggoda Ibnu Arabi ketika sakaratul maut serta menyelamatkan beliau dari rasa sakit itu. Singkat cerita beliau tidak jadi meninggal. Dari pengalaman Ibnu Arabi memasuki alamu al-mitsal dunia bayangan mandiri dan riil (Henry Corbin dalam bukunya Imajinasi Kreatif  Sufisme Ibnu ‘Arabi) kita dapat memetik sebuah bukti yang jelas tentang cerita yang sama sebagaimana disampaikan oleh para Guru di pesantren.

Cerita yang sama bahwa sebuah amal yang dilakukan atau diniatkan secara khusus untuk seseorang pasti akan memiliki efek berupa bantuan yang diperlukan bagi seseorangdi saat tertentu. Ibnu Arabi sendiri menerangkan dalam beberapa karya tulisnya seperti futuhat  bahwa hal semacam itu sebagai energi berdaya cipta (creative energy) yang dihasilkan dengan konsentrasi hati (himmah) keyakinan.

Jika masih ragu tentang keyakinan seperti diatas, silahkan anda mencobanya sendiri.

Wallahu A’lam


  • Muhammad Nur Khalis Santri Mahasiswa Ma’had Aly Al-Hikam Malang
Read More
Tiga Profesi yang Direkomendasikan Islam untuk Generasi Milenial

Tiga Profesi yang Direkomendasikan Islam untuk Generasi Milenial

Penulis: Romli
Jumat 30 Agustus 2019

Atorcator.Com - Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin  tidak saja mengatur masalah ubudiyah semata. Akan tetapi Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia pada khususnya secara komprehensif, diantaranya masalah ekonomi -tentang bagaimana cara bermuamalah yang syar'i. Karena muamalah dalam Islam prinsipnya adalah win-win atau asas keadilan atau sama-sama untung dan untung bersama.

Islam juga mengajarkan bagaimana agar manusia memanfaatkan haknya di dunia secara maksimal tanpa mengabaikan kelestariannya. Karena disadari atau tidak disadari dunia adalah media atau jembatan menuju akhirat. Sebagaimana yang tertuang dalam hadis dari Anas bin Malik berikut:

عن أنس " ليس بخيركم من ترك دنياه لأخرته ولا أخرته لدنياه حتى يصيب منهما جميعا فإن الدنيا بلاغ إلى الأخرة ولا تكونوا كلا على الناس".( إرشاد العباد إلى سبيل الرشاد : 73 ).

Dari Anas (Nabi bersabda) “Bukanlah orang terbaik di antara kalian seseorang yang meninggalkan urusan dunianya demi urusan akhiratnya dan bukan pula seseorang meninggalkan urusan akhiratnya demi urusan dunianya, sehingga dia mendapatkan keduanya secara bersamaan. Sungguh dunia itu sarana menuju akhirat. Dan jangan sekali-kali kalian membebani orang lain”.

Hadis di atas memberikan wejangan kepada manusia khususnya kepada kaum muslimin dan muslimat agar supaya antara urusan dunia dan urusan akhirat harus proporsional. Karena bagaimanapun, dunia adalah jembatan bagi manusia menuju akhirat, sekalipun janin yang gugur dari rahim seorang ibu, sebab proses penciptaannya melalui perantara keduniawian.
Berkaitan dengan itu, para ulama muhaqqiqin  dalam kitab Irsyadul Ibad (h-73) mengatakan bahwasanya ada tiga profesi yang diutamakan dalam Islam. Adapun tiga profesi tersebut adalah sebagai berikut:

Pertama, profesi sebagai petani. Mungkin sebagian orang menganggap bahwa selera Islam itu rendah yang menempatkan pekerjaan petani di barisan terdepan, karena tani identik dengan pekerjaan miskin kotor dan sebagainya. Padahal orang bertani di samping pekerjaan yang menyehatkan juga mengedepankan kesabaran, kesederhanaan dan ke- tawakkalan atau kepasrahan kepada Allah SWT.

