Maret 2018 - Atorcator
Latest Update
Fetching data...

Sabtu, Maret 31, 2018

Yang Penting Menulis

Yang Penting Menulis

Foto: octopusinkpres.com
Kadang saya berpikir bahwa menulis itu berat. Dimana setiap hari harus mencari ide, gagasan-gagasan dan pendapat yang bisa diakui dan di apresiasi oleh banyak orang. Ini kadang yang membuat saya putus asa bahkan mau berhenti menulis. Pikiran sudah tidak bisa dipaksa untuk mengeluarkan ide-ide, gagasan-gagasan dan pendapat seperti itu. Seakan-akan pikiran sudah buntu dan tidak bisa diajak berpikir

Dan ini terjadi bukan hanya satu atau dua kali saja bahkan mulai saat saya menulis 2016 lalu sudah sering dihantui semacam ini. Keinginan menulis sangat besar. Saya Selalu membayangkan bagaimana jika tulisan saya bisa dibukukan dan terkenal seperti Abuddin Nata, Azzumardy Azra, Komarudin Hidayat dan lain-lain. Ini yang selalu jadi impian saya sampai saat ini. Yah...... cita-cita boleh lah setinggi langit.

Saya hanya bisa meyakini diri sendiri saja, bahwa menulis tidak harus memiliki gagasan-gagasan, ide-ide dan pendapat yang cemerlang, bagus dan menarik sama seperti Abuddin Nata, Azzumardy Azra, dan Komarudin Hidayat. Rasanya mustahil, sebab pikiran manusia tidak mungkin sama, dan pada kenyataannya memang beda. Saya menulis setiap hari ini bukan karena saya bisa. Tapi karena saya yakin bahwa jika ide-ide saya ini tidak dituangkan dalam bentuk tulisan, maka bisa dipastikan besok akan hilang tak berberkas. Sedangkan di luar sana sudah banyak yang menunggu ide-ide saya. Dan saya yakin bahwa tulisan saya akan bermanfaat bagi orang  banyak dan akan terus dimanfaatkan.

Saya kadang juga merasa takut tulisan saya bakal di kritik banyak orang di bilang tulisan gak bermutu lah, gak berkualitas lah, dan lain-lain. Tapi semua itu saya buang jauh-jauh dan saya tidak pernah membiarkan perasaan itu datang lagi. Sehingga saya terus menulis apa saja yang terlintas di benak saya yang sekiranya bermanfaat kepada orang lain.

Dan yang sering menjadi masalah saya dalam menulis adalah bagaimana cara memulai menulis ini. Sedangkan ide sudah ada dibenak ini, rasanya pena ini tidak bisa dijalankan dan tidak bisa bergerak. Mengeluarkannya pun susah apalagi meneruskannya. Ini yang menjadi persoalan saya kadang dalam suatu waktu. Tapi seiring dengan adanya komitmen bahwa saya harus menulis tiap hari bahkan tanpa jeda sekalipun, maka dari itu saya seakan-akan dituntut untuk berpikir keras bahwa tiap hari harus mencari ide bagaimanapun caranya. Tak peduli ide saya bisa diterima orang dan bisa dibaca orang.

Percaya diri adalah kunci saya dalam menulis. Percaya bahwa tulisan saya ini adalah satu-satunya tulisan yang ada di dunia ini, orang tidak punya tulisan yang seperti punya saya. ini modal utama saya dalam menulis, bahkan bisa dibilang tidak ada modal lain selain percaya diri. Walupun pada kenyataannya tulisan saya kadang juga menuai banyak kritikan bahkan Bullyan yang pasif pun berdatangan. Tapi dengan kritikan dan bullyan itu tidak pernah menyurutkan semangat saya dalam menulis.

Perasaan bebas dan berani hal paling penting untuk menulis. Tidak perlu ada yang ditakuti sebab seseorang berawal dari tidak tau menjadi tau, dari takut menjadi berani. Itulah kenapa saya terus menulis dan menulis. Saya tidak pernah takut dikritik jika memang ada kesalahan, kelemahan dan kekurangan dalam tulisan saya. Saya mungkin orang paling berani untuk diperbaiki dan dikritik.

Sekedar berbagi informasi, bahwa dalam setiap kali saya menulis yang paling saya tunggu adalah komentar, kritik dan saran dari orang-orang yang menemukan kesalahan dalam penulisan saya. Kegiatan menulis yang hasilnya banyak kekurangan dan kelemahannya itu, manakala dilakukan terus menerus dan Istiqomah maka akan menjadi kebiasaan. Dan pada akhirnya akan menjadi mahir atau penulis yang baik dan produktif. Keterampilan menulis hanya bisa di tumbuhkan dengan kebiasaan menulis. Memang pada fase awalnya memang berat, apalagi untuk Istiqomah. Sebenarnya apa saja yang terkait dengan keterampilan tak terkecuali kegiatan menulis kuncinya tergantung pada kebiasaan itu.

Santri Mahasiswa Al-hikam Malang
Read More

Jumat, Maret 30, 2018

Pemuda Desa Harus Menjadi Agent Of Change

Pemuda Desa Harus Menjadi Agent Of Change

Foto: sundul.com

Pemuda adalah generasi baru dalam sebuah komunitas masyarakat untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik” 
Taufik Abdullah, 1974.

Saat ini sudah banyak pemuda-pemuda desa yang bergelar sarjana. Menempuh pendidikan di luar kota bahkan sampai keluar negeri pun ada. Ini merupakan salah satu kebanggaan tersendiri,  Ini menunjukkan bahwa pemuda-pemuda desa memiliki potensi besar dalam mengupayakan kesejahteraan masyarakat desa. Pemuda ini lah nantinya yang akan memotori gerakan-gerakan untuk melakukan pemberdayaan masyarakat desa dari berbagai sektor seperti pendidikan, ekonomi dan lain-lain.

