Mei 2019 - Atorcator
Latest Update
Fetching data...

Jumat, Mei 31, 2019

Interaksi Rasulullah dengan Pemuda yang Ingin Berzina

Interaksi Rasulullah dengan Pemuda yang Ingin Berzina

Ilustrasi foto (Atorcator)
Penulis: Saepul Anwar

Atorcator.Com - Terdapat banyak sekali keterangan Al-Qur’an maupun hadis yang menjelaskan tentang keluhuran budi pekerti Rasulullah SAW. Sebagai seorang utusan yang Allah SWT kirim untuk memperbaiki perilaku manusia, Rasulullah SAW senantiasa mengutamakan pendekatan lembut dan cara yang baik dalam misi dakwahnya.

Pendekatan lembut tersebut tidak hanya beliau terapkan kepada mereka yang dengan lapang hati mentaati perintah Allah SWT, namun, dalam menghadapi orang-orang yang secara terang-terangan ingin bermaksiatpun beliau selalu mengingatkannya dengan cara yang baik.

Diantara riwayat yang menggambarkan cara baik Rasulullah SAW dalam mengingatkan orang yang secara terang-terangan meminta izin kepada beliau untuk bermaksiat, adalah  sebuah riwayat yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitab musnadnya,

“diriwayatkan dari Abu Umamah RA, suatu ketika ada seorang pemuda yang datang kepada Rasulullah SAW, lalu ia berkata: wahai Rasulullah, izinkanlah aku untuk berzina! Mendengar apa yang dikatakan oleh pemuda tersebut, para sahabat yang hadir seketika mengusirnya, seraya berkata “cukup, cukup”, lalu Rasulullah SAW berkata “dekatkan ia kepadaku!”, ketika pemuda tersebut telah berada dekat dengan beliau, Rasulullah SAW lalu bertanya kepada pemuda tersebut “apakah kamu rela jika ibumu yang dizinahi?”, pemuda itupun menjawab: “demi Allah, tentu saja aku tidak rela“ lalu Rasulullah SAW berkata, “begitu juga orang lain, mereka tidak rela jika ibunya dizinahi (olehmu)”, kemudian Rasulullah SAW kembali bertanya kepada pemuda tersebut “apakah kamu rela jika anak perempuanmu yang dizinahi orang lain?”, pemuda itupun menjawab “demi Allah, tentu saja aku tidak rela wahai Rasul”, Rasulullah SAW pun menanggapi “begitu juga orang lain, mereka tak akan rela jika anak perempuannya dizinahi olehmu”, kemudian Rasulullah SAW bertanya lagi kepada pemuda tersebut, “apakah kamu rela jika saudara perempuanmu dizinahi orang lain?”, pemuda itupun menjawab, “demi Allah tentu saja aku tidak rela wahai Rasul”, Rasulullah pun menanggapi “begitu juga orang lain, mereka tak akan rela saudara perempuannya dizinahi olehmu”, lalu Rasulullah SAW bertanya kembali, “Apakah kamu rela jika bibimu yang dizinahi oleh orang lain”, pemuda itupun menjawab “demi Allah, tentu saja aku tidak rela wahai Rasul”, Rasulullah SAW pun menanggapi “begitu juga orang lain, mereka tak akan rela jika bibinya dizinahi olehmu”. Kemudian Rasulullah SAW mengusap kepala pemuda tersebut seraya mendoakannya “Ya Allah, ampunilah dosanya, dan sucikanlah hatinya” setelah peristiwa tersebut pemuda itu tak pernah lagi berpikir untuk berzina” (HR. Ahmad)

Dari peristiwa tersebut kita dapat melihat bagaimana tenang, bijak, serta baiknya Rasulullah SAW menanggapi seorang pemuda yang jelas-jelas meminta izin kepada beliau untuk melakukan zina, yang termasuk dalam kategori dosa besar. Beliau tidak marah, menghardik, atau mengusir pemuda tersebut, sebagaimana yang dilakukan para sahabat ketika itu. Lantaran kesal dengan apa yang dikatakan pemuda tersebut kepada Rasulullah SAW.

Beliau lebih memilih mengingatkan pemuda tersebut melalui pendekatan persuasif dengan menyentuh perasaan pemuda tersebut, melalui pertanyaan-pertanyaan edukatif yang mengajarkannya tentang sebuah nilai, yaitu, jika ia sendiri tidak rela jika sanak familinya dizinahi oleh orang lain, maka orang lainpun tidak rela jika sanak familinya dizinahi olehnya, bahkan setelah itu Rasulullah SAW mendoakan pemuda tersebut agar diampuni dosa-dosanya oleh Allah SWT dan dibersihkan hatinya agar tidak lagi memiliki niat untuk melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT, dan dengan hal tersebut si pemudapun menyadari kesalahannya, bahkan, ia tak pernah lagi berpikir untuk melakukan hal-hal yang jelas-jelas dilarang oleh Allah SWT dan Rasul-Nya.

Selengkapnya di sini
_______________________________

  • Saepul Anwar Kandidat Doktor Mohamed Premier University Maroko dan pernah belajar hadis di Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus-sunnah
Read More
Analisis Doa Gus Mus "’Alaika Indonesia", Menuju Sebuah Ketinggian Akhlaq

Analisis Doa Gus Mus "’Alaika Indonesia", Menuju Sebuah Ketinggian Akhlaq

Ilustrasi foto (Gus Mus membaca doa "alaika indonesia")

(Doa Gus Mus, Alluhumma Alaika Indonesia)

Penulis: Halimi Zuhdy

Atorcator.Com - Kosa Kata dalam Bahasa Arab memiliki makna yang sangat banyak, demikian juga perubahan setiap katanya, derevasinya, serta memiliki sinonim (taraduf) dan antonm (tadhad) yang sangat kaya, walau menurut Ibnu Jinni tidak ada sinonim dalam bahasa Arab, namun kekayaan kata itulah yang menjadikan bahasa Arab sangat indah. Bahasa Arab memiliki 12.302.912 kosa kata, bahasa Inggris 600.000 kosa kata, sedangkan bahasa lainnya jauh dibawahnya. Maka, kurang elok, bila hanya menghakimi satu kata dengan satu makna, kecuali ada keterangan tentangnya.

Dalam bahasa Arab satu kosa kata, bisa memiliki banyak arti. Dan tidak hanya kata, namun huruf yang berada dalam setiap kata, memiliki konotasi yang terkait dengan lainnya, seperti; “Sin” yang berkonotasi kepada rahasia atau bisikan, seperti; Sir (rahasia), Sihr (sihir, samar), Sarir (Ranjang, penuh rahasia), Hams (bisikan), Waswas (bisikan, gangguan) dan kata lainnya yang terdapat huruf “Sin”. Atau huruf “Kha’” yang berkonotasi dengan segala yang mengerikan, menjijikkan, ditakuti, atau tidak disukai, seperti; al-Khinzir (babi), al-Khauf (ketakutan), al-Khizyu (kehinaan), al-Khalaah (pencabulan), al-Khiyanah (penghianatan) dan kosa kata lainnya.

Bagaimana dengan huruf “Ain” yang kemudian menjadi “’Ala” dan ditambah dhamir muttashil (bersambung) dengan huruf ‘Ka”, menjadi “ Alaika”.  Ini yang menjadi kajian Analisis Bahasa ke 35, karena selain ramai di media sosial beberapa jam yang lalu, sampai tulisan ini hadir pun masih hangat, yaitu doa KH. Musthofa Bisri (Gus Mus) yang di dalamnya terdapat kata “Alaika”.

