April 2018 - Atorcator
Latest Update
Fetching data...

Senin, April 30, 2018

Menapaki Kota Semarang Dengan Wisatanya

Menapaki Kota Semarang Dengan Wisatanya


Foto saya sedang duduk manis
Menikmati indahnya malam hari kota lama
Semarang
 Seperti biasa, piknik memang sangatlah penting dalam hidup ini. Tak terkecuali hanya sekedar menghibur diri, bersenang-senang dan untuk lari dari kejenuhan dan keboringan. Dalam piknik kali ini, saya ditakdirkan untuk bisa sampai ke kota Semarang yang kedua kalinya setelah satu tahun yang lalu pernah menapakinya. Namun piknik kali tidaklah sama dengan piknik tahun sebelumnya. Tahun lalu mungkin bisa dibilang piknik religi, karena yang saya datangi pesantren Tahfidzul Qur'an dan belum sempat piknik menjelajahi wisata kota semarang yang saya alami tahun ini.

Saya menulis ini, bukan berarti saya sudah tau betul dan paham akan pernak pernik dan lekuk kota semarang. Namun, dalam tulisan kali ini, terus terang saja hanya ingin berbagi pengalaman yang saya alami. Pastinya masih banyak hal yang belum saya ketahui tentang kota semarang karena saya hanya 2 hari di kota itu

Meskipun destinasi wisata yang saya kunjungi cukup terbatas dan waktu pun juga terbatas. Namun hal ini sudah cukup mewakili rasa ingin tau saya. Sehingga rasa penasaran tidak lagi menghinggapi benak saya.

Menikmati kota yang dikenal dengan kota para wali ini. Kota yang didirikan oleh Ki Ageng Pandanaran alias Sunan Tembayat ini Tentu tidak asing lagi untuk kita bahas. Untuk saya pribadi, mengenai kota semarang banyak hal yang tidak semua orang tau. Termasuk pengalaman yang saya alami ini. Hehehehe

Menapaki kota semarang yang kedua kalinya tentu saya tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Berjalan yang tidak ada gunanya memang bisa dibilang mubadzir. Dan saya sendiri tidak pernah berpikiran sempit seperti itu. Karena saya berasumsi yang dimaksud perjalanan mubadzir itu ketika seseorang tidak bisa mengambil pelajaran dari perjalanan tersebut. Kata mubadzir tidak hanya sekedar terpaku pada pengahabisan uang semata tapi lebih pada kekosongan dalam mengambil hikmah dari perjalanan itu.

Foto saya di kota lama
Selain saya memang memiliki rasa ingin tahu yang mendalam terhadap apa yang selalu bikin penasaran. Tentu ini juga mendorong bagaimana rasa ini bisa terwujud. Dalam perjalanan ini, saya bersama teman menapaki kota yang dikenal dengan kota lama. Kota yang bisa dibilang kota yang paling eksotis. Kota yang pusat perkotaannya penuh dengan gedung tua, unik dan menarik. Kota lama ini sangat terkenal di kota semarang sehingga banyak orang mengunjunginya. Namun tak semua orang tau dengan kota lama ini termasuk orang diluar Jawa.

Kota lama ini, disamping dipenuhi oleh gedung-gedung unik dan menarik, juga dihiasi oleh pepohonan yang masyarakat sekitar bilang itu keramat. Dan pada kesempatan itu saya adalah orang yang berani berfoto tengah malam di pohon itu setelah teman-teman yang lain tidak ada yang berani.
Foto saya bersama mas Wildan
Di lawanL Sewu
Disamping mengunjungi kota lama, saya bersama teman juga mengunjungi wisata Lawang Sewu Semarang dalam bahasa Indonesianya 'pintu seribu'. Walupun dalam kesempatan itu saya tidak bisa membuktikan kebenaran akan seribu pintu secara konkret. Paling tidak saya sudah melihat sendiri akan keberadaannya. Sehingga saya tau betul betapa uniknya juga wisata ini, pintu yang secara pengamatan saya tidak ada gunanya itu karena terlalu banyak, ternyata saat ini banyak dikunjungi wisatawan mancanegara. Dalam kesempatan ini banyak menemukan keunikan-keunikan yang tentu hal ini merupakan kuasa ilahi.


Foto saya ketika mengunjungi
Peribadatan orang kristen,
Sam Po Kong
Sam Po Kong merupakan dedikasi terakhir dari kunjungan saya di kota semarang. Tempat ini banyak sekali memberikan wawasan pemikiran yang mendalam. Menemukan titik terang akan pentingnya toleransi. Peribadatan orang kristen, China, ini membuat saya bertekuk lutut dan mengerti betapa sangat menghormatinya para pastor itu terhadap tamu yang datang, akhlak dan perilaku yang ia tunjukkan nampaknya berangkat dari lubuk hati yang bersih dan mendalam. Senyum yang ia tunjukan rupanya senyum keikhlasan dan ketulusan. Walaupun saya tidak sempat berdialog lebih lanjut dengan para pastor tempat ibadah tersebut. Gesture yang ia tunjukkan sudah cukup memberikan pelajaran terhadap saya pribadi. Ini lah kenapa saya katakan perilaku yang baik dan akhlak yang baik tidak hanya dimiliki oleh kelompok agama tertentu. Tapi dimiliki oleh semua agama.

Dari sekian banyak wisata yang saya kunjungi ini. Tidak bisa saya biarkan lewat begitu saja apalagi hanya sekedar tau saja. Lebih dari itu perlu saya tulis dan analisis kemudian sampaikan bahwa wisata di semarang adalah wisata yang mampu menggugah pikiran dan perasaan yang mendalam. Kota ini juga merupakan kota yang di mana diskusi soal Tan Malaka, pahlawan nasional, yang di beberapa kota dilarang dengan begitu bengisnya, terselenggara dengan begitu sejuk dan damai.

Harapan saya akan ada part 3 nanti yang bisa menghantarkan saya ke kota Semarang lagi. Sehingga saya akan lebih jauh memahami lekuk kota Semarang dari aspek sosial, budaya, agama dan politiknya.

Santri Mahasiswa Al-Hikam Malang
Read More

Minggu, April 29, 2018

Isro' Mi'raj Guna Memperbaiki Kualitas Hidup

Isro' Mi'raj Guna Memperbaiki Kualitas Hidup

Peringatan Isro' Mi'raj
Madin Al-Hikam

Isro mi'raj merupakan salah satu hal yang tidak bisa kita nalar dengan akal pikiran. Perjalanan dari masjidil haram ke masjidil aqsha, dilanjutkan naik ke Sidratul Muntaha melalui langit yang berlapis tujuh dengan hanya menempuh waktu semalam saja sedangkan jarak tempuhnya cukup jauh luar biasa menurut  prediksi manusia.

Dengan adanya kejadian ini tentu banyak sahabat yang tidak percaya, dan bertanya-tanya. Apakah betul nabi Muhammad melakukan ini? Semua sahabat hampir mayoritas belum bisa percaya atas kejadian ini. Hanya sahabat abu bakar saja yang percaya atas apa yang diceritakan Rasulullah ini, karena itu abu bakar dijuluki Asshiddiq. Karena yang percaya atas kejadian ini pertama kali adalah Abu bakar.

Masih banyak pertanyaan para sahabat yang pertanyaannya itu berdasarkan hipotesis sehingga tidak bisa terjawab karena pada hakikatnya kejadian ini tidak bisa dilogikakan dan tidak bisa kita lacak tahap demi tahap dan fase kejadiannya. Jadi hal apa yang penting dalam peringatan isro'mi'raj pada tatanan sosial kita. Tentu ketika mau berpikir banyak hal yang dapat kita ambil pelajaran dari kejadian isro' mi'raj ini.

Namun sekali lagi, meskipun kejadian ini tidak bisa kita cermati melalui nalar tetapi menganalisis peristiwa ini tentu harus dengan pikiran sehingga bisa menemukan kesimpulan dan pelajaran. Rasullullah adalah makhluk yang dijaga dari perbuatan buruk (Al Maksum), sehingga tidak mungkin Rasullullah Saw berbuat buruk, tetapi Rasullullah terus beristighfar lantas buat apa istighfar Rasullullah itu, melihat Rasullullah sudah Maksum, inilah beberapa yang hal yang perlu kita contoh, apalagi kita yang tak punya jaminan Al Maksum, tentu harus lebih ekstra dalam melakukan istighfar kepada Allah SWT.

Dalam kejadian isro'mi'raj ini, pada dasarnya merupakan cara dan pola dalam memperbaiki kualitas hidup baik dari cara berpikir dan berinteraksi sosial. Dari sekian banyak kejadian yang terjadi di dunia mulai dari gesekan-gesekan biasa hingga yang luar biasa mulai sudah tidak bisa kita carikan problem solvingnya. Sehingga dalam isro' mi'raj ini  melatih bagaimana cara mengahadapi hidup yang sarat dengan masalah-masalah, tantangan dan ujian yang tidak mungkin lepas dari kehidupan kita.

Berpikir vertikal merupakan hal paling penting dalam mengahadapi masalah sosial di era sekarang ini, sehingga sedikit demi sedikit akan menangkap makna dari permasalahan itu. Rasulullah bisa menembus langit ke tujuh entah jasad dan ruhnya bersamaan tau tidak, Wallahu a'lam. Namun ini membuktikan bahwa langit memang benar-benar berlapis tujuh dan mampu ditembus oleh Rasulullah. Artinya apa, dengan kejadian ini mengajarkan kita untuk terus berusah menambah wawasan keilmuan tidak hanya dalam jarak yang dekat namun bisa dengan jarak yang jauh pula

Dengan masuknya arus teknologi informasi, tentu ini merupakan poin penting dalam menganalisis peristiwa-peristiwa luar biasa seperti isro'mi'raj ini. Jika kapal saja bisa terbang dengan cepat maka kendaraan Rasulullah lebih cepat 10 kali lipat dari pesawat itu. Ketika peristiwa ini terjadi. Banyak seorang ilmuan berpikir apa iya kita tidak bisa terbang layaknya Rasullullah walupun secara kapasitas dan kualitas jauh dibanding Rasullullah. Inilah muncul seorang sosok Bj Habibie seorang pionir dalam merangkai pesawat terbang. Bj Habibie merupakan sosok yang mampu meneladani Rasulullah dalam satu bidang keilmuan.

Namun dari sekian banyak pesawat terbang yang diproduksi tak bisa melebihi kecepatan yang ditunggangi Rasulullah ketika melakukan isro' mi'raj. Tidak ada yang perlu disombongkan atas apa yang menjadi keberhasilan kita karena sejatinya masih banyak hal yang lebih luar biasa diluar itu semua.

Peristiwa isro' mi'raj mengajarkan kita bagaimana hidup ini bisa memberikan keringanan terhadap orang lain, tidak membebani hidup orang. Bayangkan bagaimana Rasulullah Saw memperjuangkan jumlah sholat yang awalnya 50 hingga menjadi 5 hanya demi umatnya.

Hingga kini kita tau betapa pentingnya meringankan beban orang lain. Perjuangan Rasulullah bukan karena ketidakmampuan Rasulullah dalam menjalani perintah 50 itu. Namun beliau terus memikirkan umatnya karena beliau yakin umatnya tidak akan mampu melakukan sebesar jumlah 50 itu. Sungguh ini merupakan hal nyata. Bayangkan 5 saja masih banyak yang lalai apalagi 50.