Menurut hemat penulis, pekerjaan sebagai petani merupakan pekerjaan yang mulia, karena selama manusia hidup pasti dia membutuhkan makan. Makanan itulah hasil petani, seperti padi, sayur dan buah-buahan untuk memenuhi asupan gizi yang lengkap. Pegawai kantoran boleh bangga akan profesinya, pejabat pun boleh bangga dengan pangkatnya, tetapi ingat makanan mereka bukan kertas melainkan nasi hasil jerih payah sang petani.

Tani tidak selamanya kotor, berat dan miskin. Pada kenyataanya di Indonesia banyak petani-petani sukses yang income -nya cukup fantastis. Di antara sekian banyak petani yang sukses itu adalah Adi Pramudya yang bertani komoditas rempah yang omzetnya mencapai 1,5 M. dalam waktu yang relatif singkat. Dan masih banyak lagi petani-petani sukses lainnya.

Teknologi boleh maju tetapi petani harus dapat perhatian pemerintah. Petani harus diberikan ruang gerak tanpa ada intimedasi dari penguasa. Jika tidak, maka Allah akan melaknatnya. Sebagaimana firman Allah dalam surat Ar- Rum yang artinya sebagai berikut:

telah nampak kerusakan di darat dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS. Ar-Rum :41).

Indonesia sebagai negara agraris masih membutuhkan impor beras dari luar negeri. Sungguh ini menjadi hal yang memprihatinkan.

Kedua, industri. Industri sebetulnya sudah ada sejak puluhan bahkan ratusan abad yang lalu. Bagaimana tidak, Nabi Daud alaihi salam sudah pandai membuat baju perang dari besi.
Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Ambiya' ayat 80 yang artinya:

“ Dan telah kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu, guna memelihara kamu dalam peperangan, maka hendaklah kamu bersyukur (kepada Allah)” (QS. Surat Al-Ambiya’: 80).

Ini bukti bahwa industri merupakan suatu pekerjaan yang utama dalam Islam. Industri mengajarkan manusia untuk selalu bekerja keras dan mengasah kemampuan dan kreatifitas. Islam tidak menginginkan umatnya hanya berpangku tangan mengandalkan orang lain, dan Islam juga melaknat umatnya yang suka mengambil hak orang lain.

Harta ataupun makanan hasil keringat sendiri itu lebih baik. Paling baiknya rezeki adalah yang diperoleh melalui  pekerjaan dan kemampuannya sendiri. Sebagaimana dalam sebuah hadis berikut:

وأحمد والبخارى عن المقداد" ما أكل أحد طعاما خيرا من أن يأكل من عمل يده" (إرشاد العباد: 72 )

(Dari) Ahmad dan Bukhari  dari Miqdad “ seseorang memakan makanan lebih baik memakan makanan hasil dari pekerjaan tangannya (sendiri).

Oleh karena itu, marilah kita songsong era industri 4.0 dengan meningkatkan SDM. Sebab jika tidak maka tidak menutup kemungkinan kita sebagai kaum milenial akan tergilas oleh zaman.

Ketiga, profesi sebagai pedagang. Nabi Muhammad sudah mengajarkan berniaga kepada umatnya. Yaitu barang milik Sayyidetina Khadijah as. sebelum beliau menikahinya.

Berdagang masuk pada profesi yang utama dalam Islam. Sebagaimana sabda Nabi berikut:


(أخرج) أحمد والطبرانى عن أبى بردة بن نيار قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : أفضل الكسب بيع مبرور وعمل الرجل بيده (إرساد العباد : 72)


(Mengeluarkan) Ahmad dan At-Thabrani dari Abi Bardah bin Niyar dia berkata: Rasalullah shallallahu alaihi wasalam bersabda: paling utamanya profesi adalah jual beli yang baik dan pekerjaan seorang laki-laki dengan tangannya sendiri.