Gebrakan-gebrakan semacam ini sebenarnya hanya sebatas cita-cita saya dan harapan saya dimasa yang akan datang. Tidak lebih hanya sebagai sebuah pengabdian kepada masyarakat desa, walaupun masih dalam angan-angan. Berharap gerakan-gerakan ini bisa terealisasi dengan baik dan berusaha bersama-sama, maju bersama dan berjuang bersama.

Menggali potensi dalam mengupayakan kesejahteraan masyarakat desa, tentu tidak bisa lepas dari sejarah dalam pemanfaatan sumber daya alam. Hal ini kita bisa lakukan dengan cara observasi dan wawancara melalui sesepuh yang masih hidup. Kita terjun kelapangan langsung, meninjau berbagai macam kegiatan, berbaur dengan masyarakat dari berbagai elemen. Sehingga kita akan menemukan titik temu yang harus di rekontruksi yang tidak bertentangan dengan adat desa.

Masyarakat yang dihuni oleh pemuda yang produktif dan kreatif lebih-lebih yang sudah bergelar sarjana akan berdampak pada pola  kehidupan yang berwarna, maju satu langkah untuk menghadapi jaman yang terus berkembang. Masuknya teknologi di kehidupan ini akan berdampak pada kemajuan pola berpikir. Berpikir kreatif dan inovatif.

Kita bisa belajar kepada Adi pramodiya, seorang anak desa yang sukses bertani. Dimana hasil dari panennya itu bisa dipasarkan ke luar negeri bahkan sampai ke benua Eropa, seperti komoditas rempah-rempah dan lain-lain. Dia seorang yang selalu menemukan ide-ide kreatif dan inovatif dalam memajukan masyarakat desa lewat pertanian. Karena di desa yang paling menonjol soal mata pencaharian adalah bertani. Dan menurut saya tidak yang salah dengan profesi seperti itu, toh Indonesia juga pada dasarnya adalah negara agraris yang tanahnya subur.

Kalau melihat dari sisi ekosistem perekonomian Indonesia sepertinya benar apa yang disampaikan orang-orang desa bahwa "pejabat tidak bisa makan kalau tidak ada petani yang menanam padi". Ini yang sering menggugah perhatian lebih bahwa masyarakat desa yang berprofesi sebagai petani memiliki pengaruh besar terhadap keberlangsungan hidup seseorang.

Sebenarnya tidak semudah apa yang saya kemukakan ini. Untuk melakukan itu semua tidak cukup hanya bergelar sarjana, tidak cukup bergelar doktor dan lain-lain. Kunci kesuksesan untuk membuat perubahan adalah terletak pada komitmen. Komitmen ini sulit kita lakukan, yang sering membuat orang melanggar komitmen biasanya adalah tidak adanya kekonsistenan dalam melakukan sesuatu. Seperti Adi pramodiya berapa kali dia gagal dalam usahanya. Tetapi dia tetap bangkit dan bangkit sampai benar-benar bangkit tegak dan meraih kesuksesan itu.

Tidak ada perubahan tanpa perjuangan dan pengorbanan itu slogan yang sering kita dengar dari mulut satu ke yang lain. Esensi kehidupan sebenarnya adalah kebahagiaan dan ketentraman bersama. Hidup ini hanya panggung sandiwara yang hanya bersifat sementara tapi bukan sinetron yang bisa diputar lalu di ulang kembali. Hidup adalah kehidupan yang mampu layak hidup untuk diri sendiri dan untuk yang lain. Bukan hidup dengan berlimang duniawi dengan kepuasaan nafsu serta hasrat untuk kepentingan individualis tanpa mementingkan orang lain.

Kesuksesan itu diraih bukan ketika kita bisa duduk di apartment dengan kursi yang empuk dan ber-ac tapi bagaimana kenyamanan itu juga bisa dirasakan oleh masyarakat walaupun dalam bentuk yang berbeda. Pemuda sukses itu ketika mereka tidak bisa menemukan zona nyaman. Artinya mereka selalu berusaha mencari ketertinggalan dan kesenjangan yang menimpa masyarakat lain.

Santri Mahasiswa Al-hikam Malang

Read More

Rabu, Maret 28, 2018

Sekolah atau Mondok ?

Sekolah atau Mondok ?

Bingung.com
Lulus MTS, saya mengalami delima yang cukup mengganggu pikiran waktu itu, antara Mondok Salaf atau melanjutkan SMA? Mungkin hal semacam ini jarang terjadi dikalangan remaja saat ini, karena masa-masa itu merupakan masa yang tidak perlu dibuat bingung apalagi sampai delimatis. Sebab masyarakat beranggapan bahwa jika hanya lulus Mts mau jadi apa nanti? Apa yang akan kamu raih dimasa depanmu? Zaman ini sudah tidak lagi seperti kakek buyutmu.

Inilah yang sering menggelitik pikiran saya sehingga waktu itu saya cukup mengalami delimatis yang sangat tinggi. Akan tetapi, meskipun orang tua saya lulusan pesantren yang kental dengan nuansa agamanya beliau tidak pernah memaksa saya untuk mengikuti rekam jejak beliau dalam menempuh pendidikan. Beliau justru memberikan kebebasan kepada saya dalam meniti jalan hidup selepas lulus Mts. Memang, banyak pilihan seperti melanjutkan SMA, mondok, bekerja atau bahkan menikah pada waktu itu. Pilihan ini sudah dipilih salah satunya oleh teman saya waktu itu. Ada yang melanjutkan SMA, ada yang bekerja, bahkan tidak sedikit yang menikah.