Di samping itu, peristiwa isro'mi'raj merupakan awal diperintahkannya sholat oleh Allah SWT kepada Rasulullah Saw secara langsung. Sehingga dalam pelaksanaan sholat tidak ada toleransi dalam meninggalkannya. Dan penting untuk ditanamkan sejak dini agar hal ini terus tertanam dalam hatinya hingga dewasa dan ajal menjemputnya.

Semoga kita termasuk bagian dari umat Rasulullah yang selalu siap berjuang di jalan Allah SWT.

Santri Mahasiswa Al-Hikam Malang
Read More

Selasa, April 24, 2018

Pentingnya Menjaga Perasaan Sesama

Pentingnya Menjaga Perasaan Sesama

Google
Penulis: Moh Syahri

Menjaga perasaan sepertinya merupakan hal yang sepele, namun jika hal ini sering dijadikan kebiasaan dan dianggap sesuatu yang tidak berbahaya. Maka berpotensi akan terpecahnya sebuah hubungan, persaudaraan , pertemanan dan putusnya silaturahmi. Bahkan enggan menjalin komunikasi yang baik diantara mereka. Ketika ini tetap dibiarkan tanpa ada koreksi dan terus menerus dilakukan maka secara tidak langsung kita sudah mengabaikan sifat kemanusiaan. Padahal sifat kemanusiaan di dunia ini ketika diterapkan dengan baik akan melebihi sifat-sifat yang lain.

Oleh karena itu menjaga perasaan menjadi sangat penting. Perasaan tidak boleh disinggung dan apalagi dilukai. Menyembuhkan rasa sakit di hati, kadangkala memerlukan waktu yang lebih lama daripada menyembuhkan rasa sakit pada anggota tubuh. Seseorang terkenak pukul, apalagi tanpa sengaja, bisa disembuhkan dalam beberapa waktu saja. Akan tetapi, seseorang yang sakit hati oleh sebab dihina, diolok-olok, dicerca dan apalagi disalah-salahkan, penyembuhannya akan memerlukan waktu yang lama. Dan yang paling banyak terjadi saat ini adalah bullyan masif terhadap seseorang. Bullyan juga berpotensi dapat menyakiti perasaan orang lain.

Bahkan sementara orang tua mengatakan bahwa hati atau perasaan itu bagaikan kaca, maka kaca itu jangan sampai pecah dan bahkan sekedar tergores. Kaca yang tergores dan apalagi pecah akan sulit dikembalikan seperti semula. Membuat utuh kaca yang sudah terbelah dan pecah, tidak akan mungkin bisa dilakukan. Demikian pula hati yang sudah terluka oleh teman, kerabat atau sesama, terasa sulit dipulihkan kembali. Seseorang yang pernah dilukai hatinya, maka tidak akan mudah mempercayai kembali orang yang melukainya itu.

Oleh karena itu, menjaga perasaan antar sesama menjadi sangat penting dilakukan. Bahkan sedemikian pentingnya, hingga tatkala memberi sesuatu pun, tidak terkecuali memberikan nasehat, harus dilakukan dengan cara hati-hati. Seseorang yang sebenarnya telah melakukan kesalahan, dan memang benar-benar salah, maka cara memberikan peringatan kepadanya harus dilakukan secara tepat. Sebab, jika peringatan itu diberikan dengan cara salah, maka akan mengakibatkan yang bersangklutan kecewa atau sakit hati.

Namun ternyata tidak jarang orang mengabaikan perasaan orang lain. Ketidak hati-hatian seperti itu sering terjadi di kalangan remaja, mahasiswa, dan santri sekalipun. Tidak jarang kita temukan hal semacam ini masih tetap dijadikan mainan seakan-akan akibatnya tidak terlalu berbahaya, padahal jika sudah perasaan yang dijadikan mainan maka dampaknya jelas akan sangat berbahaya seperti yang sudah penulis paparkan di atas.

Tak heran jika kondisi sosial kita rentan dengan perpecahan, perseteruan dan peperangan karena sikap menghargai dan menjaga perasaan sesama sering dilupakan. Apalagi didukung dengan adanya teknologi yang  konektivitasnya cenderung lebih mudah mengungkapkan apa yang ada di dalam pikiran, lebih-lebih dalam mengungkapkan ujaran kebencian.

Membangun hubungan yang baik, utuh jauh lebih sulit dibanding merobohkannya. Sehingga ketika hubungan baik dirobohkan dengan hal yang sifatnya sederhana, maka akan sulit menjalin hubungan dengan baik seperti semula. Memang sulit sekali menjaga perasaan orang lain tidak semudah menjaga parkir yang hanya sekedar batas kesigapan. Menjaga perasaan jauh lebih sigap dan benar-benar paham apa hal yang memang membuat perasaan itu terluka. Tentu hal semacam ini butuh pengalaman dan pergaulan yang cukup lama.

Menjaga perasaan tidak lagi hanya sekedar menjaga persahabatan yang sudah dibangun bertahun-tahun. Lebih dari itu, hal semacam ini merupakan sebuah anjuran dalam Nash yang cakupannya lebih komprehensif dan membangun ketahanan hidup dari beberapa aspek.

Wallahu a'lam bisshowab
Read More

Minggu, April 22, 2018

Keinginan Menulis Berjamaah Dalam Pesantren

Keinginan Menulis Berjamaah Dalam Pesantren

Foto: Saat saya menulis


Penulis: Moh Syahri

Ketika saya masuk pesantren mahasiswa Al-Hikam Malang, saya disuguhi kertas atau semacam kuesioner minat bakat untuk dipilih. Kebetulan pada saat itu saya memilih menulis dan olahraga volly. Saya berharap dengan adanya minat bakat ini mampu menumbuhkan potensi-potensi yang dimiliki santri baru pada saat itu. Namun pada kenyataannya, sampai saat ini sudah hampir satu tahun lamanya, belum ada tindakan lebih lanjut mengenai minat bakat yang saya pilih yaitu dunia tulis menulis. Padahal minat bakat yang lain seperti futsal badminton dan olahraga lain sering mendapatkan perhatian serius. Walaupun dalam benak saya tidak pernah beranggapan ada hal yang cenderung mendiskriminasi. Namun hal ini rasanya perlu dikaji ulang akan pentingnya budaya literasi.

Sesuatu yang sering menjadi pertanyaan dalam benak saya, kenapa menghidupkan kembali budaya literasi dalam pesantren masih sangat sulit. Ibarat mengajak orang non muslim masuk Islam. Padahal kalau kita mau menoleh terhadap sejarah tokoh figur terkenal dalam dunia Islam tidak perlu jauh-jauh ke Imam Ghazali contoh saja seperti KH. Hasyim Asy'ari, KH. Wahab Hasbullah, KH. Mahfudz tremas, banyak karya dan tulisan beliau yang bisa kita nikmati melalui kitab yang beliau tulis. Artinya pesantren sudah sejak dulu membudayakan membaca dan menulis, hal ini bukanlah hal yang baru lagi di dunia pesantren. Tetapi untuk saat ini rasanya sudah mulai menurun bahkan bisa dibilang menurun secara drastis.

Sadar atau tidak, pesantren kali ini lebih berkembang dalam hal retorika, ceramah, pidato, presentasi dan berdebat. Hal semacam ini bukan berarti tidak penting. Akan tetapi dari sekian banyak pidato ceramah dan presentasi yang mereka sampaikan enggan didokumentasikan dalam bentuk tulisan. Sehingga ketika acara itu selasai maka semuanya pun akan selesai dan mudah dilupakan. Maka tak heran jika banyak diantara kita hanya pintar berbicara dan berdebat namun enggan menulis, sehingga kita tidak punya karya apa-apa. Karena pada prakteknya memang demikian.

Saya melihat pesantren yang saya tapaki saat ini tidak lagi kekurangan fasilitas literatur seperti halnya tempo dulu, adanya perpustakaan yang juga didalamnya terdapat Wi-Fi yang bisa dinikmati oleh semua santri tanpa terkecuali dalam mengakses internet untuk membaca artikel. Fasilitas literatur seperti perpustakaan seharusnya dijadikan ladang dalam menumbuhkan karya menulis, tidak hanya sekedar sebagai pelampiasan dan tempat pelarian dari kejenuhan. Tidak hanya sekedar sebagai rujukan dalam menulis makalah saja dalam memenuhi tugas kampus, namun lebih dari itu harus dijadikan alat untuk membuka wawasan, gagasan yang mampu diterapkan dan dituangkan dalam tulisan.

Tentu semua ini harus mendapatkan dukungan moral juga dari pihak-pihak yang memiliki wewenang lebih dalam pesantren. Sehingga tak hanya sekedar kemuan semata namun sebagai bentuk tanggungjawab dalam meneruskan perjuangan para leluhur kita. Dengan adanya bentuk legitimasi langsung dari pesantren tentu akan memberikan pengaruh lebih besar terhadap pengembangan dunia tulis menulis.

Tantangan menulis yang dihadapi santri saat ini adalah hanya soal kemauan dan kesadaran saja, jika ia mau dan sadar akan pentingnya budaya literasi maka akan gampang dimobilisasi. Selain itu banyak santri yang memiliki kegiatan lain yang condong membuat mereka seolah-olah sibuk dan tidak bisa diganggu sehingga tidak memiliki komitmen dalam menulis. Padahal komitmen harus terus dijadikan landasan fundamental dalam hal apapun, tak terkecuali dalam dunia tulis menulis.

Jika di dalam pesantren saja belum mampu meneruskan perjuangan para penulis tempo dulu, maka tentu yang diluar pesantren akan lebih sulit. Termasuk bagaimana menganalisis peristiwa kontemporer menurut perspektif ulama salaf. Keberadaan penulis dalam pesantren tentu akan memudahkan pembaca dalam memahami situasi dan kondisi kekinian.

Saya sendiri menulis seperti ini banyak mendapatkan suntikan motivasi dari seorang penulis produktif, Prof. Imam Suprayogo. Sering beliau bilang bahwa yang yang terpenting menulis sampaikan gagasan dan pengalaman, baik itu pahit maupun manis. Dan juga ajakan seorang teman dalam merintis menjadi penulis rutin yang dikenal dengan istilah "Challenge Menulis Rutin". Alhamdulilah dengan keterbatasan saya berada di pesantren ini, masih banyak akses yang bisa membuat saya terus konsisten menulis. Walaupun pesantren belum bisa membuat gerakan menulis insyaallah suatu saat akan ada seorang pionir yang akan maju dan siap berada di depan untuk menggerakkan.
Amien

Selam literasi

Read More
Santri Tidak Cukup Jadi Pelajar Harus Jadi Pejuang

Santri Tidak Cukup Jadi Pelajar Harus Jadi Pejuang

Santri google
Penulis: Moh Syahri


Sejak dulu santri sudah dikenal dengan sosok pejuang, yang mana saat Indonesia sedang mengalami penjajahan santri mengambil peran penting dalam melawan dan merebut kemerdekaan itu. Santri yang dikenal sebagai seorang pejuang, ia tidak pernah gentar menghadapi apapun, tidak ada kata menyerah dalam kamus pribadinya, tidak ada kata berhenti selama tujuan yang baik itu belum dicapainya. Berjuang jangan selalu diartikan harus berperang dengan pedang sampai pada titik pertumpahan darah. Seiring dengan berkembangnya zaman maka berjuang di era sekarang ini lebih kepada bagaimana cara mempertahankan aqidah dengan maraknya perang opini masalah aqidah, juga mempertahankan eksistensi bangsa, dan ikut serta dalam memperbaiki problem-problem sosial.