Berasal dari doa yang dipanjatkan oleh KH. Musthafa Bisri yang mendapatkan komentar ustadz Umar Hamdan Karrar adalah  “Allumma ‘Alaika bi Indonesia” dan beberapa redaksi lainnya yang di dalamya ada kalimat “Alika” adalah “Alika bi Aimmati Indonesia” “Alaka bi ulama Indonesia”, “Alaika bi Zu’ama Indonesia”, “Alaika bi Sya’bi Indonesia”. Komentar, sanggahan, kritikan atau apalah namanya dari ustadz Umar Hamdan pada kalimat “Masya Allah pinter banget orang ini ya, sampai Indonesia di doakan “Allumma ‘Alaika bi Indonesia”, Hei.. Tau nggak anda apa arti do’a itu? Arti doa itu “Ya Allah, Hancurkan lah Indonesia”, sanggahan inilah yang kemudian mendapatkan respon dari berbagai nitizen dan menjadi viral saat ini.

Mari kita coba analisa dari huruf pertamanya “’Ain”. “Ain” adalah huruf yang ke 18 dari huruf Hijaiyah, yang berada di tenggorokan. Dan huruf ini desebutkan dua kali dalam al-Qur’an, yaitu; “’Ain Sin Qaf” dan “Kaf Ha Ya ‘Ain Shad”. Sedangkan yang bersambung dengan huruf lain sangat banyak. Huruf ini berkonotasi dengan sesuatu yang tinggi, kemuliaan dan keagungan; Ali (tinggi), ‘Alam (semesta), ‘Alim (pintar, alim), dan lainnya. Ada 19 kata “Alaikum” dalam al-Qur’an, 9 “Alaihim dan Hi”, dan terdapat 17 kata “Alaina” . hasil pencarian penulis, dengan menggunkan al-Bahist fi al-Qur’an.

Bila huruf “’Ain” bersambung dengan huruf “La dan Alif”, “ ‘Ala” (عَلى), maka memiliki beberapa makna, yaitu; 1) al-Isti’la’ (الاستعلاء), yang bermakna di atas, 2) al-Mushahabah; bersama, menemani (ma’a), 3) al-Mujawazah; melampaui, melebihi, atau bermakna ‘’An”, 4) al-Ta’lil; penjelasan atau bermakna “alif lam, li”, 5) al-Dharfiyah; kondisi, situasi, tempat atau bermakna “fi”, 6) al-Muwafaqah, bermakna ‘Min”, 7) Muwafaqah Ba’, 8) al-Istidrak, 9) kadang sebagai tambahan (zaidah), dan selain makna di atas, ada beberapa ulama yang memberikan arti lain.

Makna huruf ‘Ala” saja memiliki arti yang berbeda-beda, bagaimana jika huruf Jar ‘Ala tersebut disambung dengan dhamir muttashil ‘Ka”/kamu, menjadi “ ‘alaika” ( (عليك. Maka dengan kata ini “Alaika” memiliki makna yang berbeda pula.

“‘Alaika bi” dalam Mu’jam al-Ain, dalam Kamus Ma’ani, dan beberapa kamus lainnya, adalah Ism fi’il amar (kata benda yang bermakna perintah) yaitu bermakna; ilzam (keharusan, kewajiban; seharusnya!), istamsik (berpegang teguhlan, peganglah dengan erat, teguhkan), terkadang bermakna “khudz”, Ambillah. Contoh yang bermakna Ilzam; عليك بتقوى الله (‘alaika bi taqwallah, seharusnya engkau bertaqwa kepada Allah), عليك بالصبر (‘alaika bi shabri, Engkau harus sabar), عليك بالاجتهاد  (Alaika bi al-ijtihad, Engkau harus bersungguh-sungguh!). Contoh yang bermakna khudz;عليك به (‘alaika bihi, ambillah!), dan juga ada yang bermakna “tidak apa-apa, tidak masalah” seperti “la ‘alaika”.

Asal kata ini dari “ ‘ala” yang bermakna tinggi, dan sesuatu yang tinggi itu memiliki kekuasaan dan penguasaan, maka Allah disebut Rabb al-A’al, Tuhan yang maka Tinggi, dan kepada yang berada dibawahnya, ia menyuruh atau memerintah (Amar), tapi bila ke atas disebut “memohon”, atau doa. Seperti, Alaikum bishshiyam, wajib bagi kalian berpuasa. Karena itu perintah dari yang Maha Tinggi kepada hamba. Tapi, bila dari bawahan atau lebih rendah, dan menggunakan “alaika”, maka bermakna sebuah harapan besar, seperti Alaika an ta’khutdzuni ala baitik, Aku benar-benar mengharap kau bawa aku ke rumahmu. Kalau seorang Bapak menyuruh anaknya, ‘Alaika bi muraja’ati durusik, kau harus mempelajari kembali pelajaranmu!

Mari kita melirik sedikit di Mu’jam Mukhtar al-Shahah; Alaika; Alaika Zaidan (Ambillah), ‘Ala adalah huruf khafid, terkadang ia sebagai “ism, fil dan hurf”. (علا) alifnya diganti Ya, mejadi “Alaika” atau “Alaihi”. Dan sebagian orang Arab tetap menggunakan Alif tersebut; علاك و علاه.

Dari beberapa makna “Alaika” di atas, penulis tidak menemukan yang bermakna “hancurkan” sebagai redaksi ustadz Umar “Ya Allah, Hancurkan lah Indonesia”, kecuali redaksi tersebut terkait dan berhubungan dengan redaksi yang lainnya, misalnya “Alaika an Tudammira Indonesia”, Hancurkan Indonesia. Namun, bila hanya “alaika” saja, lebih banyak yang bermakna “ilzam, Istamsi’” tidak ada khusus yang bermakna “Inhar, Inkisar, Tafakkuk”, hancur.

Maka pemaknaan tersebut, sangat dipaksakan, dan tidak sesuai dengan berbagai kaidah bahasa Arab. Selain dipaksakan, juga tidak ada makna yang sesuai dengan beberapa kamus bahasa Arab. 

Namun, kata “Alaika” bisa memiliki makna berbeda sesuai dengan konteksnya, sedangkan konteks dan redaksi doa yang panjatkan oleh Gus Mus, tidak sedikitpun mengarah kepada harapan agar Indonesia hancur, namun beliau memulai doanya dengan harapan agar para rakyat (kita sedoyo) dan para pemimpin di Indonesia mendapatkan taufiq dan hidayah dari Allah, kemudian kalimat “Allumma ‘Alaika bi Indonesia Ya Allah” dan beberapa setelahnya; “Alaika bi Aimmati Indonesia” “Alaka bi ulamai Indonesia”, “Alaika bi Zu’ama Indonesia”, “Alaika bi Sya’bi Indonesia” Ya Ila Hana Ya Karim.

Dari siyaq (konteks) doa tersebut, sangat jauh bila diartikan dengan “hancurkan Indonesia”, karena dari permulaan doa, kemudian “Alaika” dan setelahnya Ya Karim” tidak ada sedikitpun ditemukan redaksi yang bermakna “inkisar” dan lainnya. Kajian konteks ini bisa dibaca dalam Ilmu Dalalah. Dan pemilihan diksi “Alaika” memiliki arti yang bermacam-macam, sesuai konteksnya. Alaika Bidzatin Din, Pilihlah yang agamis. Alaikumus Shalam, Mudah-mudahan kau mendapatkan keselamatan. Dan lainnya.

Maka, dapat belajar dari kata “Alaika” yang berasal dari “Ala, Tinggi, atas”, dan “Ka, kamu”, untuk menjadi “Aly”, banyak belajar “ilmu” dengan ‘Ain Kasrah, akan menjadi “alim” menjadi fathah. Dan suatu saat “Alaika bi ilm, kamu harus tahu”, maka “takun ‘aliman, kamu akan menjadi Alim.

Mudah-mudahan serpihan di atas, bermanfaat. Dan mudah-mudahan, setiap kalimat yang tertulis, diradhai Allah. Dan harapan penulis, umat Islam selalu rukun, hormat pada ulama, dan bila terdapat redaksi yang tidak sesuai, kaji dengan baik, dan gunakan bahasa yang baik.