Saya sempat berpikir seperti ini, kakak-kakak saya semuanya sudah di pesantren salaf masak iya saya harus ke pesantren salaf juga. Namun meskipun saya berpikir seperti ini tidak sepenuhnya saya percaya dengan pikiran saya. Sepertinya perlu cari pembelaan terhadap pikiran ini. Saat itu saya sadar bahwa saya belum punya komitmen apa-apa, jadi saya mudah di intervensi pemikiran orang lain.

Teman-teman seperjuangan semuanya sudah memiliki arah yang tepat untuk meniti jalan hidupnya waktu itu, ada yang mondok ke pesantren ini, ada yang melanjutkan SMA ke sekolah ini. Mereka berbondong-bondong berangkat melanjutkan pendidikannya ke suatu pesantren yang ditempatinya. Mungkin hanya saya yang masih bingung dengan pilihan. Mencari inspirasi, motivasi bahkan pembelaan terhadap pemikiran saya saja masih sulit ditemukan. Seakan-akan saya waktu itu dilepas penuh oleh orang tua, dalam artian orang tua tidak mau ikut campur dalam menentukan pendidikan yang ingin saya tempuh, yang penting saya harus melanjutkan entah ke pesantren atau ke SMA.

Dalam kegundahan ini, ternyata Allah SWT memberikan jalan yang tepat bagi saya tanpa saya duga sebelumnya. Tetangga saya memberitahu, kebetulan dia mondok di salah satu pesantren semi salaf. Saya waktu itu bingung seperti apa sih pesantren semi salaf ini?  Ternyata pesantren semi salaf ini adalah pesantren yang masih kental dengan nuansa agamanya, ngaji kitab sorogan, hafalan, program pesantren yang sangat intensif dalam pengajarannya. Namun pesantren ini tidak melarang dan menyuruh santrinya untuk menempuh pendidikan formal di luar pesantren itu sendiri.

Saya tergugah dan penasaran dengan pesantren ini. Kendati demikian, saya melakukan survei terlebih dahulu sebelum saya benar-benar yakin akan menempati tempat itu. Alhamdulilah setelah saya survei, sepertinya pesantren ini cocok. Kemudian tanpa harus menunggu lama saya mencari sekolah formal diluar. Tanpa disangka-sangka, ternyata di dekat pesantren itu ada sekolah formal SMA yang masih baru saja dirintis, jadi waktu itu saya tidak perlu jauh-jauh mencari sekolah diluar sana.

Saya sebenarnya tidak yakin dengan usaha dan jalan ini. Saya yang sebelumnya hanya berkecimpung dalam nuansa ilmu-ilmu agama. Saya harus 'banting setir' menuju sebuah alam pendidikan integratif yang lebih kokoh karena berpijak pada ilmu agama dan ilmu umum sekaligus. Ketidakyakinan ini muncul ketika saya daftar SMA, waduh...... SMA dikenal dengan ilmu umumnya. Sedangkan saya lulusan Mts yang dikenal dengan ilmu agamanya apalagi dihadapkan dengan pergaulannya yang sering dibicarakan orang bahwa sekolah negeri seperti ini, seperti ini. Ibarat orang kota masuk desa pasti merasa canggung dan tidak percaya diri. Saya malah tambah down waktu itu. Bagaimana menghadapi ujian tes masuk, wawancara dan lain-lain.

Sempat mau mundur dari medan perang. Namun lagi-lagi Allah SWT memberikan solusi yang baik. Saya didatangi salah seorang siswa SMA itu, dia ngobrol-ngobrol dengan saya. Kemudian saya nanyak, kira-kira seperti apa test-nya sekolah ini mas? Mas disini ini masih butuh siswa karena sekolah ini baru saja dirintis jadi tes-nya itu hanya formalitas saja.

Ketegangan ini sedikit demi sedikit hilang dan menumbuhkan rasa percaya diri yang sempat terkubur yang tak tahu dimana tempatnya. Walaupun pada kenyataannya apa yang dikatakan mas itu tidak benar sepenuhnya, ada juga ternyata siswa yang gak lolos dan Alhamdulillah saya adalah termasuk yang lolos dengan keajaiban.

Di pesantren inilah asal mula saya merasakan betul manfaat ilmu agama dan ilmu umum yang sempat saya padukan. Mengaplikasikan ilmu agama dan ilmu umum didalam pesantren semi salaf waktu itu masih jarang kita temukan masih segelintir orang saja. Dalam musyawarah kitab dan bahtsul masail keaktifan dalam berbicara masih didominasi oleh anak yang sambil sekolah atau yang pernah sekolah minimal SMA. Termasuk saya yang sebelumnya gak bisa berbicara di depan banyak orang sudah mulai bisa dan berani tampil bahkan berani memberikan kontribusi dalam bentuk argumentasi.

Inilah jalan yang amat penting dalam meniti masa depan untuk meraih dunia sekaligus akhirat. Sekolah sambil mondok adalah hal yang harus dijalani dengan ikhlas dan sabar. Sampai saat ini pun ternyata Tuhan masih mentakdirkan saya untuk tetap bernaung didalam pesantren disaat saya juga harus menempuh pendidikan S1. Dan ini merupakan momen yang sangat indah dan menakjubkan. Nampaknya tidak ada variasi dalam hidup ini tapi inilah bentuk kekonsistenan dalam merefleksikan diri yang keberadaannya bisa dibilang langka.

Ada banyak pilihan dalam hidup ini, tapi niat yang ikhlas, tekad yang kuat dan usaha yang sungguh-sungguh demi memperjuangkan agama Allah SWT, pasti Allah akan memberikan tempat yang tepat pula. Semoga perjalanan ini merupakan awal monumental yang mampu membangkitkan semangat baru di hari-hari berikutnya.
Haqqul yakin.