Santri tak seharusnya hanya sekedar belajar, bersanding dengan kitab, buku dan bolpen tiap harinya. Memang belajar merupakan salah satu perjuangan. Namun yang dimaksud dalam tulisan kali ini adalah belajar berjuang secara ril dan nyata. Bagaimana cara hasil belajar itu bisa diimplementasikan langsung kepada masyarakat sehingga masyarakat akan merasakan betul akan pentingnya. Masih banyak diantara kita yang kurang begitu peduli dengan lingkungan sekitar walaupun tak semuanya. Tak peduli dengan penderitaan tetangganya, tak peduli dengan realitas sosial yang menimpanya. Cukup dirinya yang baik, padahal sebenarnya hal ini tidak sampai pada hakikat kebaikan sebelum bisa memperbaiki orang lain.

Contoh beberapa hari yang lalu ada seorang teman bercerita ke saya bahwa ia menemukan seorang santri yang sedang berwudu’ ke dalam wadah air yang tidak sampai dua kulah, namun dia hanya membiarkannya. Saya bilang kenapa sampean membiarkannya kenapa tidak ditegur dan jelaskan bahwa wudhu’nya tidak sah karena air itu musta’mal. Dia bilang bahwa dia belum pantas dan belum memiliki kapasitas untuk mengingatkan. Sangat tidak rasional jawabanya. Berjuang dalam menegakkan kebenaran dan memperbaiki kesalahan orang lain yang diyakini memang salah bukan lagi soal pantas atau tidaknya. Tetapi lebih kepada menjalankan perintah Allah bahwa kita diwajibkan untuk saling menasihati dengan kebenaran. Soal menasehati dengan kebenaran adalah mutlak milik semua manusia, tidak hanya tugas kiai, ustadz, guru ngaji dan orang tua semata. Jika kita terus berpacu pada pada seorang kiai ustadz, guru dan orang tua dalam soal menasihati dan penegakan kebenaran maka rasanya dunia ini terlalu sempit dan belum sampai pada hakikat keislaman kita yang berdasarkan Alquran dan hadis.

Perjuangan memang berat, tak semudah belajar dengan buku dan kitab sambil duduk santai. Santri masih sedikit yang memiliki jiwa pejuang kebanyakan bercita-cita ingin menjadi pemimpin. Silahkan boleh-boleh saja, tetapi yang perlu digaris bawahi adalah juga tidak banyak seorang pemimpin yang memiliki jiwa pejuang. Inilah kenapa dalam tulisan ini sifat pejuang harus benar-benar ditanamkan sejak dini. Sehingga kita tidak menjadi pemalas. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang berjuang untuk rakyatnya, memikirkan nasib rakyatnya, peduli terhadap permasalahan sosial. Sama halnya dengan seorang santri yang ingin menjadi pemimpin sekaligus pejuang. Maka perlu ada sokongan moralitas dan intelektualitas, sehingga perjuangan sampai pada puncak keberhasilan.

Menjadi jiwa pemimpin seharusnya disertai dengan jiwa pejuang. Berjuang dalam menebar kebaikan yang berlandaskan Alquran dan hadis adalah tugas utama santri. Yang sering menjadi problem yang sebenarnya menurut saya ini tidak sepenuhnya menjadi problem yang serius. Hanya saja masalah psikologis yang belum matang, yaitu rasa malu dan tidak percaya diri. Rasa malu dan tidak percaya diri sering menjadi hambatan dalam berjuang tak terkecuali santri. Disuruh mimpin tahlil saja banyak yang merasa takut dan tidak berani. Disuruh ngajar ngaji saja banyak yang tidak percaya bahwa ia bisa. Lebih parahnya lagi tidak mau jadi imam shalat berjamaah Padahal yang seharusnya menjadi landasan dalam diri seseorang lebih-lebih seorang santri adalah rasa optimisme.

Jika dalam lingkup pesantren saja santri sudah enggan dalam berjuang bagaimana nanti ketika berhadapan langsung dengan masyarakat. Tentu sebagai santri memiliki tugas lebih ditengah-tengah masyarakat lebih-lebih dalam acara ritual keagamaan. Rasanya tidak etis jika ada seorang santri harus menolak tawaran masyarakat untuk memimpin acara-acara ritual keagamaan.

Wallhu A’lam Bisshowab



 Santri Mahasiswa Al-Hikam Malang
Read More

Kamis, April 19, 2018

Mantan Dalam Membangun Relasi Yang Baik

Mantan Dalam Membangun Relasi Yang Baik

Google

Beberapa hari yang lalu saya pernah membaca di instagram bahwa ada seseorang yang merasa senang dan gembira melihat mantannya memiliki kekasih yang jelek. Terserah anda mau menilai orang itu kurang ajar atau apa kek ya terserah, yang jelas saya ini bicara fakta. Bahwa ternyata masih ada orang yang mengharapkan mantannya itu sial. Ini salah satu hal yang  perlu kita waspadai dan tidak perlu terjadi.

Memang merupakan sesuatu yang delimatis ketika harus bahas mantan, jarang seseorang berpikir objektif mengenai permasalahan yang menimpa mereka berdua. Si cowok kadang memojokkan ceweknya, begitu juga si cewek. Saling menyalahkan itu hal yang biasa namun tidak perlu dijadikan kebiasaan yang berlanjut.

Mantan yang baik itu menjalani kehidupan tidak dengan permusuhan, tidak dengan rasa dendam apalagi mendoakan yang jelek-jelek. Mendoakan jelek seseorang itu tidak baik. Begitu juga berharap mantan kita celaka dan sial. Boleh kecewa tapi ingat usahakan hanya sebatas kecewa saja, jangan sampai kekecewaan itu mengundang perseteruan dan perpecahan. Berapa banyak orang bermusuhan karena timbul dari masalah putusnya pacaran.

Putus cinta itu hal biasa. Tapi ingat, putus silaturahmi tidak boleh terjadi. Kita harus buang stigma bahwa putus cinta itu mengakibatkan terjadinya proses perseteruan. Jika kita enggan membuang stigma itu, tak seharusnya pacaran itu dilakukan. Mendingan jangan coba-coba pacaran, lebih baik menjomblo saja. Menjomblo itu meningkatkan produktivitas kerja dan kreativitas. Lah iya gak percaya....coba aja....kamu tidak akan kuat biar aku sajalah (dilan 1991) Hahahahahah.

Rasa galau cenderung jadi problematika kehidupan seseorang dalam menjalani asmaranya. Tak terkecuali diputus pacar dan tidak bisa move on dari mantan. Pernah kah kita merasa iri ketika melihat mantan lebih dulu bergandengan tangan dengan orang lain? Yah.......saya tau kok, gak mungkin sifat iri akan ditampak-tampakkan, paling bisanya nangis, murung, yang lebih parah gak mau keluar-keluar dari rumah.

Sikap respek terhadap mantan, rasanya perlu jadi pelajaran tak terkecuali dengan pujaan hatinya mantan itu sendiri. Biar hidup ini tetap ada relasi yang baik. Jangan sampai ada mantan rasa musuh.

Pernah pada suatu hari saya mendapatkan suatu curhatan seorang laki-laki paruh baya yang menjalani kisah asmaranya dengan seseorang yang cukup jauh dimata namun dekat di hati. Anggap gampangnya Madura vs Jawa lah..... Walupun sebenarnya bukan, heheheh biar imajinasinya gampang ditangkap. Begini, ia sudah lama menjalani kisah asmaranya dengan seseorang itu, bahkan tak ada seorang pun yang tidak tau dengan hubungan mereka berdua. Dalam menjalani hubungan itu, mereka berdua hanya bisa menyapa lewat media sosial yang mereka miliki, namanya juga jauh jaraknya. Tapi sebelumnya sudah ketemu untuk memastikan kemantapan hubungannya mereka berdua.

Cukup lama bercinta dengan pasangan itu, tiba-tiba si cewek gak ada kabar, semua media sosial yang biasa dijadikan instrumen dalam menjalani hubungan itu sudah di blok semua. Sepertinya sebelum-sebelumnya gak ada masalah apa-apa. Sudah tidak ada cara lain menghubungi kekasihnya itu, akhirnya si cowok membiarkan begitu saja, seakan-akan tidak peduli dengan apa yang terjadi ini.

Sudah tau kan, seperti apa cowok itu. Boleh lah anda menilai cowok itu apatis, tapi ingat cowok itu tidak seharusnya dilihat dari sisi negatifnya saja, sepertinya cowok itu juga ingin menunjukkan sikap respek terhadap perlakuan cewek itu. Dia tidak mau ngotot dan memaksa ceweknya mencintai dia, toh ini tidak sepenuhnya soal rasa tapi soal selera juga. Jadi dia gak perlu mati-matian mengejarnya, apalagi harus mengorbankan nyawa, ihhhh ngeriii, jihad kale ya.... Hehehehe.

Pertemanan yang masih tetap ada dengan temannya si cowok itu termasuk di media sosial, membuka rahasia dibalik hilangnya si cewek itu. Melihat postingan si cewek itu di media sosial membuat si teman cowok itu tau bahwa dibalik hilangnya si cewek itu ternyata ia kawin dengan seseorang. Akhirnya si teman itu lapor ke mantan si cewek itu dengan mengirimkan foto screenshot yang  di-posting oleh si cewek dengan suami di pelaminan, yah....cowok itu sikapnya biasa-biasa saja tanpa ada rasa dendam dan marah sedikitpun dari raut wajah yang ia tampakkan. Gak tau hatinya,,,,,tapi setahu saya melihat dan mengacu pada pribahasa bahwa" Adzdzohiru yadullu alal bathin" bahwa lahiriyah yang nampak ceria menunjukkan sikap bathiniyahnya. Memang ekspresi itu merupakan manifestasi dari isi hati. Jadi sudah jelas kan seperti apa sikap cowok itu.

Satu tahun kemudian tanpa disangka-sangka akhirnya pemblokiran itu nampaknya sudah dibuka dengan masuknya pesan si cewek kepada bekas cowoknya itu. Namanya juga cowok yang tetap mengutamakan persaudaraan, ia tetap merespon dengan baik, menanggapi dengan penuh keakraban, tanpa menunjukkan sikap curiga. Walaupun pada akhirnya, si cewek itu mengaku dan jujur terhadap sikap yang ia lakukan pada tahun yang lalu. Pengakuan yang ia lakukan bukan berangkat dari kesadaran yang ia lakukan. Tetapi karena hubungan rumah tangganya yang sudah bercerai berai dan sampai pada puncak perceraian yang serius. Seakan-akan mantan cowoknya dijadikan pelampiasan. Kita buktikan bahwa ada mantan rasa sahabat.

Seperti itulah kira-kira yang perlu kita tunjukkan terhadap mantan, sikap respek dan rasa berteman tetap dijadikan prioritas utama. tak terkecuali mantan itu cowok ataupun cewek. Sebab ketika kita sudah menunjukkan kerespekan maka selambat-lambatnya kita akan merasakan manfaatnya. Baik itu sebuah pelajaran ataupun sebuah peringatan.