Ramadan Karim

  • Halimi Zuhdy Khadim PP. Darun Nun, Guru Bahasa dan Sastra Arab UIN Malang

Read More
Pidato Kekalahan Pilpres yang Penuh Kehormatan dan Keteladanan

Pidato Kekalahan Pilpres yang Penuh Kehormatan dan Keteladanan

Ilustrasi foto (Hillary Clinton)
Penulis: Imam B Prasojo

Atorcator.Com - Saya berharap semua warga bangsa dapat menyimak dan memahami setiap kata apa yang diucapkan Hillary Clinton saat ia berpidato mengakui kekalahan dalam Pilpres melawan Donald Trump. Walaupun tak dapat dipungkiri, ia berkata dengan nada penuh kekecawaan, namun ia tampak begitu tegar dan sportif.

Saya terpana membayangkan betapa pahit kekalahan yang ia derita. Bahkan saya tak berkedip menyimak saat ia tak kuasa menelan ludah karena pahitnya merasakan derita.

Namun, bagi saya, pidato ini justru menampakkan begitu perkasa perempuan ini. Jiwa besarnya jauh melampuai pahitnya ludah yang tak mampu ia telan. Perhatikan saat ia mengucapkan dengan tegas dan tanpa ragu: "konstitusi kita menjamin peralihan kekuasaan secara damai. Kita tidak hanya menghormatinya tetapi juga menyintainya." 

Kemudian, Hillary pun mengajak para pemilihnya untuk berlapang dada menerima kenyataan ini, sambil tak lupa mengingatkan masa depan negerinya akan tetap cerah dan penuh dengan harapan.

What a Speech!

Note bagi yang ingin mengaitkan pidato ini dengan kondisi Indonesia:

Pemilu di manapun dan sampai kapanpun, pasti akan ada kecurangan selagi pesertanya manusia biasa. Semua kontestan tak mungkin bisa menjamin bahwa dirinya dan pendukungnya sama sekali bersih dari kecurangan. Semua punya potensi curang.

Persoalannya, kecurangan yang terjadi sistematis, terstruktur dan massive tidak? Bila diyakini ya, bawa ke MK dengan bukti-bukti meyakinkan, bukan opini. Bila MK tak juga dipercaya, mungkin solusinya bawa saja ke pengadilan Tuhan kelak di akhirat.

Sumber: Facebook Imam B Prasojo
Read More
Adakah Dalil tentang Mudik Lebaran?

Adakah Dalil tentang Mudik Lebaran?

Ilustrasi foto (kompas)
Penulis: KH Ma'ruf Khozin

Atorcator.Com - Mudik lebaran hakikatnya adalah berkunjung kepada sanak famili khususnya jika orang tua masih hidup, bersua kembali dengan kawan di masa kecil, bertemu dengan tetangga di kampung. Mana dalilnya? Monggo dibaca pelan-pelan:

ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮﺓ، ﻋﻦ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ: «ﺃﻥ ﺭﺟﻼ ﺯاﺭ ﺃﺧﺎ ﻟﻪ ﻓﻲ ﻗﺮﻳﺔ ﺃﺧﺮﻯ، ﻓﺄﺭﺳﻞ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻰ ﻣﺪﺭﺟﺘﻪ ﻣﻠﻜﺎ، ﻓﻠﻤﺎ ﺃﺗﻰ ﻋﻠﻴﻪ، ﻗﺎﻝ: ﺃﻳﻦ ﺗﺮﻳﺪ؟، ﻗﺎﻝ: ﺃﺯﻭﺭ ﺃﺧﺎ ﻟﻲ ﻓﻲ ﻫﺬﻩ اﻟﻘﺮﻳﺔ، ﻓﻘﺎﻝ: ﻫﻞ ﻟﻪ ﻋﻠﻴﻚ ﻣﻦ ﻧﻌﻤﺔ ﺗﺮﺑﻬﺎ؟، ﻗﺎﻝ: ﻻ، ﺇﻻ ﺃﻧﻲ ﺃﺣﺒﻪ ﻓﻲ اﻟﻠﻪ، ﻗﺎﻝ: ﻓﺈﻧﻲ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺇﻟﻴﻚ، ﺇﻥ اﻟﻠﻪ ﻗﺪ ﺃﺣﺒﻚ ﻛﻤﺎ ﺃﺣﺒﺒﺘﻪ ﻓﻴﻪ».

Dari Abu Hurairah bahwa Nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda: "Ada seseorang yang mengunjungi saudaranya di daerah lain. Kemudian Allah mengutus malaikat searah dengan jalan orang tersebut. Malaikat bertanya: "Mau kemana?" Ia menjawab: "Saya akan berkunjung ke saudara saya di daerah ini". Malaikat bertanya: "Apa kamu punya hutang budi?". Ia menjawab: "Tidak ada. Aku berkunjung kepadanya karena cinta kepada Allah". Malaikat itu berkata: "Aku adalah utusan Allah untukmu, sungguh Allah mencintaimu seperti engkau mencintainya karena Allah" (HR Muslim dan Ibnu Hibban)

ﻭﻋﻦ ﺃﻧﺲ ﺑﻦ ﻣﺎﻟﻚ ﻋﻦ اﻟﻨﺒﻲ - ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﻗﺎﻝ: «ﺃﻻ ﺃﺧﺒﺮﻛﻢ ﺑﺮﺟﺎﻟﻜﻢ ﻓﻲ اﻟﺠﻨﺔ؟ " ﻗﻠﻨﺎ: ﺑﻠﻰ ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ. ﻗﺎﻝ: " اﻟﻨﺒﻲ ﻓﻲ اﻟﺠﻨﺔ ﻭاﻟﺼﺪﻳﻖ ﻓﻲ اﻟﺠﻨﺔ، ﻭاﻟﺸﻬﻴﺪ ﻓﻲ اﻟﺠﻨﺔ، ﻭاﻟﻤﻮﻟﻮﺩ ﻓﻲ اﻟﺠﻨﺔ، ﻭاﻟﺮﺟﻞ ﻳﺰﻭﺭ ﺃﺧﺎﻩ ﻓﻲ ﻧﺎﺣﻴﺔ اﻟﻤﺼﺮ ﻻ ﻳﺰﻭﺭﻩ ﺇﻻ ﻟﻠﻪ ﻓﻲ اﻟﺠﻨﺔ ». ﺭﻭاﻩ اﻟﻄﺒﺮاﻧﻲ ﻓﻲ اﻟﺼﻐﻴﺮ، ﻭاﻷﻭﺳﻂ

Dari Anas bin Malik bahwa Nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda: "Maukah kukabarkan pada kalian tentang penghuni surga?". Sahabat menjawab: "Ya, wahai Rasulullah". Beliau bersabda: "Nabi ada di surga. Shiddiq ada di surga. Syahid ada di surga. Anak kecil yang meninggal ada di surga. Dan seseorang yang mengunjungi saudaranya di ujung kota, ia tidak berkunjung kecuali karena Allah, juga ada di surga" (HR Thabrani)

Meskipun ada penilaian dhaif terhadap hadis ini namun teramat banyak dalil yang menganjurkan untuk saling berkunjung dengan saudara, sahabat dan lainnya.