Santri Mahasiswa Al-hikam Malang

Read More

Selasa, Maret 27, 2018

Mencintai Pesantren Bukan Berarti Menyepelekan Kampus

Mencintai Pesantren Bukan Berarti Menyepelekan Kampus

Santri mahasiswa STAIMA
Terkadang kita terlalu pintar berdalih bahwa pesantren lebih penting untuk dicintai daripada kampus sebab mereka beranggapan pesantren lah yang hanya bisa memberikan keberkahan. No problem its oke, pesantren memang bisa dibilang keramat karena melihat sejarah. Tapi bukan berarti harus menyepelekan kampus. Dalih seperti ini seakan-akan memberikan interpretasi yang kurang baik dalam membangun kemajuan pendidikan atau bisa dibilang dalih yang absurd.

Spekulasi seperti ini tentu membuat mereka tidak lagi peduli dengan kegiatan kampus. Jangankan untuk mengikuti kegiatan kampus, mengerjakan tugas saja mereka pasti males dan banyak alasan. Karena dasar pemikirannya sudah seperti itu. Dan yang paling berbahaya jika pemikiran ini di publish.

Tidak adanya keseimbangan dalam hal apapun justru berpotensi pada kehancuran. Keseimbangan merupakan hal paling mendasar dalam melatih jiwa kepemimpinan. Dengan tidak adanya keseimbangan maka akan muncul ketidakadilan.

Keberkahan itu datang dari mana saja, bisa dari orang yang bisa dilihat oleh mata atau yang tidak bisa dilihat oleh mata alias ghoib bahkan bisa dari makhluk selain manusia. Keberkahan jangan diartikan secara harfiah saja, namun harus diartikan secara konkret dan aplikatif. Ada orang memelihara hewan, setiap hari dikasih makan dan dimandiin. Apakah hewan tersebut tidak bisa mendatangkan keberkahan, sangat bisa dan bukti sejarahnya ada.

Pesantren dan kampus adalah merupakan lembaga yang sama-sama memberikan keberkahan. Yang membedakan hanyalah fungsinya saja. Pesantren membentuk karakter serta moralitas santri dari sisi pendekatan spiritual. Sedangkan kampus membangun attitude ilmiah dan soft skill melalui pendekatan intelektual. Keduanya memiliki tugas penting dalam mencetak kader penerus bangsa kita. Ekspektasi saya, pesantren dan kampus harus terus bergandengan tangan sampai dunia ini benar-benar musnah.

Belakangan ini muncul sebagian dari kita mulai bersikap tidak adil terhadap dirinya sendiri. Satu sisi mereka ingin jadi orang pinter dan sukses, tapi disisi lain mereka acuh tak acuh terhadap program yang bisa memberikan peluang untuk pinter dan sukses. Keadilan harus dibangun mulai dari cara berpikir kita.

Jangan berharap kamu akan sukses jika tidak berproses. Sebab sukses merupakan akumulasi dari sebuah proses. Seharusnya kita bersyukur kepada tuhan, tidak banyak diantara kita yang memiliki kesempatan untuk belajar ilmu agama sekaligus ilmu umum.

Ilmu umum yang kita pelajari di kampus merupakan alat bagaimana skill dan cara menyampaikan ilmu agama dengan baik. Banyak kita temukan orang yang alim agamanya tapi dia tidak bisa memberikan pemahaman agamanya terhadap orang lain dengan baik bahkan sulit untuk dipahami. Dan orang seperti ini siap-siap tereliminasi dari masyarakatnya.

Santri mahasiswa STAIMA
Dan yang tak kalah penting adalah kedua lembaga ini memberikan kontribusi besar terhadap kemampuan bersosialisasi kita. Jika kita hanya punya ilmu agama tapi tidak bisa memimpin kegiatan ritual keagamaan siap-siap untuk jadi tukang jadi tukang ngidupin kemenyan (kata orang Madura). Sadar atau tidak kita sudah saatnya memajukan pendidikan dengan cara pandang yang futuristik dengan tetap menjaga nilai-nilai budaya dan agama. Orientasi kita selaku santri mahasiswa seharusnya sebagai sarjana memiliki kemampuan dalam menjalani hidup bahwa di malam hari selalu mendekatkan diri pada Allah dan di siang harinya berani tampil tangguh memimpin masyarakat di bidang ekonomi, politik, pendidikan, sosial dan lain-lain.

Manakala diamati secara seksama, orang-orang yang sering menyepelekan dan membeda-bedakan sesuatu yang seharusnya tidak perlu dibeda-bedakan adalah karena kurangnya pengetahuan terhadap pentingnya sesuatu itu. Kecenderungan berpikir bahwa kita harus berjalan melalui satu arah dulu justru akan membawa pada kejumudan.

Dan orang-orang seperti itu biasanya takut menanggung beban dan resiko. Padahal cara yang mereka lakukan justru juga beresiko besar yaitu tertinggalnya dari yang lain dan tidak bisa maju-maju untuk merasakan indahnya peradaban dunia. Bahkan tidak bergerak pun ia akan beresiko mati. Kenapa harus takut beresiko.


Santri Mahasiswa Al-hikam Malang
Read More
Hari Patah Hati Nasional: Ditinggal Kawin Pacar, Move on Dong

Hari Patah Hati Nasional: Ditinggal Kawin Pacar, Move on Dong

Foto: surat jaman old

Penulis: Moh. Syahri

Mengingat mantan. Sesal atau kesal. Keduanya sama-sama cuma bikin capek hati. Kalau kamu capek, kamu bisa melangkah ke depan. 
(Ardelia kariza)

Kalau tau kayak gini, mendingan saya menjauh darimu dari dulu. Daripada saya harus menanggung beban sakit ini.

Gini loh.............
Semua orang pasti punya kenangan, entah kenangan itu manis atau pahit pastinya dia yang tau dan yang merasakannya. Kenangan yang bernuansa romantika biasanya sering dialami oleh anak muda. Gak semua soal cinta, tapi cinta tidak bisa lepas dari kalangan anak muda.