Santri Mahasiswa Al-Hikam Malang
Read More
Seperti Apa Peran Citizen Journalism di Era Milenial?

Seperti Apa Peran Citizen Journalism di Era Milenial?

Citizen Journalism

Negara Indonesia adalah negara paling aktif dan produktif dalam mengelola dan menggunakan media online. Didalamnya terdapat beberapa jejaring media sosial aktif yang siap menjadi penggerak dan menyebarkan informasi ke penjuru nusantara, seperti facebook, instagram, whatshap, line,twitter, blogger, wordpress, multiply, dan lain sebagainya. Media ini dijadikan wadah aspirasi masyarakat untuk menyampaikan informasi yang diperolehnya. Citizen
 journalism lahir dari berkembangnya teknologi informasi. Dan citizen journalism merupakan lembaga pers yang laporan pemberitaannya kadang membuat ambigu. Sebab citizen jounalism bukan media resmi seperti halnya media-media yang sudah mendapatkan legitimasi yang terikat dengan undang-undang dan keberadaaanya pun sulit dilacak secara pasti.

Munculnya citizen journalism satu sisi menunjukkan kebebebasan berekspresi di alam demokrasi yang semakin hari semakin ambruk dan terkekang. Tetapi disisi lain munculnya citizen journalism malah masyarakat berlebihan dalam menggunakan kebebasan ini, padahal kebebasan ini juga ada batasannya. Media yang di jadikan wadah untuk menyampaikan informasi dalam citizen journalism kadang tidak bisa terkontral dan kontennya pun kadang tidak akurat. Masyarakat dalam menyebarkan informasi lebih banyak mengedepankan emosi daripada logika, ada kepentingan tertentu yang mendorong untuk melaporkan informasi yang tidak sesuai dengan realita, fakta, dan data yang ada.

Kebenaran dan keakuratan berita yang disajikan oleh citizen journalism adalah tanggung jawab dari pihak yang menyajikan berita tersebut. Yang jelas pemberitaan yang dilakukan oleh citizen journalism kebanyakan bukan berita utama melainkan berita pelengkap, bisa jadi sebagai bentuk justifikasi atau klarifikasi. Maka sebagai konsumen informasi, masyarakat sudah semestinya bersikap kritis terhadap pemberitaan yang ada. Jangan asal menelan berita yang masih diragukan kebenarannya. Dengan demikian, proses konfirmasi dan tabayun itu sangat penting di zaman milenial ini.

Warga jurnalis atau citizen journalism pada hakikatnya memiliki hak yang sama dalam menyebarkan informasi, namun yang perlu digaris bawahi adalah sikap bijak dan proporsional dalam melaporkan informasi tersebut. Ini lah kadang yang tidak bisa kita bendung keberadaan citizen journalism di tengah-tengah kita apalagi dalam soal politik.

Pemeran utama dalam citizen journalism adalah tentu masyarakat itu sendiri. Keberadaan citizen journalism membuat masyarakat lebih terbuka wawasannya dan mudah mengakses segala macam informasi. Sudah saatnya masyarakat diberi kebebasan dalam berpendapat dan berekpresi di alam demokrasi ini, tidak perlu dipaksa membuat aturan dan norma-norma yang represif. Tokoh-tokoh citizen journalism mestinya sudah memiliki atura-aturan tertentu dalam dunia maya, tak terkecuali dalam dunia nyata. Sehinnga informasi yang disampaikan dalam dunia virtual ini semestinya harus berani dipertanggungjawabkan. Sehingga kepercayaan pembaca dalam mengakses informasi tersebut semakin meningkat dan wartawan tidak lagi menjadi tumpuan pemberitaan.


Citizen journalism sangat penting dalam dunia global ini, dimana dengan adanya citizen journalism, kita bisa mendongkrak kembali budaya literasi, seperti adanya blog, worpress. Penulis memiliki group Challenge Menulis Rutin, yang mana setiap harinya harus update tulisan populer lewat blog pribadi masing-masing dengan syarat-syarat tertentu, baik itu berbagi pengalaman, hasil perenungan di kamar mandi, angkot, atau hasil bacaan dari buku dan koran. Group ini tidak sekedar hanya sebatas kemauan saja, perlu adanya komitmen dari awal, sehingga harapannya tidak ada anggota group yang berani melanggar komitmen itu. Keberadaan group ini menurut penulis sangat bermanfaat sekali disamping membangun budaya literasi juga banyak memberikan manfaat kepada orang lain dengan gagasan-gagasan yang kita tuangkan, pengalaman yang kita dapatkan, ide-ide dan pendapat yang rasional, konstruktif dan solutif. Ini lah seharusnya peran dari citizen journalism yang mesti dikembangkan dan terus dilestarikan.

Santri Mahsiswa Al-Hikam Malang
Read More

Selasa, April 17, 2018

Pindah Jurusan Tak Semudah Pindah Ke Lain Hati

Pindah Jurusan Tak Semudah Pindah Ke Lain Hati

Bingung.com

Menghadapi tahun baru pendidikan, seperti biasa calon mahasiswa baru (camaba) dituntut untuk memilih jurusan yang sesuai dengan passionnya dan diyakini bisa memberikan progresivitas yang baik untuk masa depannya. Bukan hanya soal peluang pekerjaan semata namun lebih dari itu untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki sehingga dapat memberikan kontribusi besar terhadap orang lain.

Saya merupakan salah satu korban mahasiswa baru tahun lalu 2017 yang dipindah jurusan (catat: bukan pindah tapi dipindah lho ya...) yang cukup trauma dan belum bisa move on dari kejadian ini. Saya dipindah bukan karena saya tidak mampu dalam jurusan itu, tapi karena tidak memenuhi kuota pendaftar, sehingga jurusan yang saya minati itu tidak bisa membuka kelas reguler. Rasanya tidak masuk akal, tapi ya selaku mahasiswa baru saya ikuti aja dulu prosesnya, walaupun memang ada sesuatu hal yang cukup mengganjal dari sistem yang diberlakukan ini. Pindah jurusan memang bukan perkara sederhana. Keputusan ini bisa jadi mengubah banyak hal dibaliknya.

Sebelum saya lebih dalam membahas kejadian ini, terlebih dahulu saya akan memberikan gambaran apa yang saya pilih dalam jurusan ini. Awalnya saya memilih jurusan PGMI (Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah) yang mana jurusan ini belum banyak diminati oleh para mahasiswa lain. Bahkan waktu itu masih bisa dibilang sedikit kampus yang mengakomodir jurusan itu.

Jurusan PGMI ini, selain memang minat saya disertai keyakinan yang kuat dan sudah dipikirkan masa depannya seperti apa, juga sudah mendapatkan restu langsung dari orang tua, guru dan kiai saya melalui istikharah. Untuk maju dan berjuang dalam jurusan ini, segala bentuk dukungan sudah terkompilasi semua, demi memantapkan hati untuk lebih semangat dan ikhlas dalam berjuang. Sudah tiga kampus saya tapaki, tapi hasilnya nihil dan belum bisa memberikan sentuhan dan respon bagus untuk saya. Entah itu karena apa saya kurang tau.

Dengan penuh rasa percaya diri dan yakin. Saya berusaha mencari jurusan itu sekaligus mencari peluang biasiswa yang sekiranya bisa meminimalisir pembiayaan pendidikan itu (maklum masyarakat menengah ke bawah). Yah akhirnya saya menemukan kampus yang komplit, jurusan PGMI ada, biasiswa pun ada. Tepatnya di kota Malang (tidak perlu lah saya sebutkan kampusnya). Bukankah di daerah saya gak ada jurusan itu. Wah....ada lah, tapi kenapa harus bela-belain ke malang bukankah itu menambah beban biaya.

Saya selaku santri yang masih tetap memegang teguh prinsip kesantrian, soal pendidikan, saya tidak akan henti-hentinya tetap melakukan koordinasi, meminta doa dan restu kepada para guru, kiai dan keluarga. Berdasarkan istikharah yang beliau ikhtiarkan. Ternyata saya lebih cocok di malang daripada di daerah saya itu sendiri, begitu juga mengenai jurusannya. Intinya alasan guru itu, di malang saya lebih bisa mengembangkan potensi-potensi saya yang masih terpendam. Wallahu a'lam bisshowab, guru, kiai dan keluarga tetap akan menjadi perioritas dalam segala urusan saya.

Sudah fix PGMI menjadi jurusan saya, setelah tes masuk gelombang pertama melalui jalur prestasi biasiswa full. Alhamdulilah, rasa syukur yang mendalam dan rasa gembira campur kaget melebur menjadi satu. Tak sedikit orang memberikan selamat atas keberhasilan saya ini. Termasuk keluarga, para kiai dan guru waktu itu. Namun begitulah hidup, kadang memang tak sesuai dengan ekspektasi. Tapi  harus kita terima dengan penuh lapang dada walaupun bekas kekecewaan tetap sulit dihapus.

Seperti yang sudah saya singgung di atas, bahwa saya harus pindah Jurusan. Menurut saya pindah jurusan tak semudah pindah ke lain hati. Jatuh cinta itu relatif, mungkin hari ini kita seperti dunia milik kita berdua. Namun di lain waktu, tidak menutup kemungkinan kita akan terlena dengan kenikmatan lain yang dirasa lebih cocok untuk pindah ke lain hati. Sebab jurusan bukan hanya soal rasa, tapi lebih ke masalah passion, pilihan yang sifatnya cenderung lebih memiliki jangka panjang dan keterlibatan mendalam dengan minat studi yang sejak awal dipilih.

Pindah jurusan sebenarnya memang bukan hal yang baru lagi, sudah lazim dimana-mana sering terjadi. Bahkan kata teman saya, hasilnya pun juga sudah bisa diprediksi, skripsi yang mereka garap seringkali kurang begitu bagus, (itu kata teman saya lho ya) Heheheh. Inilah kadang yang membuat saya delimatis.

Karena saya dipindah bukan pindah atas kemauan sendiri, dan saya belum percaya terhadap kejadian ini. Maka usaha untuk bertahan tetap saya perjuangkan waktu itu. Cobalah fikir-fikir gimana rasanya jika hal itu menimpa sahabat, pasti akan mengalami kegalauan. Ibarat ditinggal kekasih yang baik dan setia bersamanya tiba-tiba disuruh tinggalkan. Wahhhh........pasti galau dan sedih.

Perjuangan untuk tetap mempertahankan dijurusan itu, cukup banyak menguras energi. Ibarat memperjuangkan cinta seseorang. Dalam benak saya, pokoknya saya harus tetap di PGMI apapun caranya. Saya tidak pernah memikirkan perjuangan ini gagal, pokoknya harus berhasil. Salah satu cara yang sudah saya lakukan adalah dengan cara melobbying semua dosen yang dianggap memiliki pengaruh terhadap kampus. Namun hasilnya nihil, tak ada satu dosen pun yang bisa memberikan solusi terhadap persoalan ini, bahkan anehnya mereka semua saling lempar melempar tanpa ada kejelasan apapun. Akhirnya saya memberanikan diri untuk konsultasi masalah ini ke rektor kampus atau ketua, namun hasilnya tetap nihil. Malah saya ditambahi beban untuk ngambil dua jurusan dengan membayar salah satunya. Wawwwwwwwwww brakkkkkkkkkk.