ﻭﻓﻴﻪ ﺇﺑﺮاﻫﻴﻢ ﺑﻦ ﺯﻳﺎﺩ اﻟﻘﺮﺷﻲ ﻗﺎﻝ اﻟﺒﺨﺎﺭﻱ: ﻻ ﻳﺼﺢ ﺣﺪﻳﺜﻪ، ﻓﺈﻥ ﺃﺭاﺩ ﺗﻀﻌﻴﻔﻪ ﻓﻼ ﻛﻼﻡ، ﻭﺇﻥ ﺃﺭاﺩ ﺣﺪﻳﺜﺎ ﻣﺨﺼﻮﺻﺎ ﻓﻠﻢ ﻳﺬﻛﺮﻩ، ﻭﺃﻣﺎ ﺑﻘﻴﺔ ﺭﺟﺎﻟﻪ ﻓﻬﻢ ﺭﺟﺎﻝ اﻟﺼﺤﻴﺢ.
Read More
Ketika al-Ghazali Berbicara tentang Keindahan

Ketika al-Ghazali Berbicara tentang Keindahan

Ilustrasi foto (kumparan)
Penulis: Saifir Rohman

Atorcator.Com - Tabiat manusia normal adalah menyukai keindahan. Terkadang, manusia rela bersusah payah mendaki puncak gunung yang terjal, atau menyelami lautan dalam demi memburu apa yang disebut keindahan. Bahkan tak jarang atas nama keindahan pula, seseorang bisa rela menghabiskan uang puluhan bahkan ratusan juta untuk membengkeli bagian tubuhnya yang dirasa kurang indah.

Sayangnya, pertanyaan mendasar tentang apa itu keindahan terkesan hanya menjadi milik para filosof. Padahal yang mencintai keindahan tidak hanya kalangan filosof. Mestinya diskursus ini juga dikaji oleh kita, kebanyakan manusia. Dengan harapan bisa lebih arif memaknai keindahan.

Dalam Ihya Ulum ad-Din Rubu al-Munjiyat, pada Kitab al-Mahabbah wa as-Syauq wa al-Uns wa ar-Ridha,  fakih sekaligus sufi agung berkebangsaan Iran, Abu Hamid al-Ghazali memberikan pakem: Keindahan adalah hadirnya kesempurnaan dari suatu entitas yang layak nan mungkin melakat pada/bagi entitas tersebut. (Ihya Ulum ad-Din, Jilid 4, h. 291)

كل شيء فجماله و حسنه أن يحضر كماله اللائق به الممكن له

Al-Ghazali memberi tamtsil, seekor kuda yang cantik atau gagah manakala seluruh potensinya sebagai kuda (meliputi peringai, postur, warna, kecepatan berlari, dan mudah diatur) hadir secara paripurna. (Ihya’ ‘Ulum ad-Din, Jilid 4, h. 291)

فالفرس الحسن هو الذي جمع كل ما يليق بالفرس من هيئة و شكل و لون و حسن عدو و تيسر كر و فر عليه

Beda halnya misalkan, ada kuda berparas seperti Irish Bella sembari berkulit kuning langsat atau putih mulus laiknya bintang iklan sabun. Kuda semacam ini tidak bisa dikatakan molek. Selain karena sifat-sifat tadi tidak cocok bagi seekor kuda, hal itu juga hanya mungkin terjadi di layar mimpi alias fiktif belaka. Inilah yang dimaksud  اللائق به الممكن له (pantas dan mungkin.)

Dalam media sosial seperti Facebook maupun Instagram kerap kita jumpai kawan atau bahkan saudara kita mengunggah foto dengan filter wajah yang dengan hewan seperti kelinci, kucing, bahkan anjing, yang entah apa motifnya. Yang jelas bila ditinjau menggunakan pakem dari al-Ghazali, apa yang dilakukan mereka ibarat memulas rona rembulan dengan tahi kerbau. Wajah mereka yang mestinya jelita menjadi buruk rupa karena diembel-embeli dengan sesuatu yang tak pantas.

Al-Ghazali dengan lugas menyatakan,

فحسن كل شيء في كماله اللائق به. فلا يحسن الإنسان بما يحسن به الفرس   

“Keindahan sesuatu itu terletak pada kesempurnaan yang pantas baginya. Dengan begitu, seorang insan tidak bisa menjadi anggun sebab sesuatu yang bisa menjadikan seokor kuda molek.” (Ihya’ ‘Ulum ad-Din, Jilid 4, h. 291)

Mengawali ulasan tentang keindahan, al-Ghazali mengkritik kalangan yang disebutnya sebagai المحبوس في مضيق الخيلات والمحسوسات (individu yang tertawan dalam sempitnya imajanasi dan perkara indrawi.) Yakni kalangan yang berasumsi bahwa keindahan hanya terbatas pada apa yang bisa dicerap oleh pancaindra, seperti postur, warna kulit, dan seterusnya.

Mereka beranggapan bahwa apapun yang tak bisa dilihat, tak bisa diimajinasikan, tak berbentuk serta tak berwarna hanyalah sesuatu yang sifatnya muqaddar belaka, hanya bisa diduga dan mustahil divisualisasikan keindahannya. Dengan demikian ia tak akan sanggup memberi kenikmatan dan sebagai konsekuensinya ia tak mungkin disenangi.

Akan tetapi dalam pandangan al-Ghazali, pemahaman di atas jelas-jelas salah. Bagi beliau, keindahan tidak harus  identik dengan obyek yang bisa dijangkau pandangan. Sebab di samping kita sering berujar, ini kaligrafi yang indah, ini pakaian yang bagus, kita juga sering berkata “ini suara yang merdu.”

Bahkan lebih dari itu, keindahan menurut al-Ghazali juga mungkin terjuwud pada sesuatu yang tak bisa dicerap oleh pancaindra.  Karenanya, kita sering berujar: Ini akhlak yang bagus, ini ilmu yang apik, ini watak yang baik. Akhlak, ilmu, maupun watak adalah keindahan abstrak yang tidak bisa dinikmati dengan pancaindra, melainkan dengan cahaya mata batin. (Ihya Ulum ad-Din, Jilid 4, h. 291)

Beliau juga mengemukakan ilustrasi tentang bagaimana naluri kita di-setting untuk mencintai para anbiya wa al-mursalin berikut para sahabat, padahal kita belum pernah bertatap muka dengan mereka. Bagaimana pula kecintaan para penganut mazhab terhadap imam mazhab mereka, hingga mereka rela berkorban harta bahkan nyawa demi mazhabnya. Sementara, mereka juga belum sempat menyaksikan imam-imam mereka.

Semua itu terjadi sebab yang dipandang adalah surah batiniyah (meliputi agama, ketakwaan, limpahan ilmu, jasa-jasa dalam mengembangkan dan menyebarluaskan ajaran agama.) Bidikan cinta mereka adalah kedalaman yang sifatnya esensial-substantif, yang lebih awet tinimbang sekadar paras atau kulit luar.

Itulah sebabnya usia cinta mereka sanggup melampaui usia sang kekasih termasuk usia mereka sendiri. Seandainya yang menjadi pusat perhatian adalah penampilan fisik, yang seiring berjalannya waktu akan menjadi renta lalu lambat laun akan binasa, niscaya cinta mereka juga akan segera lenyap dan tak akan bertahan lama. 

Menurut para pakar, saat ini kita hidup di zaman post-truth. Di mana masyarakat cenderung abai terhadap fakta dan kebenaran seraya cenderung mengedepankan selera. Tak peduli benar atau salah, elok tidak elok, asal sesuai selera tak jadi masalah. Gagasan al-Ghazali pun menemukan momentumnya untuk digali, dielaborasi, dan diterapkan. Al-Ghazali mengajarkan kita untuk cerdas memilih mana yang betul-betul indah, mana keindahan yang temporal atau mana yang benat-benar permanen.