Saya tidak perlu menyebutkan orang yang menjadi sorotan saya kali ini, anggap saja si Fulan. Yang jelas ada tiga orang yang bisa dijadikan saksi hidup dalam kisah ini. Dan saya tidak perlu menyebutkan tiga orang tersebut, rasanya tidak elok lah..........

Si Fulan dikenal dengan sosok yang anti pacaran bahkan dia gak tau yang namanya pacaran itu apa, maklum masih bocah ingusan dan masih duduk di bangku kelas 6 SD. Waktu kelas 6 SD dia menjadi sosok teladan, ya istilahnya memecahkan rekor lah setelah sebelum-sebelumnya sering gagal dan gagal.

Karena menjadi sosok teladan banyak perempuan melirik atau naksir ke dia (pede banget sich), ya menganggapnya seperti itu karena dia juga gak terlalu ganteng-ganteng amet. ketika dia masuk SMP semakin banyak cewek yang naksir ke dia, sekali lagi bukan karena dia ganteng tapi karena dia pernah menjadi sosok teladan. Bisa dibilang ada 3 cewek yang naksir dia, wah aku juga pengin rek jadi orang pinter.

Eh ternyata orang pinter itu bisa jadi modal lho untuk manarik perhatian cewek. Ada bukti sejarahnya lho, daripada cinta kepada orang bodoh mendingan cari yang pinter dan cerdas. Hitung-hitung kalau masih sekolah bisa dibuat untuk membantu mengerjakan tugas dan menjawab soal. Wkwkwkwk

Dia bingung, mana yang harus dia pilih. Ketiga-tiganya cantik semua menurut dia. Tanpa berpikir panjang dia mengambil salah satu diantara mereka, anggap saja namanya siti Marisa. Dia sudah tidak kuat dengan godaan si cewek itu, tiap hari masuk kelas mesti dikasih senyuman manis dan manja. Akhirnya si Fulan nembak cewek itu dengan mengirimkan surat terlebih dahulu, entah isi suratnya seperti apa. Secara resmi si cewek menerima.

Mengirim surat jaman dulu itu dengan kertas manuskrip, gak seperti jaman milenial ini, gak ada WhatsApp, FB gak kenal apalagi Instagram. Terjadilah surat menyurat diantara mereka berdua, nanyak kabar dan lain-lain. Yah..... Namanya juga sudah resmi pacaran mesti ada lah yang mau dibahas apa. Di dalam surat itu sering menyinggung masa depannya, maksudnya dia berharap akan menjadi pasangan yang sah. Sudah merencanakan rumah, nama anak-anaknya siapa, pokoknya lek wes rabi konsepnya sudah ada. Ngono lho.......hihihihihi mesranya....tidak kalah sama siapa hayoooookkkkkkk

Dia menjalani hubungan selama 3 tahun lamanya, hubungan yang bisa dibilang cukup langgeng dan bahagia lah pada masanya dan hubungan yang bisa dibilang cukup sakral. Selama tiga tahun lamanya hubungan dia dengan siti sering mengalami peristiwa yang cukup dramatis, mulai dari sering cemburuan, saling curiga dan sering di adu domba sama temannya. Bahkan pernah disidang kepala sekolah karena ketahuan pacaran dan di tempeleng. Nyesek.....rek.... miris sekali. Namun mereka berdua kuat dengan semua itu sehingga hubungannya tetap langgeng.

Tiga tahun lamanya, hubungan mulai ada
keresahan diantara mereka berdua. Kabarnya siti sudah dijodohkan oleh orang tuanya sebelum mereka berdua pacaran. Namun si Fulan gak tau dan siti gak pernah ngasik tahu. Padahal dalam hubungan tersebut sudah merencanakan hubungan yang lebih serius. Si Fulan masuk zona copu, cowok kenak tipu. Karena ketidakterbukaan si cewek membuat si Fulan itu frustrasi dengan tersebarnya kabar itu. Bayangkan hubungan yang dibangun selama tiga tahun lamanya hancur karena ketidakterbukaan, sakit guyssss. Harapannya sudah pupus, walaupun sebelumnya sempat ingin melamar dia.

Si cewek tidak terima dengan semua itu, dia menganggapnya juga gak tau dengan semua itu. Dirinya belum merasa salah. Dia ngotot si Fulan harus melanjutkan hubungannya dengan dia. Namun si Fulan gak mau, dia sadar bahwa cewek seperti itu tidak pantes untuk dipertahankan. Dia sudah menghianati si Fulan, dia sudah bohong setelah sebelumnya ditanya gak punya pacar dan gak punya tunangan. Cewek macam apa ini tapi gak semuanya cewek seperti itu sih.

Kelas 3 SMP mau berakhir, kabarnya si siti benar-benar mau dikawinkan dengan tunangannya itu. Si Fulan mah biasa aja, masih banyak cewek yang ngantri kok setelah sebelum-sebelumnya mereka banyak yang naksir. Bahkan cewek-cewek yang sebelumnya mencintai fulan dia senang sekali mendengar kabar itu. Sepertinya si Fulan mau ditinggal kawin ne. Siapa suruh milih dia kenapa gak milih saya aja, kata si cewek itu.

H-3 menuju pelaminan, si cewek mengirim surat ke Fulan untuk bertemu, isi surat itu si cewek ngajak ketemuan disebuah tempat. Namun si Fulan gak dateng dan gak menanggapi surat itu sama sekali. H-1 lagi-lagi surat menghampiri si Fulan dengan tujuan yang sama, ngajak bertemu, si Fulan gak dateng lagi. Namanya juga sudah sakit hati. Tapi ada yang menakjubkan dalam surat terakhir itu si cewek mengatakan bahwa "aku mencintaimu sampai mati" waduhhhhh ne cinta benar apa mau main-main, jangan-jangan Hoak darrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr

Hari Patah Hati Nasional, mungkin itu lah yang pas disandang oleh si fulan hari itu walaupun banyak orang yang gak peduli, dimana si cewek benar-benar tidak peduli dengan hubungan yang dibangun melalui perjuangan yang cukup dramatis dengan si Fulan itu dan dia benar-benar kawin dengan tunangannya. Kabarnya sih dia dipaksa sama orang tuanya, masak ia gak ada cara lain untuk menolak. Ah omong kosong gua gak percaya dech.......