Dari solusi yang disampaikan ketua tadi, setelah saya pikir-pikir sepertinya bagus juga, tapi saya tetap tidak percaya diri karena melihat pengalaman yang terjadi, mahasiswa yang mengambil dua jurusan cenderung banyak yang tidak terealisasi dua-duanya. Disamping itu, biaya kuliah dua jurusan hilang dengan cuma-cuma dikarenakan ketidakmampuan dalam menjalani dua-duanya. Tanpa ada sedikit keraguan dan rasa hormat yang mendalam atas apa yang memang menjadi alasan, saya berusaha menerima perpindahan ini dengan penuh keikhlasan dan kesabaran.

Kadang saya merasa iri kepada teman-teman, kenapa kuliah saya ini tidak semulus mereka, ada aja rintangan yang dihadapi. Demikian, Bung dan Nona, suasana jurusan saya itu ternyata lebih mirip, mengutip seorang penyair, rumah sakit yang para pasiennya kebelet bertukar ranjang.

Satu-satunya yang bisa saya lakukan adalah meyakinkan diri sendiri bahwa keputusan kali ini sudah sesuai hati nurani dan dapat restu dari guru kiai dan keluarga. Segala konsekuensi dan tanggung jawab dibaliknya siap ditanggung dengan gagah berani. Saya percaya bahwa dibalik setiap pengalaman pastilah selalu ada kebaikan dan pelajaran yang bisa diambil.

Satu tahun lamanya, tak perlu ada yang disesali.  Harus lebih mendalam lagi untuk meyakinkan diri ini, bahwa dengan cara seperti ini dan dengan masa lalu yang saya alami ini, setidaknya saya bisa mengumpulkan banyak kekuatan demi meraih masa depan yang baik dan sukses.

Santri Mahasiswa Al-Hikam Malang
Read More

Minggu, April 15, 2018

Di saat kehabisan Ide Dalam Menulis atau Writers block 

Di saat kehabisan Ide Dalam Menulis atau Writers block 


Penulis: Moh. Syahri

Hari-hari kujalani dengan terus membiasakan menulis, belajar Istiqomah menulis, belajar berkomitmen. Namun kadang ada saja hambatan yang selalu saya yakini itu merupakan halangan dalam menulis yakni kehabisan ide dalam menulis. Di saat saya harus dihadapkan dengan berbagai macam kegiatan yang semestinya itu sebuah kesempatan untuk dijadikan ladang dalam berpikir, justru kadang saya abaikan begitu saja.

Tatkala saya mencoba untuk berpikir, terlintas di pikiran apa yang akan saya pikirkan. Kenapa harus saya pikirkan, bukannya itu sudah jelas dan tidak perlu saya pikirkan. Nah ini kadang yang justru datang dalam pikiran saya. Saya tidak pernah berpikir, disaat saya kehabisan ide justru itulah ide yang harus saya bahas dan kiranya perlu saya tulis.

Kehilangan ide merupakan hal yang biasa dialami oleh siapa saja penulis, lebih-lebih penulis pemula. Karena yang dipikirkan hanya keinginan untuk menulis saja. Tanpa menoleh apa yang harus  ditulis. Apakah ide sudah ada. Jika hal demikian yang dialami maka ibarat mobil yang kehabisan bensin, sulit untuk dijalankan. Sebenarnya bisa dijalankan tapi butuh dorongan yang juga tidak sedikit akan menghabiskan energi sehingga kehilangan keproduktifan dalam menulis.

Dua hari ini, saya sudah mulai males menulis karena dirasa sudah capek dengan pikiran yang mulai tidak bisa diajak kompromi seperti biasanya. Apa karena saya males baca, atau karena badan ini terlalu capek dengan aktivitas yang harus mengeluarkan banyak energi. Lantas dikira hanya membaca buku yang bisa mengeluarkan ide. Ternyata tidak, disaat saya mulai jenuh membaca buku dan buka internet untuk membaca berbagai macam berita harian, seperti berita kompas, news detik, dan lain-lain. Inisiatif saya, memberanikan diri untuk jalan-jalan. Apa perlu jalan-jalan ke tempat yang istimewa, seperti taman wisata. Tidak, cukup menikmati jalan setapak yang tidak butuh banyak mengeluarkan dana dan energi. Atau cukup ngobrol dan sharing-sharing dengan tetangga orang-orang sebelah mengenai siklus hidup ini.

Yah memang benar, menulis itu membutuhkan kerja keras otak, butuh keseriusan, kejelian dan menguras energi otak. Jadi menulis tidak hanya sekadar menuangkan tinta di atas kertas, namun perlu adanya gagasan-gagasan yang harus dicerna sedemikian rupa. Butuh konsentrasi, jadi maklum jika kemudian ada penulis yang tiba-tiba cuek. Mungkin ia butuh menyendiri. Kecuekannya tidak berangkat dari hati hanya sekadar lari dari kebisingan.

Menulis rutin seperti apa yang saya utarakan ini cukup menarik untuk tatap dilestarikan serta diistiqomahkan, tak lebih hanya sekadar menuangkan kegelisahan dan pengalaman namun banyak ilmu dan pengalaman yang seharusnya orang lain juga tau akan semua itu. Untuk bisa mengambil pelajaran dan peringatan. Jadi setelah saya pikir-pikir kehabisan ide yang banyak dirasakan oleh penulis pemula seperti saya ini dikarenakan kemalasan untuk berpikir, membaca, dan mengamati alam sekitar yang skala prioritasnya cukup tinggi.

Waktu terus berjalan. Ibarat mesin motor yang lama tidak digunakan maka sulit untuk dihidupkan apalagi untuk dijalankan. Otak pun demikian, semakin otak ini terus dibiasakan stagnan dalam berpikir karena malas maka berpotensi akan mengakibatkan kedunguan yang cukup berisiko tinggi. Disamping memang butuh energi, otak juga butuh asupan gizi yang sekiranya bisa menopang kebuntuan itu. Asupan yang paling ringan adalah membaca buku, jurnal ilmiah, dan berita harian yang mana semua itu tidak akan pernah kehabisan ide. Jangan pernah memberikan sekat untuk berdialog dengan buku.

Hal yang juga perlu menjadi perhatian ketika kehabisan ide dalam menulis adalah biasakan berdiskusi dengan siapapun, sebab era sekarang ini sudah sangat mudah untuk membangun diskusi bisa lewat sosial media dan lain-lain. Dan ini pengalaman yang sering saya dapatkan. Juga jangan enggan ikut berbagai macam kegiatan seperti workshop penulisan, sekolah jurnalistik, dan seminar-seminar.

Tentu juga memperbanyak membaca kitab suci Al-Qur'an yang mana sumber inspirasi banyak keluar dari membaca Al-Qur'an. Al-Qur'an merupakan sumber utama segala macam pengetahuan. Namun inspirasi yang bisa didapat dari Al-Qur'an adalah dengan cara memahami makna yang terkandung didalamnya. Semoga kita termasuk orang yang cinta dan senang membaca Al-Qur'an dan segala macam pengetahuan yang ada jagad raya ini. Wallahu a'lam bisshowab

Santri Mahasiswa Al-Hikam Malang
Read More
Belajar Dari Alumni Gontor Ponorogo

Belajar Dari Alumni Gontor Ponorogo

Alumni SIKAGO 1981
Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Malang menjadi tuan rumah silaturahmi keluarga SIKAGO (siswa Akhir Alumni Gontor) tahun 1981 yang terdiri dari berbagai macam daerah, Aceh, Sulawesi, jakarta, bahkan ada yang dari Brunei Darussalam, Filipina dan lain-lain. Ini merupakan momen yang sangat mengharukan. Bagaimana tidak, perpisahan yang sudah hampir 37 tahun terlewati baru kali ini mereka dipertemukan kembali oleh Allah.

Peserta yang dihadiri kurang lebih 90 peserta, banyak diantara mereka yang merasa terharu campur kaget melihat wajah-wajah teman lamanya yang dulunya masih polos dan lugu dengan kesantriannya. Yang dulunya kurusan, kerempeng dan tidak bergizi, sekarang sudah gemuk dan besar. Terasa suasana ruangan penginapan dipenuhi rasa haru dan gembira yang tiada tara, tak sedikitpun ada suara hening yang dapat dirasakan selama awal pertemuan itu.

Tak bisa saya bayangkan, tiga puluh tujuh tahun lamanya, di tempat yang berbeda-beda dan jauh pula daerahnya, masih begitu besar rasa solidaritasnya dan kekompakannya yang
tentunya sudah tertanam sejak belajar bersama di pondok pesantren Darussalam Gontor Ponorogo. Bagitu tinggi rasa pertemanannya, sehingga dengan tanpa mengurangi rasa hormat sedikitpun mereka sangat antusias sekali menghadiri silaturrahmi tersebut. Umur yang sudah sebagian melebihi 60 an masih begitu semangat mengikuti acara silaturahmi ini. Padahal jika mengacu pada kerentanan badan justru sudah cukup signifikan, ditambah atmosfer malang yang begitu dingin.

Didalam acara ini, dikemas dengan tahlil bersama mendoakan keluarga para alumni yang meninggal maupun yang tidak, juga kebaikan untuk masa depan para alumni, dilanjutkan acara seremonial dengan berbagi cerita masa lalu ketika masih di Ma'had dan outbond training di p-wec malang. Tentu ritual semacam ini tidak asing lagi bagi kalangan Nahdhatul ulama begitu juga dengan Muhammadiyah. Dengan adanya acara ritual tersebut, berharap ada sentuhan hati yang tetap mengikat diantara para alumni, terutama dengan para pendiri dan penerus Gontor Ponorogo. Acara silaturahmi keluarga SIKAGO, siswa Akhir Alumni Gontor, mendapatkan respons baik dari segenap para alumni khususnya alumni tahun 1981 itu. Alumni yang hadir di tempat itu dari berbagai profesi, ada yang menjadi guru, kiai, ustadz, politisi, dan pengusaha. Yang tidak kalah menarik adalah banyak diantara mereka yang sudah bergelar profesor, Doctor. Alumni yang menekuni dibidangnya masing-masing akan lebih efektif dalam memajukan peradaban dunia. Begitulah kira-kira yang patut kita apresiasi dan patut kita contoh dari alumni Gontor Ponorogo ini.

Didalam acara seremonial yang dilanjut dengan cerita bersama dalam mengenang masa lalu waktu di ma'had, banyak cerita unik dan menarik dari para alumni dengan berbagai macam logat dan bahasa yang mereka peragakan. Dengan bahasa Jakarta loe, gua, bagitu banyak mendapatkan perhatian dengan logat ceplas-ceplosnya yang tidak dimiliki oleh daerah lain. Sehingga suasana ruangan begitu antusias dengan gelak tawa.

Giliran salah seorang alumni, entah dari mana saya kurang tau asal dan nama beliau. Ia menuturkan bahwa banyak hal yang dapat ia rasakan sekarang berkat belajar di ma'had Gontor Ponorogo, tidak hanya soal ilmu pengetahuan tapi soal pengalaman dalam mengabdi yang ia lakukan di Ma'had. Satu hal yang sangat menarik ia telah berkeliling dunia berkat Ma'had, dari sekian banyak negara sudah ditapaki. Ia mengakui bahwa Ma'had benar-benar memberikan warna tersendiri dalam hidupnya. Tidak hanya itu ia sudah menulis buku pentingnya bahasa dalam perspektif ilmu pengetahuan yang masih dalam proses penerbitan.