__________________________________________

  • Saifir Rohman Santri mahasiswa, penggemar kretek, kopi dan puisi
Read More

Kamis, Mei 30, 2019

Syeikh al-Wajiih Ulama yang Tidak Terpancing Emosi

Syeikh al-Wajiih Ulama yang Tidak Terpancing Emosi

Ilustrasi foto (Gus Afif/penulis/nu.jabar)
 Penulis: Dr. KH. M Afifuddin Dimyathi

Atorcator.Com - Diceritakan dalam kitab Mu'jamul Udaba' karya Yaqut al Hamawi, bahwa Abu Bakar Al Mubarok bin Al Mubarok bin Abil Azhar Adh Dhoriir (W 612 H) seorang ulama ahli nahwu yang digelari Al Wajiih. Beliau dikenal seorang yang indah ahlak dan perilakunya, lapang dada, penyabar dan tidak pemarah. Sehingga ada sebagian orang-orang jahil yang berniat mengujinya dengan memancing kemarahannya.

Maka datanglah orang ini menemui Al Wajiih, kemudian bertanya kepadanya tentang satu masalah dalam ilmu nahwu. Syaikh Al Wajiih menjawab dengan sebaik-baik jawaban dan menunjukan kepadanya jawaban yang benar.

Lantas orang itu berkata kepadanya: “Engkau salah".

Syaikh kembali mengulangi jawabannya dengan bahasa yang lebih halus dan mudah dicerna dari jawaban pertama, serta ia jelaskan inti sebenarnya.

Orang itu kembali berkata: “Engkau salah hai syaikh, aneh orang-orang yang menganggapmu menguasai ilmu nahwu dan engkau adalah rujukan dalam berbagai ilmu, padahal hanya sebatas ini saja ilmumu!”.

Syaikh berkata dengan lembut kepada orang itu: “Anakku, mungkin engkau belum paham jawabannya, jika engkau mau aku ulangi lagi jawabannya dengan yang lebih jelas lagi dari pada sebelumnya”.

Orang itu menjawab: “Engkau bohong! Aku paham apa yang engkau katakan akan tetapi karena kebodohanmu engkau mengira aku tidak paham”.

Maka syaikh Al Wajiih berkata seraya tersenyum: “Aku mengerti maksudmu, dan aku sudah tahu tujuanmu. Menurutku engkau telah kalah. Engkau bukanlah orang yang bisa membuatku marah selama-lamanya.

Anakku, konon ada seekor burung duduk di atas punggung gajah, ketika dia hendak terbang ia berkata kepada gajah, “Berpeganglah kepadaku, aku akan terbang!”.

Gajah berkata kepadanya: “Demi Allah hai burung, aku tidak merasakanmu ketika bertengger di punggungku, bagamaimana aku berpegang kepadamu saat engkau terbang!”.

Demi Allah hai anakku! Engkau tidak pandai bertanya tidak pula paham jawaban, bagaimana aku akan marah kepadamu?!”.


  • KH. M Afifuddin Dimyathi Pengasuh Pondok Pesantren Darul Ulum, Jombang dan Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya
Read More
Kapan Terjadinya Malam Lailatul Qadar?

Kapan Terjadinya Malam Lailatul Qadar?

(foto/nu-or.id)
Penulis: KH. DR. Miftah el-Banjary, MA

Atorcator.Com - Di dalam Alquran, Allah Swt tidak menjelaskan secara eksplisit kapan terjadinya malam lailatul qadar itu secara pasti. Allah memang sengaja merahasiakan turunnya malam lailatul qadar pada setiap tahun di bulan Ramadhan.

Hikmah dirahasiakan turunnnya malam mulia itu setiap tahunnya agar setiap orang mukmin bersungguh-sungguh menantikan dan memperolehnya sejak awal Ramadhan hingga akhirnya.

Ketiadaan informasi yang jelas tentang kapan turunnya malam keutamaan itu, bukan berarti tidak ada seorang pun yang mengetahuinya.

Para golongan ‘arifin, para ulama serta orang-orang mukmin yang memang terpilih mampu mengenali malam yang bertepatan lailatul qadar melalui pertandanya.

Mereka dapat mengenali sejumlah tanda-tanda yang memang secara implisit disebutkan sejumlah keterangan dari hadis-hadis nabi SAW.

Bahkan sejumlah golongan arifin mampu memprediksikan terjadinya malam lailatul qadar itu berdasarkan pengalaman empiris dan pengetahuan mukasyafah yang Allah karuniakan melalui kebersihan hati mereka.

Di antara sejumlah tokoh ulama besar yang mampu memperkirakan terjadinya malam lailatul qadar tersebut adalah Ibnu Abbas, Ibnu Araby Syekh Abdul, Imam al-Ghazali, Imam as-Syadzili dan sejumlah tokoh sufi lainnya.

Sebagian para ulama ada yang menyatakan terjadinya pada malam 21 Ramadhan. Namun, ada pula sejumlah ulama yang memberikan kepastian berdasarkan pengalaman spritual mereka.

Ibnu Abbas misalnya, beliau menyatakan tafsiran beliau terhadap surah al-Qadr bahwa maksud malam lailatul qadar yang dimaksud terjadinya pada malam 27 Ramadhan.

Sedangkan para kalangan sufi, seperti Imam Ghazali, Ibnu Araby, dan Imam as-Syadzili malah mampu membuat semacam kaidah rumus prediksi terjadinya malam lailatul qadar berdasarkan hari dimulainya awal bulan Ramadhan.

Keterangan kaidah perumusan tersebut dapat ditemui pada keterangan Kitab Hasyiah Baijury, Tuhfah as-Syarwany wal Jamal dan ‘Inatut Thalibin.

Ada kesamaan kaidah antara al-Imam al-Ghazali dan Imam as-Syadzili dalam menentukan malam terjadinya lailatul qadar, menurut perhitungannya: “Jika awal puasa dimulai hari Ahad, maka ia jatuh pada malam ke [29], jika pada hari Senin [21], Selasa [27], Rabu [19], Kamis [25], Jum’at [17], Sabtu [23].”

Sedangkan ada perbedaan dengan prediksi Ibnu Araby yang menurutnya, “Jika awal puasa dimulai pada hari ahad, maka malam lailatul qadar jatuh pada malam ke-[27] hari Senin [19], Selasa [25], Rabu [17], Jum’at [29], Sabtu [21].”

Sedangkan jika terjadinya awal puasa pada hari kamis, Ibnu Araby tidak memberikan angka kepastian yang jelas, melainkan hanya memberikan batasan terjadinya pada malam-malam ganjil pada malam sepuluh terakhir bulan Ramadhan.

Menurut keterangan di dalam kitab Sulamul Futuhat terdapat perbedaan lagi, “Jika Ahad [27], Senin [29], Selasa [25], Rabu [27], Kamis [21], Jum’at [29], Sabtu [21].”

Sedangkan menurut keterangan Syekh Ali bin Abdurrahman al-Kalantani di di dalam kitab Jauhur al-Mauhub menyebutkan jika awal puasa dimulai pada hari Ahad, maka malam lailatul qadar jatuh pada malam ke- [27], Senin [29], Selasa [25], Rabu [27] Kamis [21], Sabtu [21], di sana tidak disebutkan hari Jumat.

Imam Nawawi pun memiliki kaidah yang sedikit berbeda, menurut beliau pada hari Ahad [29] Senin [21] Selasa [27] Rabu [29] Kamis [25] Jum’at [27] Sabtu [23].

Menurut Imam Ghazali di dalam kitab Mukasyafatul Qulub, malam lailatul qadar itu dapat diketahui dari sejumlah pertanda fenomena alam.

Di antaranya pada malam itu, suasana cerah, hening dan nyaman, tidak dingin dan tidak pula panas, tidak pula hujan, atau gerimis. Bintang-bintang bersinar gemerlapan. Pada pagi harinya, matahari bersinar agak redup, disebabkan kepakan sayap malaikat yang turun naik silih berganti hingga fajar.

Tujuan utama kita beribadah semata-mata mengharapkan ridha-Nya, bukan semata malam lailatul qadar. Keutamaan lailatul qadar hanya bonus. Syukur kita jika memperoleh keutamannya.