Sungguh malang nasib si Fulan itu, hanya saja dia gak pernah nangis apalagi sampai bunuh diri, ah ngapain harus nangis toh masih banyak cewek lain yang lebih setia. Si Fulan tetap tegar walupun dia harus mengalami patah hati. Ah ini kan cuma patah suatu saat pasti bisa diperbaiki kok yang penting jangan sampai  hancur, tenang aja........lagian ngapain harus dipikirkan dengan serius. Mulai berdalih dia, ya begitulah manusia ketika sudah dihadapkan pada suatu yang sifatnya dilematis semua sok bijak dan bisa jadi sok kuat. Hahahaha 😀

Eh tolong ya........
Jangan terlalu percaya pada janji-janji manis, yang benar-benar manis itu cuma gula dan madu. Jangan sampai tertipu. Dan jangan sampai jadi korban mulut manis.

Semakin sering kau membicarakan mantan kekasihku. Semakin aku akan teringat olehnya. Kalau kau benar-benar ingin aku berhenti memikirkan dia sepenuhnya. Berhenti jugalah mengaitkan apa pun dengan dirinya. 
(Boy Chandra)

Read More

Minggu, Maret 25, 2018

Menjadi Karyawan Restoran Ternama di Daerah Istimewa Yogyakarta

Menjadi Karyawan Restoran Ternama di Daerah Istimewa Yogyakarta


Foto: saya mengoperasikan komputer terkait masalah pekerjaan
Sejak lulus SMA saya sudah punya keinginan untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi tidak ada niatan untuk bekerja. Tapi apa daya, keluarga belum bisa mengizinkan dan melepaskan saya sepenuhnya. Akhirnya saya memutuskan untuk tetap tinggal di pesantren.

Setelah dua tahun berakhir, saya ingin mengembalikan lagi semangat untuk melanjutkan studi perguruan tinggi ke luar kota tepatnya Daerah Istimewa Yogyakarta. Dengan meminta izin kepada keluarga akhirnya keluarga mengizinkan dan meridhoinya.

Pada waktu itu pendaftaran kampus masih belum dibuka baik perguruan tinggi negeri maupun swasta. Namun saya menekadkan diri untuk pergi terlebih dahulu untuk memastikan susana Jogja seperti apa. Biar gak kaget, , , dan bisa beradaptasi. Jogja dikenal dengan kota pendidikan yang sangat maju dan berkembang. Karena itulah saya ingin kuliah ke Jogja dan ingin menimba ilmu di sana.

Bismillah, tepat pada bulan Januari 2016 saya berangkat menuju Jogjakarta bersama kakak sepupu yang kebetulan dia sudah selesai menempuh pendidikan S2 nya di sana. Walaupun saya bersama kakak itu, saya belum punya kepastian mau tinggal dimana ketika sampai di Jogja. Belum saya pikirkan sebelumnya.

Sampai di jogjakarta siang hari, kakak saya mengajak untuk menanyakan kostnya yang kebetulan dulu pernah dia tempati. Alhamdulillah dengan senang hati kost itu masih ada yang kosong. Tanpa saya tanya tarif bulanannya saya langsung tempati kost itu. Bapak kost itu sudah tua umurnya sekitar 78 tahunan pensiunan PNS bandara Adi Sucipto.

Foto: restoran DEMIEMAX

Tepatnya di Sleman Yogyakarta, uang yang secara perhitungan hanya dapat menghidupi saya sebulan disana, rasanya perlu mencari usaha atau bekerja untuk mendapatkan uang lebih banyak lagi demi memperpanjang hidup saya disana, melihat pendaftaran kampus masih tinggal 6 bulanan lagi. Mencari lowongan pekerjaan memang susah kalau tidak punya keahlian dan pengalaman sebelumnya, seperti saya ini santri lulusan pesantren yang polos dan lugu.

Memanfaatkan teknologi informasi di media sosial untuk mencari lowongan pekerjaan nampaknya susah juga waktu itu. Menjadi takmir masjid saja syaratnya harus mahasiswa yang menempuh minimal semester 2. Sedangkan saya belum pernah menyentuh halaman kampus sama sekali. Kota seistimewa yogyakarta memang butuh pekerja yang kompeten dalam bidangnya dan berpendidikan. Sangat selektif sekali apalagi soal merawat masjid. Saya sudah tidak punya harapan lagi untuk bisa menjadi takmir melihat persyaratan yang begitu pelik dan rumit.

Memiliki ilmu saja tidak cukup untuk menjadi pekerja yang memang bisa dibilang ahli dalam bidangnya kalau tidak didukung dengan data dan bukti yang valid. Saya adalah pengalaman hidup dari semua ini, tidak bisa kita elakkan data sangat penting dalam menunjang keberhasilan sebuah tujuan, walaupun pada hakikatnya tuhan lah yang mengatur.

Hampir satu bulan, saya belum bisa mendapatkan pekerjaan dan uang pun sudah mulai terlihat transparan dan dompet mulai terasa ringan bawaannya. Pada suatu hari saya dipanggil oleh pak kost dan nanyak "apakah kamu sudah dapat pekerjaan" saya jawab "belum pak". Mari ikut saya" kata pak kost.