Diantara para alumni lain, juga berpesan bahwa kita ini masih santri dan masih seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai keislaman yang sudah diperoleh dari Ma'had, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, mempererat tali persaudaraan. Jangan sampai hubungan baik ini putus dengan hanya alasan berbagai macam kegiatan yang bersifat duniawi. Di era digital ini, sangatlah mudah untuk tetap menjaga ukhuwah dengan selalu berkomunikasi dan berselancar di dunia maya, namun tetaplah hal paling utama, dan mampu mengikat hati secara konkret dengan tetap duduk bersama dalam satu majelis dan bertatap muka.

Alimni yang satu ini, cukup menarik kalau menurut saya. Beliau dari Aceh, saya sempat berbincang-bincang mengenai pondok pesantren Gontor tempo dulu, bahwa sistem belajar tahun 80 an sudah jauh berbeda dengan zaman sekarang, bagaimana suasana pondok sering diliputi bacaan, membaca Qur'an, buku, dan apapun bacaan yang sekiranya dirasakan dapat membangun karangka berpikir. Zaman dulu tidak terlalu banyak gangguan yang cukup besar, mungkin hanya soal asmara. Tatapi untuk zaman sekarang, segala tantangan dan rintangan sudah mulai masuk berseliweran tanpa mengenal tempat dan waktu. Memasuki dunia global, informasi yang masuk cukup pesat melalui gadget tablet or android smartphone. Sehingga kecenderungan untuk selalu mengikutinya membuat ia lupa akan tujuan hidupnya. Kegiatan belajar zaman dulu sungguh sangat diperhatikan oleh para pengurus, ustadz dan kiai-kiai. Dulu jika ada pelanggaran dan ketahuan tidak ngaji tanpa alasan yang benar maka rotan lah yang menjadi senjata ampuhnya. Sehingga hasil yang didapat dari pendidikan seperti itu tidak lah mengecewakan, dan hasil yang memang sungguh sangat luar biasa.

Tatkala saya berpikir, jika tempo dulu sistem pendidikannya seperti itu, apa ia zaman sekarang harus seperti itu. Bukankah zaman ini sudah serba undang-undang sehingga perlakuan yang melanggar akan dikenakan pasal meskipun itu benar menurut aturan tertentu dan demi mendidik anak-anak. Zaman sekarang sudah beda fase dengan zaman dulu, tentu juga memiliki banyak cara yang lebih elegan dan efektif dalam memajukan pendidikan ini. Karena metode tidak akan habis selama dunia ini masih tegak.

Mari bersama-sama mencari dan menggali potensi pendidikan melalui metode modern tanpa harus mengeliminasi pengajaran tempo dulu. Seperti halnya perkataan, mempertahankan tradisi lama dan mengikuti tradisi modern.

Santri Mahasiswa Al-Hikam Malang


Read More

Jumat, April 13, 2018

Wasit Sepak Bola dan Wasit Pemilu

Wasit Sepak Bola dan Wasit Pemilu



Foto: Saat Buffon mendapatkan
Kartu merah dari wasit
Terlintas dalam benak saya, bahwa antara KPU dan wasit sepak bola hampir sama perannya dalam mengatur kompetisinya. Namun ada sedikit perbedaan diantara keduanya walupun perannya sama. Yakni waktu dan tempat dalam mengambil kebijakan dan wewenangnya.

Membicarakan sepak bola tak mesti membahas soal bagaimana 22 pemain merebut 1 bola dan memenangkan pertandingan. Tidak itu saja. Sepak bola adalah budaya, bahkan agama kalau di Amerika Latin. Gereja semakin sepi, sementara stadion kian penuh. Menurut Gus Dur, sepak bola adalah kehidupan manusia. “Bukankah kita akan diperkaya dalam pemahaman kita tentang kehidupan manusia, oleh sesuatu yang terjadi di lapangan sepak bola? Sepak bola merupakan bagian kehidupan, atau sebaliknya, kehidupan manusia merupakan sebuah unsur penunjang sepak bola?” tulis Gus Dur di Kompas edisi 18 Juli 1994.

Sepak bola bukan hanya cerita tentang kemenangan. Sepak bola bukan cuma kisah heroik dan selebrasi juara. Sepak bola juga berlimpah tangis dan air mata. Kekalahan. Jurang Degradasi.

Di balik semua itu, sepak bola adalah soal visi sebuah tim, visi permainan, dan visi dari fanatisme suporter di belakang gawang yang rela dan ikhlas suaranya parau gegara selama 2 x 45 menit terus-terusan bernyanyi dan berteriak yel-yel tim kebanggaan, sekalipun timnya harus kalah dari sang lawan. Tapi, tim kebanggaan jelas tidak pernah salah walaupun kalah. Kekalahan harus ditebus oleh wasit.

Wasit GOBLOK! Nasibmu sit sit.

Saat kita nonton pertandingan sepakbola, jika tim kesayangan kita dirugikan karena ulah wasit yang dianggap tidak proporsional, pasti kita mencemooh wasit tersebut. Dan sebaliknya, kita akan merasa gembira disaat lawan kenak  hukuman, rasanya sangat puas. Walaupun kadang keputusan itu menimbulkan kontroversial. Jadi, apa-apa yang menjadi kerugian pertama dalam sebuah pertandingan apalagi pertandingan rival abadi, wasit lah yang sering jadi sorotan utama. Yah begitulah supporter Indonesia lebih condong menghakimi orang lain daripada introspeksi diri.

Contoh saja pertandingan Real Madrid vs Juventus dalam perempat final liga Champions 2018 kemaren, dimenit-menit krusial wasit memberikan hadiah pinalti kepada real Madrid karena Juventus dianggap melakukan pelanggaran di kotak terlarang. Yah jelas lah Juventini tidak terima dengan keputusan itu, tetapi dari Madridista sendiri senang sekali, bahkan memuji-muji wasit tersebut. Memang berat jadi wasit, disamping memang harus belajar bersabar juga harus kuat mental.

Namun, hukuman yang dilakukan wasit kepada Juventus juga jamak terjadi. Balik lagi, wasit juga manusia. Dia juga bisa keliru, jengkel, capek, kehilangan fokus, dan kendali diri.
Hanya jangan salah juga, pemain juga manusia, apalagi suporter. Mereka juga punya analisis, pemikiran, ekspresi, dan rasa marah atas kekeliruan yang fatal. Kita bisa saja bilang, begitulah hidup. Tapi untuk mengatakan seperti itu, ada perenungan, upaya mencari tahu dan mencari jalan keadilan.

Dengan pemahaman aturan, wasit mengerti betul apa yang harus dilakukan, di mana, dan dengan cara apa. Inilah nilai luhur mengapa jarang terjadi pergantian wasit dan usia pensiun wasit lebih panjang: sebab tidak semua orang berani belajar sebelum menghakimi. Tawuran pun lebih sering terjadi antar penonton, bukan antarwasit. Sebabnya jelas, wasit membela kebenaran, sementara penonton membela kesebelasan. Kecuali wasit yang dibeli.

Berbeda dengan wasit pemilu yakni KPU, yang mana KPU menjadi wasit inti atau wasit disetiap ajang pemilihan umum maupun pemilihan daerah. Walaupun faktor kemenangan calon itu ada ditangan rakyat, tetapi yang berhak mengatur dan menentukan kemenangan berdasarkan aturan yang ada adalah wasit alias KPU. Para calon anggap saja kalau dalam sepakbola tim kesebelasan, tidak punya hak dalam memenangkan kompetisi itu, karena semua itu supporter alias rakyat yang berhak memilih sehingga sampai pada kesimpulan kemenangan. Kemudian KPU lah yang menentukan kemenangannya.

Dan menurut saya, politik kita saat ini berbanding terbalik dengan sepak bola. Dalam sepak bola, seorang wasit dibantu asisten menghakimi dua kesebelasan. Di politik kita, kesebelasan dibantu jutaan pendukung fanatik menghakimi dua atau berapa orang yang sedang dan akan bertanding. Hukum yang berlaku adalah pemilu. Disamping KPU sebagai pemutus final kemenangan, wasitnya jelas, rakyat. Skor menangnya, suara terbanyak.

Karena wasit sepak bola hanya dibantu beberapa wasit yang bisa dibilang sedikit dibanding wasit politik atau pemilu, jelas ia akan mengalami delimatis yang sangat besar. ditambah lagi kecaman pemain ketika tidak bisa menerima keputusan, sinis lah, cuek lah, begitulah pemain yang belum terdoktrin mental kesiapannya, tidak siap kalah, hanya siap menang saja. Padahal pemain hebat itu bukan yang selalu mengharap kemenangan tetapi ia juga siap kalah dan siap menang.

Ketika dihadapkan dengan insiden seperti ini. Sepertinya tidak jauh beda dengan dunia perpolitikan. Ketika KPU menginformasikan pemenang kontes dalam pesta politik, tidak semuanya bisa terima dengan keputusan itu. Ada yang memberontak, ada yang berspekulasi ada unsur kebohongan, ada intervensi dari pihak internal KPU dan lain-lain.

Yah begitulah keterbukaan demokrasi negara ini, bebas berpendapat bebas mengkritik, bebas berekspresi, tapi ingat kebebasan ada batasan-batasan tertentu.

Santri Mahasiswa Al-Hikam Malang
Read More

Rabu, April 11, 2018

Santri Juga Bisa Main Mobile Legends Kok

Santri Juga Bisa Main Mobile Legends Kok

Foto: misteri tangan pecinta
mobile legends

Ups.... Akhir-akhir ini semua gara-gara mobile legends. Yah, mau gimana lagi mobil legends ini memang memiliki pemantik, sekali coba mau coba lagi, sama lah dengan rokok. Game online (dari PS, Tetris, CoC, Werewolf, Zinga Poker, sampai game biliar) ini banyak sekali peminatnya tak hanya kalangan mahasiswa, remaja separuh baya, bahkan santri sudah sejak lama termakan rayuan maut mobile legends ini. Entah siapa yang membawa pertama kali ke pesantren, apa jangan-jangan launchingnya dulu juga ke pesantren ya. Apa iya saya ketinggalan kereta kencana, ah ah ah gak tau dech.

Saya sengaja membahas mobile legends ini dikaitkan dengan santri. Karena santri yang diidentik dengan sarungan dan kopiahan, bahkan condong dikatakan lugu dan polos (mitos ah) sudah bisa terlihat keren dengan keterbukaannya dalam menerima segala perkembangan zaman, termasuk adanya mobile legend ini. Toh sampai saat ini MUI belum mengeluarkan fatwanya mengenai mobile legends kok, gak kayak game pokemon itu, semoga aja tidak yah santai saja lah. Mari kita nikmati game ML ini dengan penuh semangat dan penuh kesadaran.

Jaman biyen (dulu), nge-game/mainannya anak santri itu ya itu itu saja, main tebak-tebakan
 lucu, main kuda-kudaan, main pal-lan/umpetan. sekedar menghibur diri dengan cara kolektif yang memang menyenangkan pada masanya. Memang ada sebagian, menghibur dengan caranya masing-masing. Menghibur diri tidak bisa kita lihat dari kebiasaan pada umumnya. Ada juga santri menghibur diri dengan cara menyendiri dan bersemedi.