Hal yang terpenting yang diajarkan oleh Rasulullullah ketika kita menemui malam mulia itu hendaknya berdoa.


“Allahumma inni as’aluka ridhaka wal jannah, wa ‘azubika min sakhatika wannar. Ya Allah, aku meminta ridha-Mu dan surga-Mu dan aku berlindung dari azab api kemurkaan-Mu.”

  • KH. DR. Miftah el-Banjary, MA Penulis National Bestseller | Dosen | Pakar Linguistik Arab & Sejarah Peradaban Islam | Lulusan Institute of Arab Studies Cairo Mesir
Read More
Mempertanyakan Gus Mus, Apakah Gus Mus Itu pernah Liberal?

Mempertanyakan Gus Mus, Apakah Gus Mus Itu pernah Liberal?

(Kyai Mustofa Bisri/Gus Mus)
Penulis: Nyai Shuniyya Ruhama

Atorcator.Com - Dulu banyak orang yang mengatakan Gus Mus itu liberal. Menurut Mbak Shuniyya, apakah benar Gus Mus itu liberal?

Shuniyya menjawab:

Iya ... sementara anggap saja itu benar. Sekarang mari kita lihat beliau dari dekat dengan hati dan akalmu......

Lihat saja beliau, yang seumur hidup dipanggil Gus, padahal, beliau itu Kyai Sepuh yang disegani banyak orang, yang ilmunya seperti lautan tak bertepi. Sementara orang baru belajar agama Islam, baru tahu satu dua ayat dijerumuskan teman-temannya dengan sebutan Ustadz... Liberal siapa?

Lihat saja bagaimana beliau selalu sumringah, bersikap melayani, tidak seperti Ndoro yang selalu minta dilayani. Tidak peduli yang sowan itu pejabat atau penjahat, semua diterima dengan tangan terbuka. Tidak pernah menghakimi orang lain. Sementara yang baru saja belajar agama sudah berani menggantikan tugas Malaikat Rokib dan Malaikat Atid, bahkan tidak segan-segan mengambil alih tugas Malaikat Ridwan dan Malaikat Malik.... Liberal siapa?

Jika kita sowan ke beliau-pun, dengan senang hati diajak foto bersama. Ingin menyenangkan hati semua orang.Tidak ada sedikitpun umpatan dan cacian yang akan kita dengar dari lisan beliau yang mulia. Bandingkan saja dengan sebarisan orang yang mengharamkan foto narsis, mencaci, memaki, bahkan tidak segan-segan meneraka-nerakan orang lain. Di saat yang sama, fotonya dengan berbagai gaya dan pose bertebaran di mana-mana... Liberal siapa?

Lihat saja saat beliau terisak di Muktamar Nu Jombang 2015, bahkan bersedia mencium kaki para peserta supaya tetap tenang. Kyai Sepuh panutan umat kok mau-maunya menyatakan hal ini... Sementara yang di sana jangankan mencium tangan Kyai, sowan saja entah mau entah tidak... Liberal siapa?

Lihat saja, saat beliau begitu saja menolak jabatan tertinggi dari ormas Islam terbesar di dunia, padahal sudah pernah menjadi pejabat sementara saat Syaikhona Mbah Sahal Mahfudz Pati berpulang ke rofiqul a’la sebelum selesai tugasnya, dan didukung penuh oleh Kyai Sepuh yang lebih senior, beliau hanya tertunduk, menangis, merasa tidak pantas... Lha yang sono tuh, malah mengangkat dirinya sebagai pemimpin ini itu, imam ini itu, setidaknya dijerumuskan teman-temannya sendiri dalam jabatan itu, petentang petenteng padahal ada yang jauh lebih pantas atas sebutan dan jabatan itu... Liberal siapa?

Yang bilang Syaikhona Gus Mus itu Liberal ... Mikir!!!!

I Love U Syaikhona Mbah Yai Musthofa Bisri

Sugeng ambal warso syaikhona mbah yai musthofa bisri ... Semoga selalu diberikan kesehatan dan umur panjang agar dapat membimbing dan menuntun kita semua

Khushushon ila ruhi wa jasadi Syaikhina Simbah Kyai Ahmad Mustofa Bisri wa zawjatihi, wadzurriyatihi, wa furu'ihi, wa silsilatihi binuri, wabi syafa'ati wa bikaromati Al Fatihah...

  • Nyai Shuniyya Ruhama Pengajar PPTQ Al Istiqomah Weleri-Kendal Murid Mbah Wali Gus Dur. Alumni FISIPOL Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Read More
Cerita Rusuh "Paket Hemat"

Cerita Rusuh "Paket Hemat"

Ilustrasi foto (Tempo)
Penulis: Dimas Supriyanto

Atorcator.Com - Meski kerusakan dan kerugian yang diakibatkannya fatal - namun kerusuhan 21 - 22 Mei 2019 di depan Bawaslu dan kawasan Tanah Abang, Petamburan serta Slipi, dua hari lalu, termasuk kecil. Hanya sekelas tindak kriminal biasa.

Saya membayangkan untuk membela kubu capres yang kalah - tapi ngeyel menolak kalah -  di Pilpres 2019 ini - skala rusuhnya meluas, sporadis dan merata seluruh ibukota - seperti Mei 1998. Bahkan seIndonesia. Pokoknya ngeri, dah!!

Apalagi didukung puluhan pensiunan jendral di belakangnya.

Nyatanya,  cuma kelas preman ABG Tanah Abang - level rusuh antar ormas rebutan lahan parkir.

"Mereka sudah kehabisan dana, jadi rusuhnya 'paket hemat' saja, " komentar redaktur portal berita online ternama diiringi suara tawa terkekeh, lewat telepon, kemarin. 

Para perusuh yang dibekali Rp300 ribu per orang untuk mengamuk dan bertaruh nyawa melawan aparat nampaknya hanya tiga gerombolan makhluk jenis ini:

(1). Pemabuk - yakni pemabuk alkohol dan pemabuk agama

(2).  Pemalas dan pengangguran

(3). Mereka yang sudah tercuci otaknya oleh Hoaks.

Semakin nyata capres kalah ditinggalkan pendukungnya. 

PKS yang sukses mengumpulkan massa di GBK sudah puas dengan perolehan suara di TPS dan tak peduli lagi pada nasib sekondannya - yang tidak jelas ke-Islam-annya itu.

Partai Demokrat sudah patah arang, malah sesama pendukungnya saling caci maki di Twitter dan menyalahkan, dengan cara saling menghina, sampai level paling jorok. Twitwar yang tidak intelek sama sekali. Dampak sowan sang Pangeran AHY ke istana pak De.

Maka kubu 02 bertahan, ngeyel, "kekeuh sumekeuh", bersama PAN -  yang sudah setengah hati juga.

Maka, tak heran mereka mengandalkan preman jalanan, makhluk bertato, robot rusak bernyawa, ABG culun, selevel anak buah Hercules Cs - yang selama ini dikenal sebagai sohib Wowo -  tapi kali ini didatangkan khusus dari Banten dan Jabar.  Perusuh "impor".

Mobil ambulan partai pun dikerahkan untuk mengangkut batu dalam rangka "menghemat anggaran rusuh"!

Kocak, boleh!

Agak mengenaskan sebenarnya.

Tapi juga menjijikan.

Soalnya naluri lamanya kumat. Rusuh. Menyusahkan rakyat!

Typikal anak nakal -  bawaan bengal, didikan brandal - terbiasa brutal.

Tapi levelnya pensiunan jendral.