Pagi hari saya di ajak pak kost naik motor, entah kemana waktu itu saya juga belum tau. Ternyata saya di bawa ke salah satu toko besar di Jogja dan kebetulan disana sedang membutuhkan tenaga kerja. Dia menawarkan saya jika diterima untuk dipekerjakan ditempat itu. What happened? Setelah saya di wawancarai akhirnya saya di tolak dan tidak diterima dikarenakan tidak pernah ada pengalaman sebelumnya. Nasib.......nasib......nasib.......hanya bisa mengelus dada dan sabar.

Melanjutkan perjalanan di hari yang kedua bersama pak kost, pak Hari. Sampailah di sebuah restoran ternama di Jogja tepatnya dibelakang kampus UPN VETERAN YOGYAKARTA, nama Restorannya "DEMIEMAX". Melihat dari penampilan dan cara bicaranya waktu itu nampaknya bos itu orang agamis. Saya mah tidak mau kalah dengan menunjukkan keberanian saya bicara dengan lughat-lughat pesantren. Dia kaget setengah tidak percaya ketika saya menyatakan untuk bekerja disana, saya malah direkomendasikan untuk mengajar anak-anaknya saja.

Dengan tanpa berpikir, saya tolak tawaran itu. Lebih baik saya bekerja. Akhirnya bos itu menerima saya tanpa suatu syarat apapun (saya kaget juga, kok bisa restoran segedek ini menerima saya dengan cuma-cuma, ada apa gerangan) dengan memberikan kebebasan, terserah mau menempati dibidang apa saja disana yang penting jangan kasir. Akhirnya saya menjalani training di hari pertama dengan penuh gembira dan senang hati tapi tetap tidak percaya dengan semua yang terjadi ini. Rasa canggung dan gerogi, bayangkan seorang santri masuk restoran tidak tau harus melakukan apa disana, tidak pernah masuk restoran sebesar ini moro-moro langsung bekerja.

Foto: saya sedang rehat dari pekerjaan

Satu bulan menjalani training, sungguh bagaikan satu tahun lamanya. Tapi ada hal yang bikin suasana ini senang yaitu menerima gaji pertama, gaji pertama sungguh diluar ekspektasi saya. Saya bertanya-tanya kok bisa gaji saya sebesar ini, padahal masih training lho (gak perlu saya sebutin minimal nanti kamu pinjem dong) wkwkwkwk.

Di bulan kedua saya malah dinaikkan pangkat yang awalnya hanya jadi karyawan serabutan menjadi staf pengawas karyawan, saya gak tau istilahnya apa kalau di restoran yang jelas seingat saya jadi pengawas, heheheheh. Saya waktu itu tidak percaya dengan keputusan yang diambil bos itu bahkan saya sempat menentang, melawan dan menolak dengan semua itu. Namun saya juga mikir, kalau saya ngotot bisa jadi di pecat ne saya. Di bulan kedua ini menjadi pengawas karyawan Restoran setiap harinya, bukan berarti bebas tidak bekerja, saya tetap bekerja seperti biasa namun tidak maksimal seperti biasanya.

Semakin hari semakin tidak enak dengan keadaan ini, entah apa yang menjadi keganjalan dan kesalahan dalam diri ini. Semakin tinggi pohon itu maka semakin kencang angin menerpanya. Mungkin slogan itu pas buat saya waktu itu. Dengan hanya bertahan sekitar 3 bulanan akhirnya saya memutuskan untuk memundurkan diri dari pekerjaan itu dengan beberapa pertimbangan dan alasan yang rasional. Alhamdulillah pak bos tidak mengizinkan karena terkait dengan kontrak yang sudah di tanda tangani namun belum diatas materai. Karena tanda tangan itu tidak di atas materai. saya masih punya kuasa untuk mencabut surat kontrak itu begitulah hukum yang berlaku. Kayak anak hukum aja kamu.

Kadang hidup ini susah ditebak. Banyak hal yang kadang bertentangan dengan ekspektasi. Keanehan bisa datang kapan saja tanpa diduga-duga. Hanya Allah lah yang tau dengan skenario hidup ini.

Keep your spirit


Santri Mahasiswa Al-hikam Malang



Read More
Aku ini Anak Desa

Aku ini Anak Desa

Foto: mengendarai becak tempur


Penulis: Moh Syahri

Anak desa atau sebutan wong ndeso kerap kali menjadi sorotan anak terbelakang dan lebih tepatnya dikonotasikan sebagai anak yang negatif, jauh dari peradaban dan perilakunya cenderung kelihatan tak berwibawa dan sering tak dipedulikan. Namun jika kita menoleh sejarah tokoh figur terkenal yang sering menjadi sosok inspiratif kebanyakan adalah orang desa/wong ndeso. Ini yang menjadi motivasi saya.

Bagi saya, jadi anak desa atau wong ndeso sama sekali tidak pernah menyurutkan semangat untuk tetap belajar dan menyongsong masa depan yang lebih baik. Saya punya komitmen untuk merubah paradigma buruk yang sering di capkan kepada anak desa bahwa anak desa tidak seperti apa yang digambarkan kebanyakan orang.

Saya bersyukur sekali dilahirkan di desa yang sarat dengan edukasi keagamaan. Tak heran jika banyak anak desa pinter mengaji, baca Al-Qur'an lancar, suka menolong dan gotong royong antar sesama karena didalam kehidupannya dari sejak kecil ia sudah digembleng untuk ngaji, belajar agama ke surau-surau sampai bermalam di surau tersebut dikarena paginya masih ada jadwal mengaji kembali dilanjutkan dengan bersih-bersih atau ro'an demi mengalap berkah dari sang guru.

Menoleh sejarah para leluhur anak desa atau wong deso itu banyak yang menjadi pejuang yang gigih dan ulet, pekerja keras tak peduli dengan teriknya matahari yang menyengat kulit demi mempertahankan hidupnya dan demi anak cucunya. Dan ini perlu kita teladani, walaupun fasenya sudah berbeda. Tapi yang namanya perjuangan tak akan pernah habis dan selesai sampai pada titik darah penghabisan.