Ini membuktikan bahwa businessman atau pembisnis dan interpreneour atau pengusaha merupakan salah satu profesi yang utama dalam Islam, tinggal bagaimana praktik di lapangan apa sudah sesuai dengan tuntunan Islam atau tidak. Dan tentu income yang didapatkan juga sangat menggiurkan.

Sebagai kaum milenial kita harus peka terhadap perubahan zaman. Perubahan yang semakin maju.

Semua orang pasti menginginkan kemajuan. Kemajuan identik dengan kemewahan dan akses-akses yang semakin mudah, independen dan sebagainya.

Di penghujung zaman ini uang menjadi prioritas. Tanpa adanya uang manusia tidak berdaya. Semua urusan dihitung dengan uang alias UUD (Ujung Ujung Duit).

Nabi bersabda dalam sebuah hadis:

أخرج الطبرانى عن المقداد: إذا كان فى أخر الزمان لا بد لناس فيها من الدراهم والدنانير يقين الرجل بها دينه ودنياه (إرشاد العباد : 72)

Mengeluarkan At-Tabrani dari Miqdad: ketika akhir zaman sudah tiba maka manusia butuh dirham dan dinar untuk sekedar  menunaikan agama dan dunianya.

Namun yang sangat perlu diperhatikan adalah bahwa tempatnya dunia adalah di genggaman sementara akhirat adalah di hati. Sebaik-baik orang kaya adalah orang menempatkan hartanya di tangannya, bukan di hati dan otaknya. Sebaliknya sejelek-jelek orang miskin adalah orang yang hatinya dipenuhi dengan keinginan yang bersifat keduniawian yang tak berujung.

Keterangan di atas diambil dari kitab Irsyadul Ibad ilaa sabili Ar-Rosyad halaman 73:

أفضل المكاسب التجارة وقال بعض المحقيقن أفضلها الزراعة ثم الصناعة ثم التجارة

Paling utamanya profesi atau pekerjaan adalah bidang perdagangan. Dan sebagian ulama’ muhaqqiqin mengatakan paling utamanya profesi adalah bidang pertanian kemudia industri kemudian perdagangan.

  • Romli Santri pondok Pesantren Darul Istiqomah Batuan Sumenep




Read More
Imam Nawawi Banten dan Karamah Jempol Kaki yang Menyala

Imam Nawawi Banten dan Karamah Jempol Kaki yang Menyala

Penulis: M. Alvin Nur Choironi
Jumat 30 Agustus 2019

Atorcator.Com - Siapa yang tak kenal Imam Nawawi Banten. Beliau seorang ulama Nusantara yang karya-karyanya dikaji oleh para cendekiawan muslim di seluruh dunia. Di Indonesia, karya-karya Imam Nawawi tersebar dan dikaji di pesantren-pesantren di Indonesia, khususnya pada pengajian Ramadhan setiap tahunnya.
Memiliki karya yang begitu banyak, tentu Imam Nawawi bukanlah sembarang orang. Ia memiliki karamah yang beberapa kali disaksikan oleh para muridnya. Karamah adalah kemuliaan berupa sesuatu di luar logika manusia yang Allah berikan kepada para wali Allah.
Di antara karamah Imam Nawawi adalah saat menulis syarah kitab Bidayatul Hidayah (karya Imam al-Ghazali) lampu minyak beliau padam, padahal saat itu sedang dalam perjalanan dengan seekor onta (di jalan pun beliau tetap menulis, tidak seperti kita, melamun atau tidur).
Imam Nawawi pun berdoa, “Bila kitab ini dianggap penting dan bermanfaat buat kaum muslimin, aku mohon kepada-Mu, ya Allah SWT, berikanlah sinar agar aku bisa melanjutkan menulis.”
Tiba-tiba jempol kaki beliau mengeluarkan api, bersinar terang, dan beliau meneruskan menulis syarah itu hingga selesai. Dan bekas api di jempol tadi membekas, hingga saat pemerintah Hijaz memanggil beliau untuk dijadikan tentara (karena badan beliau tegap) ternyata tidak jadi, karena adanya bekas api di jempol tadi.
Karamah yang lain, nampak saat beberapa tahun setelah beliau wafat, makamnya akan dibongkar oleh pemerintah untuk dipindahkan tulang belulangnya dan liang lahadnya akan ditumpuki jenazah lain. Hal ini sangat lazim di kuburan Ma’la.
Saat itulah para petugas mengurungkan niatnya, sebab jenazah syekh Nawawi (beserta kafannya) masih utuh walaupun sudah bertahun-tahun dikubur. Karena itu, bila pergi ke Makkah, insya Allah kita akan bisa menemukan makam beliau di pemakaman umum Ma’la. Selain di Ma’la, banyak juga kaum muslimin yang mengunjungi rumah bekas peninggalan beliau di Serang, Banten.
[Source selengkapnya bisa dibaca di islami.co]