Jijay...akh...
Read More
Sosok Prof. Dr. KH. M. Tolchah Hasan Dalam Pandangan Gus Nadirsyah Hosen

Sosok Prof. Dr. KH. M. Tolchah Hasan Dalam Pandangan Gus Nadirsyah Hosen

Ilustrasi foto (fb-Nadirsyah Hosen)
Atorcator.Com - Sosok mediang Prof. Dr. KH. M. Tolchah Hasan tutup usia pada pukul 14.10 Rabu (29/5/2019). Ulama kharismatik yang kiprahnya dalam dunia pendidikan khususnya bagi kemajuan pendidikan Nahdhatul Ulama sungguh luar biasa.

Kabar duka ini tentu bukan hanya kabar duka bagi keluarga beliau. Akan tetapi, juga kabar duka bagi warga Nahdliyyin.

Sebagai sosok yang masih Aktif dalam organisasi Nahdlatul Ulama, sosok muda intelektual NU memberikan pandangan sekaligus mengenang sosok Prof. Dr. KH. M. Tolchah Hasan yang kini tutup usia.

Dalam beberapa media sosial yang beredar, Gus Nadir (sapaan akrabnya) menuliskan kenangan tentang Prof. Dr. KH. M. Tolchah Hasan yang diberi judul "Mengenang Prof Dr KH Tolchah Hasan (Allah Yarham)"

Berikut tulisan beliau:

Mengenang Prof Dr KH Tolchah Hasan (Allah Yarham)

1. Kiai Tolchah Hasan meninggal hari ini 29 Mei 2019 bertepatan dengan hari ke 24 bulan suci Ramadhan. Al fatihah ...ijinkan saya turut mengenang beliau. 


2. Beliau adalah pendiri UNISMA (Univ Islam Malang), Menteri Agama era Gus Dur, dan mantan Wakil Rais Am PBNU era Kiai Sahal Mahfud. Kepergian beliau adalah duka dan kerugian besar untuk umat Islam


3. Sosok yg teduh, bersahaja dan penuh dg gagasan visioner khususnya masalah pendidikan dan Aswaja. Beliau jg terus mengikuti pemikiran keislaman dg mengupdate bacaan kitab kontemporer, spt yg beliau diskusikan dg saya


4. Beliau rutin mengelola pengajian kitab Ihya ‘Ulumiddin karya Imam al-Ghazali di rumahnya. Dan anehnya yg ikut ngaji itu termasuk para kiai. Kenapa?


5. Sanad cerita ini dari kawan saya KH Abdul Adzim Irsyad. Dulu di Tebuireng, Tolchah remaja belajar pada KH Idris Kamali yg legendaris itu. Saat Tolchah dan kawannya minta ngaji kitab Ihya, Kiai Idris meminta mereka datang lagi esok hari


6. Lantas keesokan harinya, Kiai Idris menuturkan bhw beliau sdh minta ijin Imam al-Ghazali utk mengajar Ihya. Bahkan Imam al-Ghazali sendiri yg memilihkan nama2 santri yg layak ikut ngaji Ihya


7. Kiai Tolchah termasuk yg dipilih utk ngaji Ihya. Itu sebabnya yg sdh selevel Kiai pun banyak yg kemudian ngaji Ihya di rumah Kiai Tolchah utk ngalap barokah Kiai Idris dan Imam al-Ghazali


8. Sewaktu sowan ke rumah beliau beberapa bulan lalu, saya sempat mengutip isi kitab Ihya, dan beliau mengomentarinya. Niat saya juga tabarukan. Alhamdulillah 🙏


9. Sewaktu th 2008 Kiai Tolchah kami undang safari Ramadhan ke Australia, saya ingat betul beliau menarik tangan saya masuk kembali ke kamar beliau setelah kawan2 yg lain keluar kamar.


10. Kiai Tolchah mengatakan senang dg cara saya memimpin kawan2 NU. Beliau rupanya diam2 memperhatikannya. Kata beliau tdk mgk kawan2 anda begitu loyal dan taat spt ini kalau kepemimpinan anda tdk merakyat. 


11. Lantas beliau merobek kertas kecil dan menuliskan wirid utk saya baca, untuk diamalkan menjadi pemimpin. Saya dg takjub menerimanya meski tidak benar2 paham maksud beliau. Sbg santri saya sami’na wa atha’na.


12. Demikian kenangan saya ttg Kiai Tolchah Hasan. Terima kasih Pak Yai atas ilmu, doa dan teladannya. Semoga Allah kelak membangkitkan Pak Yai di Padang Mahsyar bersama barisan Imam al-Ghazali dan Kiai Idris Kamali. Lahumul fatihah...


Tabik,


Nadirsyah Hosen

Rais Syuriyah PCI Nahdlatul Ulama
Australia - New Zealand dan Dosen Senior Monash Law School

________________________________________

Jurnalis: Syarifah
Editor: Moh. Syahri
Publisher: Nailatul Izzah
Read More
Pengalaman Berguru Kepada Prof. Dr. KH. M. Tolchah Hasan

Pengalaman Berguru Kepada Prof. Dr. KH. M. Tolchah Hasan

Ilustrasi foto (NU online)
Penulis: W Eka Wahyudi

Atorcator.Com - Al-insanu aduwwu maa jahilu, manusia adalah musuh dari kebodohannya sendiri. Di setiap pertemuan kuliah, beliau selalu mengungkit-ngungkit kalam indah itu kepada kami. Seakan-akan tak bosan untuk mengingatkan betapa pentingnya memberangus kebodohan dalam diri.

Dalam berbagai macam kesempatan, Kiai Tolchah Hasan mewanti-wanti agar kita sebagai mahasiswa doktoral melahap buku apapun. Karena menurut Menteri Agama era Gus Dur ini, salah satu indikasi seorang memiliki kualifikasi kedoktoran adalah dengan semakin bervariasinya buku yang mereka kecap.

Dalam sebuah kesempatan, di sebuah ruang takmir Masjid Sabilillah Malang, kami berempat; Prof Tolchah ,saya bersama Pak Heru (Ansor Malang) dan Gus Anas (putra KH Bashori Alwi) berbincang-bincang tentang NU dan bangsa. Beliau mengatakan kepada kami saat itu, bahwa problem terbesar NU saat ini adalah masalah Pendidikan dan Kesehatan.

Untuk itu, beliau berkomitmen mewakafkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk membuat lembaga pendidikan dan kesehatan yang berkualitas. UNISMA, RSI UNISMA dan Lembaga Pendidikan Sabilillah yang prestisius di Malang, merupakan kristalisasi dari gagasan keulamaan beliau yang diterjemahkan menjadi kerja keummatan.

“orang-orang NU kalau membuat yayasan, harus berkualitas. Jangan asal punya, kalau asal punya jelek nanti jadinya” tuturnya kala itu.

Beliau juga menceritakan di usianya yang senja, tengah menyelesaikan sebuah buku. Buku tersebut disusun berdasarkan pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari santri-santrinya saat mengampu pengajian ihya’ di dalemnya. “Kebiasaan setiap ba’da subuh ini saya lakukan karena meniru Imam Ghazali yang beberapa kitabnya ditulis berdasarkan pertanyaan dari pada santrinya”, terangnya dengan nada suara lirih.

Cita-citanya untuk meningkatkan kualitas SDM NU adalah dengan dibukanya program doktoral dan kedokteran di UNISMA. Beliau berujar pada kami bertiga kala itu. Bahwa UNISMA dan lembaga pendidikan Sabilillah memang diperuntukkan untuk kanalisasi generasi-generasi NU yang orang tuanya telah memiliki perekonomian yang mapan. Karena tren saat ini, orang-orang NU banyak yang keadaan ekonominya membaik. Untuk itu, diperlukan lembaga pendidikan yang baik untuk menampung aset-aset ideologi NU.