Yang membedakan mungkin dengan jaman saiki (now/sekarang) adalah praktisnya dalam nge-game. Tidak perlu repot-repot mengunakan energi berlebihan layaknya mainan jaman biyen. Tidak perlu mengeluarkan banyak keringat, tidak perlu berpakaian rapi dan sopan, layaknya mau pergi ketempat wisata dan kantor. Mobile legends ini bisa dinikmati oleh siapapun dan dimana pun berada, di angkot kek, WC, dan warung-warung kopi lebih-lebih yang ada Wifi-nya, tambah jozzz. Jangan salahkan siapapun jika hari ini nge-game dan main mobile legends membuat mereka lupa akan segalanya, bahkan bisa membuat lupa akan pujaan hatinya. Yah dimaklumi aja, toh nge-game memang mengasyikkan dan pikiran terasa lebih ringan dengan adanya tugas yang numpuk. Mirisnya, dengan mobil legends ada sebagian mereka seakan-akan tidak terasa lapar, masalahnya ada yang lupa makan gara-gara mobile legends. Mobil legends memakan banyak korban jiwa bergeletakan tidur tanpa busana dan pakaian sempurna. Hahahaha 😀

Santri dan mobile legendsnya seakan-akan merupakan agenda rutin yang harus dilakukan, hutang yang harus dibayar dengan lunas, begadang sampai tengah malam tanpa mengenal batas waktu. Yang konyol itu, gara-gara mobile legends meraka lupa akan tugas yang diembannya, tugasnya apa, ya belajar, murajaah, minimal baca al Qur'an lah. Semoga aja gak lupa akan sholatnya. Kalau dulu santri sering kali menyodorkan slogan "Kitabi Zaujati" kitabku adalah istriku. Mungkin lebih tepatnya kalau sekarang dirubah redaksinya "Mobile Legendsi zaujati" mobile legendsku adalah istriku. Hehehehe. Berselancar di dunia Maya tidak masalah. Namun ingat batasi waktu main ya, karena bagaimanapun dunia nyata yang akan benar-benar melatih dirimu dan membentukmu jadi pribadi yang kuat fisik serta mental.

Dengan adanya mobil legends santri kelihatan senang, bahagia, sepertinya dunia ini hanya milik mereka dan mobile legendsnya. yah begitulah cara mereka mencari ketenangan dan kebahagiaan hidupnya. Daripada lihat filem yang merusak moral. Mendingan mobil legends dong. Ya gak.......!

Yang lebih parah tambah kata "banget" itu mereka tidak peduli dengan temannya lebih peduli dengan mobile legendsnya. Duh..... temannya sendiri sering dicampakkan gara-gara mobile legends. Tak heran jika ada perasaan jengkel dan mangkel melihat penikmat mobile legends. Yah begitulah sebagian kelakuannya. Tak heran juga jika ada pacar marah-marah tidak jelas gara-gara mobile legends, memang mobile legends sering melupakan cinta asmara. Pernah gak kamu lambat bales chat si dia gara-gara main mobile legends. Jangan gitulah kasian si dia menunggu lama. Buang jauh-jauh pikiran kayak gitu yang sering menganggap mereka gak responsif dengan kita, “Jangan-jangan dia nggak responsif karena bosen sama kita saja….” Bukan kita juga yang salah, tapi mungkin treatment kita ini belum sampai di titik ekuilibrium.

Apa perlu kita membuat surat ultimatum kepada penikmat mobile legends biar mereka tidak terus-terusan membuat jengkel akan keberadaannya. Kalau saya sih, tidak masalah mau main mobil legends, ya monggo. Saya paham kok mobile legends ini tidak hanya sekedar mainan semata, ketika saya mengamati pemain mobile legends, nampaknya tidak ada yang tidak serius dengan permainan itu, fokus, konsentrasi, khusyuk, dan tidak terlihat arogan. Tak seperti mereka yang sering main lapor-lapor club', kata bung mizan.

Ketika mabar mobile legends disitu juga terlihat membangun konektivitas pikiran melalui kekompakan dalam membangun koordinasi yang solid untuk melawan musuh. Rasanya tidak perlu lah melaporkan mobile legends ini ke kementerian informasi dan informatika gara-gara kamu di sering dicampakkan temen dan pacar.

Heheheh. Monggo pandangan saudara mengenai mobil legends yang semakin hari semakin menggiurkan. Ingin rasanya join tapi apa daya tangan tak sampai.



Santri Mahasiswa Al-Hikam Malang
Read More

Selasa, April 10, 2018

Berilmu Tapi Tidak Bijak, Oh No

Berilmu Tapi Tidak Bijak, Oh No

Click

Sikap fanatik sering kali menjamur dalmd diri kita. Ilmu dijadikan instrumen untuk membuat apa saja yang sekiranya cocok dan nyaman tanpa berpikir akibat buruk bagi diri sendiri dan orang lain. Kita tidak sadar, bahwa banyak orang punya ilmu tapi dia tidak bisa menolong dirinya ketika dalam keadaan terpuruk. Bahkan tidak sedikit orang punya ilmu tapi justru tidak bisa membawa dirinya lebih baik dan bijak. Sebenarnya ilmu ini buat apa?

Sebenarnya tidak bermasalah dengan ilmu itu sendiri, yang menjadi masalah adalah pengguna ilmu tersebut. Berapa banyak tokoh politik yang dijerat kasus korupsi. Apakah ia tidak berilmu? Jelas ia berilmu dan berpendidikan tinggi. Namun apa yang menjadikan mereka itu masih terus berakhir dengan cara tidak terhormat seperti korupsi ini. Saya pribadi belum bisa mengindentifikasinya, yang jelas ini faktor keilmuan yang tidak disertai kesadaran dalam beragama. Contoh saja, Kiai setnov misalkan yang terjerat kasus korupsi E-KTP, beliau ini dari pesantren Golkar. Track recordnya luar biasa.

Banyak diantara kita, para ilmuwan, para intelektual berdalih karena ilmu diperoleh dengan cara obyektif, rasional, terbuka dan didasarkan pada hasil observasi dan riset. Pandangan yang bukan diperoleh dengan cara itu dianggap sepele dan karena itu harus ditolak. Benarkah pandangan itu?

Seorang yang memiliki hikmah harus yakin sepenuhnya tentang pengetahuan dan tindakan yang diambilnya. Sehingga dia akan tampil dengan penuh percaya diri, tidak ragu-ragu, atau kira-kira, dan tidak pula melakukan sesuatu dengan coba-coba. (M Quraish Shihab)

Ada nasehat yg sungguh baik dan kontekstual (bersifat kekinian) tentang menjadi arif dan menjadi bijaksana, dari ulama besar Nahdlatul Ulama dan pengasuh Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta, KH Ali Maksum : "Kearifan adalah timbul dari kelembutan pemikiran dalam mencerna dan menghayati pengetahuan serta pengalaman. Sedang kebijakan itu muncul dari keluhuran budi dalam menentukan sikap yang didasari kearifan tersebut".

Jadi jelas, kebijakan seseorang bukan terletak pada ilmu semata, tapi pada hikmah yang diberikan tuhan kepadanya. Kebijakan itu muncul dari sebuah pengalaman, bukan terletak pada pengajaran, bukan terletak pada bagusnya rangkaian kata-kata. Kemampuan menganalisis peristiwa dengan pola berpikir yang rasional dan nampak pengaruhnya.

Ada ceritera menarik, seorang raja yang kebetulan matanya yang satu kurang sempurna. Sebagai seorang raja ia ingin dirinya dilukis, untuk dipasang lukisan itu di berbagai tempat yang dianggap penting. Maka, dipanggilah pelukis untuk melukisnya. Setelah selesai lukisan itu, diserahkanlah kepada sang raja. Tanpa diduga raja sangat marah melihat dirinya dilukis secara tepat, yakni matanya dikelihatkan tidak sempurna. Pelukis itu dimarahi dan akhirnya dihukum.

Masih belum berhasil mendapatkan lukisan yang menyenangkan, dipanggilah pelukis lainnya. Pelukis kedua ini tahu kalau pelukis pertama, dengan cara obyektif, dihukum maka ia mencoba melukis raja dengan wajah sempurna, sekalipun matanya yang satu tidak sempurna, dilukis seolah-olah sempurna. Diserahkanlah lukisan itu, dan ternyata raja juga marah. Pelukis kedua ini dianggap menghinanya karena melukis yang tidak senyatanya. Pelukis kedua inipun akhirnya dipenjarakan.

Raja masih tetap berkeinginan dirinya dilukis secara tepat. Maka, dihadirkanlah pelukis ketiga. Pelukis ini tahu juga kalau keinginan raja sudah mengorbankan dua orang pelukis. Baik pelukis obyektif, yakni melukis apa adanya mapun pelukis subyektif, yakni pelukis yang mengubah gambar wajah yang tidak sempurna menjadi sesempurna mungkin, ternyata keduanya dianggap salah dan dihukum.

Pelukis ketiga tidak ingin menjadi kurban berikutnya. Dia tahu bahwa sang raja memiliki kegemaran menembak. Maka sebelum melukisnya, ia bawakan sebuah senapan yang paling modern, yang belum pernah disentuh oleh tangan raja itu. Ditunjukkanlah senapan itu kepada sang raja, dan dengan cara yang sopan, pelukis memohon agar sang raja berkenan mencoba menggunakan alat berburu yang menjadi hobinya.

Raja pun mau mencobanya, dan tentu siapapun yang mencoba menggunakan senapan, tidak terkecuali raja, pasti dalam mengintai sasaran, menggunakan mata satu. Di sinilah keberhasilan pelukis ketiga, ia melukis raja dalam posisi menembak. Raja menggunakan matanya yang satu, seolah-olah raja dalam keadaan sempurna. Ternyata pelukis ketiga ini berhasil. Raja sangat bahagia dengan hasil lukisannya itu. Maka Inilah contoh sederhana tentang kearifan. Tidak selamanya yang obyektif dan subyektif itu bisa menyenangkan orang. Kita harus benar-benar tau dan cerdas apa yang menjadi titik persoalan dalam setiap permasalahan. Karena implikasi kecerdasan dalam memahami situasi akan sangat berpengaruh pada tatanan kehidupan.
Read More

Senin, April 09, 2018

Jangan Pecahkan Mangkok Nasi Orang

Jangan Pecahkan Mangkok Nasi Orang

Azlamcosm

Pernah gak kamu bekerja di salah satu restaurant, yang asalnya hanya jadi bagian depertemen service serabutan kemudian diangkat jadi supervisor restaurant dengan tanpa mempertimbangkan keahlian yang dimiliki orang itu. Ini lah kisah saya dulu yang sempat mendapatkan banyak kecaman dari para karyawan.

Bagian depertemen di restaurant tersebut , secara garis besar mengharuskan karyawan untuk selalu tampil bersih, ramah, sopan dan santun. Memiliki keterampilan komunikasi dan bahasa yang fasih, senang berinteraksi dengan orang lain, cekatan dan terampil serta sedikit banyak memiliki jiwa enterpreneur dan inovasi tinggi. Dan juga memiliki kemampuan pelayanan terbaik terhadap konsumen.