Wallahu A’lam.


M. Alvin Nur Choironi Redaktur Islamidotco, Mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pegiat kajian tafsir dan hadis.


Read More
Sosok Istri yang Tidak Disukai Allah

Sosok Istri yang Tidak Disukai Allah

Penulis: Silmi AdawiyaJumat 30 Agustus 2019
Ilustrasi: NU-or.id

Atorcator.Com - Menjadi istri adalah siap menjalani aktor yang gampang-gampang susah dalam menjalankan peran utamanya. Jika bisa menjalankan tugas dan amanhnya, ia akan mendapatkan jaminan dan pahala yang mulia dengan mudah. Namun jika tidak, maka ia juga akan mendapati balasan yang setimpal.
Sosok istri yang tidak  bisa menerima pemberian suami dengan lapang dada membuat dirinya jauh dari rahmat Allah. Mengapa demikian? Karena sosok istri yang demikian memiliki sifat yang kurang pandai bersyukur atas apa-apa yang Allah anugerahkan kepada suaminya. Tidak bersyukur atas nikmat-Nya merupakan salah satu potret manusia yang akan menjadi penduduk neraka kelak. Disinilah Allah bisa menjatuhkan murka kepadanya dan menjauhkannya dari kebaikan. Rasulullah bersabda:
لا ينظرُ اللَّهُ إلى امرأةٍ لا تشكُرُ لزوجِها وَهيَ لا تستَغني عنهُ
Allah tidak akan melihat kepada wanita yang tidak bersyukur kepada suaminya, dan ia tidak merasa cukup dengan apa yang diberikan suaminya” (HR Nasa’i)
Menjadi istri yang selalu merasa kurang atas nafkah yang diberikan suami adalah satu hal yang tidak disukai oleh Allah. Sebaliknya, Allah menyukai sosok istri yang bisa menerima dan bersyukur atas apa yang diberikan suami untuknya. Merasa cukup dan berterimakasih kepada suami memiliki makna yang sama dengan berterimakasih kepada Allah. Karena sejatinya, Allah lah yang memberi apa-apa yang diberikan suami kepada istrinya.
Allah mengetahui apa saja yang dibutuhkan oleh istri dan keluarganya. Sehingga tak mungkin bagi Allah untuk memberikan apa-apa yang tidak sesuai takaran kebutuhan, termasuk pendapatan suami untuk memenuhi kebutuhan istri dan keluarganya. Dalam QS At Thalaq ayat 7 Allah berfirman:
لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ لاَ يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْساً إِلاَّ مَا آتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرا
Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan

Dengan demikian, sosok yang kurang bisa bersyukur atas setiap pemberian suami adalah potret istri yang tidak Allah sukai. Agar menjadi sosok sitri yang Allah sukai, jadilah istri yang pandai bersyukur terhadap apa saja yang suami nafkakan. Disayangi Allah itu asyik dan mengenakkan. Tidak perlu memohon dan berproses panjang, Allah berikan. Yuk belajar lagi untuk lebih bisa menerima semuanya dengan lapang dada.
[Source Selengkapnya bisa dibaca di sini]