Tentang pemikiran keislaman, beliau selalu berpesan bahwa untuk memahami islam perlu didekati dengan tiga pendekatan sekaligus; pendekatan doktrinal (doctrinal approach), sejarah (historical approach) dan sosial-kultural (sosio-cultural approach). Dengan cara seperti ini, dalam pandangan beliau, Islam akan dipahami dengan perangkat ilmu yang mampu mengkontekstualisasikan kondisi, sehingga rahmatan lil alamin akan mudah terwujud. Karena, akar radikalisme bersumber dari cara beragama yang tak didasari basis keilmuan yang mapan.

“orang radikal biasanya semangat beragamanya tinggi, tapi miskin ilmu”; “Karena beragama dan berislam tidak bisa dibuat gagah-gagahan” pesan Prof. Tolchah.

Untuk menutup sekilas pengalaman bersama beliau, akan saya kutipkan satu pesan moral yang beliau sampaikan kepada kami.

Sejelek-jeleknya manusia adalah mereka yang kalau makan sendiri, dan ketika masuk rumah anak dan istri takut/ tidak bergembira.

Kita khususkan hadiah fatihah kepada beliau. Lahul Faatihah....


  • W Eka Wahyudi Ketua Lakpesdam NU Lamongan Mahasiswa S3 Unisma Malang Sekjend ASPIRASI (Asosisi Penulis dan Peneliti Islam Nusantara)
Read More

Rabu, Mei 29, 2019

Wafatnya "Imam Ghozali Indonesia" Mengenang Prof. Dr. KH. M. Tolhah Hasan

Wafatnya "Imam Ghozali Indonesia" Mengenang Prof. Dr. KH. M. Tolhah Hasan

Ilustrasi foto (Kyai Tolhah Hasan)
Penulis: Imron Rosyadi Hamid

Atorcator.Com - Suatu malam saya bertanya ke istri, "Kenapa beli kitab sebanyak ini?" Sambil melihat puluhan kitab dengan hardcover hijau tua yang baru datang dengan beberapa judul : Mukhtashar fii Ulumiddin, Al Ghunyatuth Thalibin, Al Fathur Rabbany  karya As Syech Abdul Qadir Al Jylani yang menumpuk di ruang tengah. Istri menjawab, "satu set untuk saya, satu set yang lain untuk (dihadiahkan ke) Kyai Tolhah.". 

Seingat saya ini bukan yang pertama, beberapa tahun sebelumnya waktu ke Kairo, saya pernah mengantar istri keliling ke toko kitab di dekat kampus Al Azhar, tujuannya sama : mencarikan kitab2 pesanan Kyai Tolhah Hasan tentang Fiqh dari 4 madzhab (Madzahibul Arba'ah). Bahkan musim haji 2018 lalu, kepada istri saya KH. Tolhah juga memesan kitab  Quutul Qulub karya Abu Tholib Al Maky. 

Model interaksi keilmuan semacam ini yang sering dilakukan istri saya dengan Kyai Tolhah Hasan baik sebagai kerabat maupun pengurus di Yayasan Al Maarif Singosari dengan menjadikan Kyai Tolhah Hasan sebagai "jujugan" utama dalam berkonsultasi ketika menemukan persoalan organisasi, pendidikan di lingkungan Almaarif dan pesantren hingga urusan pemilihan kitab tafsir Al Ibriz karya KH. Bisri Mustofa yang akan diajarkan istri ke Jamaah Ibu2 di Masjid Besar Hizbullah Singosari.

Kyai Tolhah memang pribadi yang lengkap,  seorang organisatoris handal (memulai menjadi aktifis Ansor hingga menjadi pimpinan PBNU), memiliki kemampuan akademik dalam disiplin ilmu umum  (Pendiri dan Rektor Unisma), serta ke'aliman dan penguasaan literatur keisIaman yang luas. 

Gus Dur bahkan pernah menyebut KH. Tolhah Hasan sebagai Imam Ghozalinya Indonesia. Maka tak heran ketika KH. Abdurrahman Wahid menjadi Presiden RI keempat, KH. Tolhah Hasan diangkat sebagai Menteri Agamanya.
----
Saya sendiri punya banyak pengalaman pribadi dengan Kyai Tolhah dalam banyak hal termasuk mengaji rutin Kitab _Rowa'iul Bayan Tafsiir Ayatul Ahkam karangan Muhammad Ali as Ashobuny ke beliau di kediaman Singosari. 

Di luar urusan mengaji, sejak saya aktif di Ansor PAC Singosari hingga Cabang Kabupaten Malang, punya pengalaman ketika saya ditunjuk menjadi ketua panitia Harlah Ansor ke 69, saya diminta untuk membuat buku _(Tak Lekang Ditelan Zaman)_ tentang sejarah kepengurusan GP. Ansor Kabupaten Malang sejak berdiri hingga Kepemimpinan Shb. Hanief (saat saya menjadi sekretaris cabang), maka KH. Tolhah menjadi salahsatu sesepuh yang kami sowani karena beliau mantan Ketua PC. Ansor di awal Tahun 1960an. Salahsatu cerita beliau yang sangat menarik adalah : hampir semua ranting di tingkat desa/ dusun di Kabupaten Malang pernah beliau kunjungi. 
----
Ketika Khaul Gus Dur  Tahun 2013 , saya diminta keluarga Ciganjur untuk menjadi narahubung KH. Tolhah Hasan untuk memberikan ceramah dan testimoni tentang Almarhum KH. Abdurrahman Wahid. Ketika selesai acara, saya menyaksikan Kyai Tolhah menolak diberi bisyaroh oleh panitia. Beliau begitu hormat kepada Almarhum Gus Dur dan merasa sebagai keluarga besarnya.
----
Sewaktu Persiapan Harlah AnsorTahun 2012  di Solo yang akan dibuka Presiden SBY, saya pernah diminta Shb. Nusron Wahid untuk mengantar sowan ke KH. Tolhah Hasan di rumah beliau di Cibubur, tetapi waktu itu KH. Tolhah Hasan bersamaan dengan agenda lain sehingga tidak bisa hadir dalam pemberian penghargaan sebagai sesepuh di Harlah Ansor ke- 78 di Solo.
----
Di tahun2 terakhir ketika KH. Tolhah Hasan memilih untuk menetap di Singosari setidaknya ada dua pengalaman dibidang keorganisasian yang patut diteladani Warga NU : beliau "menolak" dicalonkan menjadi pucuk pimpinan organisasi. 

Pertama ketika saya menyaksikan KH. Hasyim Muzadi sowan ke Kyai Tolhah Hasan agar bersedia dicalonkan sebagai Rois 'Aam dalam rangka persiapan  Muktamar NU Jombang. Kyai Tolhah ngendikan tidak bersedia karena faktor usia. 

Kedua, ketika saya mengantar Pak LBP dan Mbak Yenny Wahid ke Singosari untuk sebuah diskusi kemungkinan Kyai Tolhah Hasan bersedia menjadi Ketum MUI, beliau juga menjawab tidak bersedia karena faktor usia.
-------
Sebelum saya berangkat ke Tiongkok untuk melanjutkan studi S3, Kyai Tolhah sempat memberikan wejangan ke saya tentang kemajuan China yang perlu dipelajari. Bahkan dalam berbagai kesempatan pulang ke Indonesia, ketika bertemu beliau, KH. Tolhah sering mengenalkan saya ke beberapa orang sebagai pengurus NU Tiongkok. 
 -----
Beberapa minggu lalu saya mendengar berita dari istri : Kyai Tolhah masuk RS dan memberikan update kabar perkembangan  kesehatan beliau dari waktu ke waktu. Hari ini, 29 Mei 2019, saya menerima kabar tentang wafatnya tokoh dan kyai panutan kita semua, KH. M. Tolhah Hasan, "Imam Ghozalinya Indonesia".

Kullu man 'alaiha faan, wayabqa wajhurabbika dzul jalaali wa al ikraam

Sugeng tindak Pak Kyai...


  • Imron Rosyadi Hamid Rois Syuriyah PCINU Tiongkok
Read More