Saya adalah salah satu bagian karyawan yang diangkat menjadi supervisor di restaurant itu. Nah saya kaget, masak iya orang seperti saya ini diangkat jadi supervisor dalam jangka 20 hari saja. Bukankah dalam satu bulan masih masa-masa training. Sedangkan karyawan yang lain sudah memiliki pengalaman bekerja di restaurant lain. Kenapa harus saya? Pertanyaan ini belum bisa saya jawab sampai saat ini. Mungkinkah ini keajaiban ataukah cobaan? Wallahu a'lam bisshowab.

Tau tugas apa yang harus dilakukan supervisor itu, melakukan kontrol terhadap tugas waiter dan admin, membuat jadwal kerja, memberikan training terhadap karyawan, membantu staff dalam handling complain dan masalah operasional lainnya, serta memastikan stock barang dan peralatan kerja. Ini lho tugasnya.... Berat dan saya pikir ini bukan tugas saya kalau melihat dari track record saya.

Saya ini santri, anak desa yang hanya bisa bekerja di sawah-sawah dan pegunungan, bekerja serba dengan terik matahari dan hujan yang mengguyur. Tidak pernah bekerja di perusahaan yang memiliki aturan-aturan seperti itu. Mana mungkin saya bisa melakukan hal-hal yang sesuai dengan kriteria di atas. Dan ini saya alami ketika saya di Jogja, kisah yang sungguh membuat saya merasa tersiksa dalam dunia yang penuh keajaiban ini. Mengharukan sekaligus menyedihkan diri ini. Tak apalah, saya jalani dengan penuh kesederhanaan tanpa harus berpikir ini berat dan ini saya tidak mampu, toh akhirnya ini menjadi pengalaman saya juga.

Pernah gak bertemu seseorang yang satu mitra kerja yang iri lah cara kasarnya terhadap keberhasilan kita, iyahhhhhhh siapapun akan pernah mengalami seperti ini, jika tidak soal pangkat dan jabatan, maka soal perempuan dan harta kekayaan. Jika tidak soal kualitas barang yang dijual maka soal marketing yang handal dan profesional.

Dengan penuh kesadaran atas keterbatasan saya yang memang tidak bisa dipungkiri. Saya memberanikan diri untuk menolak, namun apa daya. Manajer tidak bisa menerima alasan yang saya sudah utarakan. Alasan saya dinilai berbuat-buat dan tidak logis. Ya elah...jengkel guyssss, sumpah gak nyangka ini bisa terjadi secepat mungkin. Masuk masa-masa kejayaan, para karyawan sudah mulai risih dengan keberadaan saya dan sudah mulai membuat berita hoax untuk menjatuhkan harga diri saya, yahh....banyak cara yang mereka lakukan sampai-sampai saya pun juga tidak betah sebenarnya.

Kasus seperti ini tidak hanya terjadi dalam satu motif saja. Bahkan saya pernah menemukan di salah satu pasar tradisional sering kali terjadi saling tarik menarik konsumen bahkan parahnya saling menjatuhkan diantara pedagang. Yang ini barangnya tidak higienis lah, kalau punya saya kan dibungkus plastik dengan label halal dari MUI , yah walaupun kadang ditulis sendiri dengan spidol, wah pengin nipu ne ceritanya. Gak taunya barangnya busuk di dalam. Mendingan beli tapai aja, tidak dibungkus tapi enak. Tidak perlu ada label halal tapi dijamin halal, yah masak iya tapai dibungkus dengan kemasan bagus sepert pizza guyssss kan gak adil namanya.wkwkwk

Padahal justru tidak adil jika masih ada yang lebih pantas dan lebih berhak dalam mengurus restaurant karena dia memenuhi semua kepantasan sedangkan saya belum. Ini lah mungkin yang mereka-mereka itu tidak terima dengan keputusan ini. Bahkan berontak dari dalam cara curang, culas dan lain-lain.

Ada memang kesannya orang gak ketara menghambat rizki orang lain, caranya halus dan seolah logis. Tapi jika orang konsisten dengan rule, ketergelinciran mendengarkan orang yang membusuki tentu tak terjadi. Tapi manusia mana ga bimbang jika agitasi itu terlihat kuat alasannya? Jika orang mengiyakan si pembusuk, kalah sudah musuh dia. Mengunakan tangan orang lain menjatuhkan lawannya. Pernah lu jadi tangan orang kayak gitu yang tanpa sadar lu jadi alat dia jatuhin musuhnya? Banyak  yang telah jadi alat seseorang kayak gini. Yah.......kebanyakan berhasil dan juga tidak sedikit yang tidak berhasil.

Gak suka sama seseorang bikin kita gak bisa tidur nyenyak karena kepikiran melulu. Seperti saya lah, walaupun tiap hari udah penuh otak mikir tema postingan dengan tantangan menulis rutin setiap hari tanpa jeda dan udzur syar'i dan mikirin ayang juga, dan lauk di dapur takut habis setelah beberapa kali kecolongan terus. Ditambah mikirin kasur yang sering diserang serangga yang namanya "tinggi" tiap malem hampir susah tidur, masak harus terus mikirin kamu yang nyusahin aku. Kamu aja lah yang susah jangan saya juga, biar gak susah berjamaah maksudnya.

Kalaupun ada, satu-satunya alasan adalah dengki terhadap keberhasilan seseorang. Nyindir doang kurang greget, kudu ada upaya real, jatuhin seseorang kapanpun dan dimanapun. Tapi tentu orang zaman sekarang berpendidikan dan gak mau kelihatan jahat, jadi pakai cara seelegan mungkin dan itu sering artinya pakai tangan orang lain agar dia tidak terlihat dengki.

Itulah susahnya jika seseorang yang jadiin kita rivalnya ada dalam lingkungan proyek kita. Hidup ini terasa sempit, yang seharusnya sama-sama bergerak maju, justru dengan ketidaksadaran kolektif malah membuat bangkrut dan membuat mereka sendiri tidak leluasa dalam bekerja.

Santri Mahasiswa Al-Hikam Malang
Read More
Antara Mahasiswa Kupu-kupu dan Mahasiswa Kura-kura

Antara Mahasiswa Kupu-kupu dan Mahasiswa Kura-kura

Pelantikan pengurus BEM inspirasi
STAI Ma'had Aly Al-Hikam Malang

Hai para mahasiswa, sudah tau apa itu mahasiswa kupu-kupu dan mahasiswa kura-kura, saya saja baru tau. Yah mungkin sebagian diantara mahasiswa sudah tau, atau sudah pernah mengalami dua-duanya, pernah jadi mahasiswa kupu-kupu dan dan mahasiswa Kura-kura. Tapi alangkah baiknya saya akan jelaskan terlebih dahulu apa itu mahasiswa kupu-kupu dan mahasiswa kura-kura? Kalian nanti bisa menganalisis dirinya masing-masing, termasuk bagian manakah anda saat ini?

Begini guys.. mahasiswa kupu-kupu adalah mahasiswa yang pekerjaannya kuliah pulang, kuliah pulang, ya itu tok kelakuannya. Nugas ya seadanya, apalagi kampus swasta bisa dipastikan tugas tidak terlalu berat lah, kecuali memberatkan diri, menyibukkan diri dengan sesuatu yang tidak begitu penting. Sedangkan mahasiswa Kura-kura adalah mahasiswa yang kuliah rapat, kuliah rapat. Mahasiswa yang seperti ini biasanya adalah mahasiswa yang aktif dalam keorganisasian, aktif dalam kegiatan kepanitiaan, aktif dalam komunitas. Jadi mahasiswa Kura-kura tiap harinya disibukkan dengan kegiatan rapat koordinasi dengan beberapa pihak. Melatih memberikan kontribusi terhadap program yang direncanakan.

Mahasiswa kuat adalah mereka yang siap disibukkan dengan urusan umat, bukan menyibukkan umat. Dengan aktif diberbagai kegiatan organisasi dan Kepanitiaan berpotensi menumbuhkan karangka berpikir yang luas dan lugas. Tidak hanya prestasi akademik yang diraih melainkan prestasi non akademik. Menyambungkan konektivitas pikiran melalui kemampuan berpendapat.

Sekolah Tinggi Agama Islam Ma'had Aly Al-Hikam Malang, baru saja menyelesaikan musyawarah besar (Mubes) yang diselenggarakan pada tanggal 30-31 April 2018 Minggu lalu. Didalam mubes itu dilaksanakan pemilihan presiden BEM secara demokratis. Mekanisme yang dipakai menyesuaikan dengan ideologi kenegaraan kita, sebagai bentuk kecintaan terhadap Indonesia.

Mubes merupakan wadah aspirasi mahasiswa dalam mencari sosok presiden BEM STAI Ma'had Aly Al-Hikam Malang yang cocok dan bisa membawa kampus menjadi lebih baik, bukan sekedar euforia mahasiswa dalam menyambut kemenangan, tetapi lebih dari itu, mengemban tugas besar dalam memimpin.

Sebagai mahasiswa sudah saatnya kita keluar dari zona nyaman. Tidak cukup keintelektualan ini dipakai hanya diforum-forum seminar saja, bangku kuliah, diskusi dan talkshow tanpa dibarengi tindakan nyata untuk membantu rakyat keluar dari kesengsaraan. Sepintar apapun orangnya, secerdas apapun otaknya, sehebat apapun perdebatannya jika tidak disertai tindakan nyata dari hasil itu, maka sama halnya kita melakukan onani intelektual.

Organisasi yang menjadi titik paling menentukan di kampus untuk menunjang kemaslahatan umat, tentu harus dimaksimalkan secara konkret dan aplikatif, seperti adanya BEM, UKM dan lain-lain. Jadikan organisasi tersebut sebagai penggagas sebuah perubahan transformatif menuju masyarakat madani. Nur Cholis Majid pernah mencetuskan jika semua pemuda memiliki semangat dan visi yang sama, maka transformasi masyarakat menuju masyarakat Madani akan dapat diwujudkan.

Dulu saya pernah anti terhadap keorganisasian. Bahkan sebagian orang pernah menghimbau saya untuk tidak ikut dalam keorganisasian, dikarenakan menganggu proses belajarmu, ia tidak sadar bahwa dalam organisasi juga bagian dari proses belajar. Tapi dengan kepercayaan dan tekad yang kuat semenjak saya gabung dengan PMII prestasi akademik saya tidak pernah bermasalah, walupun saya belum bisa bersaing dengan mereka yang memang fokus dengan prestasi akademik. Setidaknya prestasi non akademik saya akan memberikan warna tersendiri bagi saya.

Tahun ini saya diminta sebagai menteri kajian ilmiah BEM STAI Ma'had Aly Al-Hikam Malang, dengan senang hati saya sedikitpun tidak pernah ada niatan menolak. Ini tugas saya, dan saya harus mempu melaksanakannya sebaik mungkin, tanpa harus mengeluh dan mengurangi produktifitas kerja. Mampukah saya? Apa yang harus saya berikan dengan adanya tugas ini melihat saya masih sebagai mahasiswa amatiran? Ini hal yang sering menjadi pertanyaan saya sampai saat ini.

Seiring berjalannya waktu, saya akan jawab pertanyaan ini dengan penjelasan lebih lanjut. Mari berkhidmat kepada umat dengan penuh iklhas dan semangat.

Santri Mahasiswa Al-Hikam Malang
Read More