  • Silmi Adawiya Mahasiswa Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Read More

Kamis, Agustus 29, 2019

Pria yang Berjenggot Lebat dengan Celana Cingkrang dan jidat Hitam Menggertak Rasulullah

Pria yang Berjenggot Lebat dengan Celana Cingkrang dan jidat Hitam Menggertak Rasulullah

Penulis: Mintaraga Sukma
Kamis 29 Agustus 2019

Atorcator.Com - Seorang pria berjenggot lebat tiba-tiba menggertak Rasulullah SAW saat beliau membagi-bagikan emas kepada sejumlah kalangan. Ia melakukannya karena merasa tidak kebagian jatah dan mengganggap Rasulullah SAW tidak berbuat adil.

Pria berjenggot lebat ini bernama Hurqush bin Zuhair yang lebih dikenal dengan sebutan Dzul Khuwaishirah al-Tamimi. Ia meminta agar Rasulullah SAW bersikap adil kepada seluruh sahabatnya dengan memberikan bagian secara merata, tidak pilih kasih.

“Wahai Muhammad, berbuatlah adil!,” gertak Dzul Khuwaishirah.

Gertakan Dzul Khuwaishirah kepada Rasulullah SAW ini dipandang sangat tidak sopan dan lancang sekali sehingga membuat para sahabat lainnya marah, seperti Umar bin Khattab dan Khalid bin Walid.

Mereka pun ingin membunuhnya, namun dicegah oleh Rasulullah SAW demi menghindari api fitnah di kalangan umat Islam karena ia (Dzul Khuwaishirah) memiliki pengikut yang tidak sedikit.

“Celakalah kamu, siapalah lagi yang akan berbuat adil jika aku saja dipandang tidak adil?” timpal Rasulullah SAW.

“Sesungguhnya akan muncul dari keturunan orang ini sekelompok orang yang membaca Al-Quran namun tidak sampai melewati kerongkongan mereka (bacaannya tidak diterima oleh Allah SWT). Mereka membunuh umat Islam dan membiarkan para penyembah berhala (orang-orang kafir). Mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah melesat dari busurnya,” pungkas Rasulullah SAW.

Dzul Khuwashirah ini selain berjenggot lebat, ia memiliki ciri-ciri fisik lainnya, seperti menonjol pipinya, cekung kedua matanya, nonong dahinya, gundul kepalanya, cingkrang sarungnya (celananya), dan diantara kedua matanya terdapat tanda bekas sujud. Mereka juga dikenal sebagai kaum yang sangat rajin beribadah shalat dan puasa. [Source: Status Facebook Mintaraga Sukma]

Wallahu A'lam
Read More
Hijrahku Keren: Dari Republik Menuju Khilafah

Hijrahku Keren: Dari Republik Menuju Khilafah

Penulis: Nurbani Yusuf
Kamis 29 Agustus 2019

Atorcator.Com - Kerja di bank. Gaji besar. Anak-anak bisa sekolah. Keluarga sejahtera. Terus ngaji ke ustadz. Dibilang: 'Bank itu riba. Dosanya lebih besar ketimbang zina'. Terus risign. Menjadi driver taksi online. Terus ngaji lagi ke Ustadz dibilang: 'OVO-Go Pay itu riba". Terus berhenti jadi driver.

Akhirnya jualan parfum. Keluarga mulai sengsara. SPP nunggak berbulan-bulan. Istri mulai uring-uringan karena telat belanja. Ngaji lagi ke ustadz, dibilangin: "Kita miskin karena pemerintah zalim. Karena pemerintah anti Islam. Karena rezim serakah. Karena rezim meng-kriminalisasi ulama. Bla-bla-bla-bla---solusinya adalah khilafah". Akhirnya setiap hari kerjaannya buat status nyalahin pemerintah dan melawan siapapun yang berbeda--sambil teriak khilafah harga mati---Zulfahani Hasyim.

Marx yakin bahwa perut kosong bisa mudah digerakkan--rakyat yang miskin karena dijepit kebutuhan gampang di profokasi. Tepatnya--bikin rakyat lapar biar mudah diajak revolusi dengan janji hidup lebih baik. 300 tahun sebelum Marx mengenalkan paham komunal--Sultan Ageng Tirtayasa punya rumus jitu. Membuat jinak tamu yang bakal protes, yaitu dengan memberi makan pada setiap tamu yang bakal sowan--karena perut kenyang bisa membuat lupa.

Filsuf Prancis Voltaire mengungkapkan kegelisahannya: 'Ketidakpastian memang mengganggu--tapi tak ada jawaban tunggal terhadap kehidupan yang gamang ini".
Hijrah dari monogami ke poligami--atau dari bekerja sebagai akunting perusahaan multinasional dengan gaji ratusan juta menjadi marbot masjid--sambil nunggu azan agar bisa shalat tepat waktu--itu pilihan tapi bukan solusi.,

Seorang guru besar sebuah universitas ternama meninggalkan jabatan akademiknya. Beragam prestasi akademik dan deretan penghargaan lainnya ditinggal. Pun dengan fasilitas yang menyertainya. Ia anggap semua itu menjadi hijab yang menjauhkan dari Rabbnya.
Membuat Ibadahnya tak khusyuk dan terganggu. Hatinya gelisah--pikirannya meracau. Dunia penuh masalah--hanya sementara--negeri fana--senda dan gurau. Ia memilih hijrah, meninggalkan semua pernik nafsi-nafsi. Meraih akhirat--negeri kekal dan abadi--kenikmatan tiada tara: surga dan deret bidadari.

Kini Ia lebih tenang merawat janggut dan sendal terompahnya--lebih menenangkan daripada ngurus pekerjaan-pekerjaan rumit semacam riset yang melelahkan-- atau itung-itungan akuntansi perbankan yang menyesakkan antara riba dan bukan--urap menjadi satu. Bukankah hidup hanya ibarat 'mampir ngombe'. Pikiran ala Jahamy mendominasi.

3 Maret 1924, Khalifah Utsmaniyah dirubuhkan. Karena dianggap gagal. Para Khalifah hanya sibuk ngurus harem dan jarang menggelar musyawarah yang melibatkan rakyat--kata Musthafa Kemal Attaturk dan pengikutnya yang geram dengan gaya hidup para pangeran yang hedon, Kemal Attaturk yakin bahwa demokrasi bisa membuat rakyat Turkey lebih baik. Demokrasi membuka partisipasi rakyat yang selama ini dibungkam oleh rezim Khilafah. Rakyat bergerak--Khilafah Ottoman yang berdiri kokoh selama ratusan tahun pun rubuh.

Di Eropa pada era kekuasaan Tuhan yang diwakili gereja disebut abad gelap. Para pendeta menyebut dirinya wakil Tuhan dan punya hak absolut untuk memerintah--banyak wewenang dan hak istimewa yang melekat. Banyak yang mati dengan cara di salib karena melawan kehendak Tuhan.

Era kekuasaan Tuhan dirubuhkan. Berganti kekuasaan tertinggi di tangan rakyat (demokrasi) tapi tetap saja sama. Tak ada perubahan sama sekali. Rakyat tetap sengsara. Prilaku koruptif tetap dilakukan oleh baju yang berbeda. Keadilan--kesejahteraan, dan hidup layak hanya klise--penikmatnya tetap orang yang sama. Mungkin ini yang disebut--Hidup dipergilirkan Tuhan bak roda pedati (Ali Imran: 140-141),

Demokrasi, Khilafah, Monarchy bukan jawaban tunggal. Hidup bukan sulapan. Khilafah bukan solusi---.hanya sebuah mimpi yang diputar kembali tentang hidup lebih baik. Wallahu taala a'lam

@nurbaniyusuf
Komunitas Padhang Makhsyar

Read More