Menjadi kebanggaan tersendiri ketika saya di ajak berkebun dan bertani oleh orang tua dulu. Mengiringi kerbau-kerbau yang siap bertempur untuk membajak sawah, suasana yang begitu indah sekali untuk dinikmati serta pemandangan yang begitu sangat memukau. Banyak hal yang dapet kita ambil pelajaran. Betapa keras hidup ini, jika hidup ini harus didiamkan maka tunggulah kehancuran. Benar apa kata pak Hari bapak kostku dulu di jogja "Hidup ini keras nak kamu ini anak desa harus lari jangan melaku, kalau anak kota punya modal uang maka kamu harus punya modal keberanian dan tekad yang kuat sehingga kamu tidak hanya bisa mengimbangi tapi bisa melebihi"

Hidup di sebuah desa dengan alam yang indah, adem, penuh dengan pepohonan memiliki kesan tersendiri bagi saya. Belajar memahami ayat-ayat Allah SWT tidak melulu dengan pendidikan formal tapi dengan pengalaman dan perjalanan seperti halnya di desa. Bunyi jangkrik, katak, dan hewan-hewan lain mewarnai suasana yang hening menjadi rame dan terhibur. Inilah doktrin pertama yang terus ditanamkan kepada anak desa, ketauhidan, akhlak, dan kepedulian terhadap lingkungan dan masyarakat.

Sangat senang sekali ketika saya pernah diajak ke pasar untuk berjualan saat liburan sekolah, dimana saat pertama kali saya di ajak harus berjalan kaki dengan jarak tempuh 6 KM. Saya tidak peduli meskipun harus jalan kaki, karena momem seperti itu jarang sekali ada, mumpung liburan dan kebetulan di ajak. Bisa sampai ke pasar merupakan rasa gembira yang tak bisa tergantikan oleh apapun. Belanja peralatan dapur untuk sekeluarga dan persiapan hidup sehari-harinya.

Anak desa atau wong ndeso jauh sekali dari ajakan manja dan memanjakan, tidak pernah segan-segan menegur ketika ada kesalahan dan siap menerima teguran ketika salah. Kasalahan dan perilaku buruk yang sering memicu terjadinya pertengkaran di antara teman-temannya tidak ada pembelaan dari orang tua masing-masing bahkan kadang anaknya sendiri yang di salahkan. Pendidikan seperti ini sangatlah penting untuk diterapkan supaya anak kita tidak terus manja, bisa mandiri, dan memiliki rasa kesadaran.

Untuk membeli baju baru, saya dulu harus menunggu lebaran tiba. Jadi bisa dibilang beli baju baru satu kali setahun. Untuk baju sehari-harinya, saya memakai bekas baju kakak saya yang masih layak dipakai. Dengan seperti itu, saya benar-benar merasakan betapa senangnya di hari yang penuh istimewa dan kemenangan itu bisa beli baju baru dan bercanda ria dengan teman-teman sebaya. Rasanya memang perlu jeda lama untuk menyenangkan hati dengan rasa syukur yang mendalam.

Saya hidup dalam keluarga yang sederhana, makanan seadanya, tidak perlu mewah dan nikmat yang penting berkah. Keluarga sering mengajarkan kesederhanaan dalam hidup. Tidak perlu tergiur dengan orang lain yang sudah melambung tinggi syukuri apa adanya. Sebab kenikmatan itu ada pada rasa syukur kita.

Hidup apa adanya bukan berarti miskin. Dalam diri ini tidak ada istilah miskin. Anak desa harus punya mental kaya walupun hidup sederhana dan apa adanya.


Santri Mahasiswa Al-hikam Malang

Read More

Sabtu, Maret 24, 2018

Halah Ngomong Aja Kok Nggaya......

Halah Ngomong Aja Kok Nggaya......

Foto: matanews.com

Saya akan bernyanyi terlebih dahulu biar suasananya adem dan menghibur, yang tak terhibur segera menghibur diri, hehehe. Kali ini saya akan membawakan sebuah lagu dari Matta Band: cieeeekidootttttttttttt

Memang lidah tak bertulang
Lain di mulut lain di hati
Seperti kau yang tak pernah bisa
Ku percaya lagi

Mulutmu bilang A, hatimu bilang B
Lebih baik ku tinggalin kamu.


Kalau mojok pernah memuat tulisan yang berjudul "Halah nulis aja kok nggaya" maka kali ini saya juga akan mengangkat judul yang hampir sama tapi beda (bingung ya..... sengaja emang) Dan saya pikir ini penting untuk untuk diluruskan dan diperbaiki.

Memang menjaga pikiran itu jauh lebih penting dari menjaga tubuh, sebab kondisi tubuh tergantung dari kondisi pikiran. Dan yang tak kalah penting adalah menjaga mulut, jadi tak heran jika ada slogan "mulutmu harimaumu"  karena mulut memang bisa memakan ratusa bahkan jutaan orang gara-gara mulut tidak bisa terkontrol dan dikendalikan. Hati-hati.

Jika mulut/lisan bicara di Indonesia maka boleh jadi biasnya sampai ke Arab Saudi apalagi sekarang sudah difasilitasi oleh teknologi informasi yang canggih. Dengan demikian, Lebih baik saya dipukul aja pakek palu tapi ente harus ke Arab Saudi dulu, hehehe. Betul apa gak? Lebih baik sakit tangan dengan pukulan dari pada sakit hati dengan ucapan. Mulut itu memang memiliki magnet yang kuat dan berbisa seperti ular, menyengat dan tapi kadang juga bergizi.

Kita bisa berkaca pada kasus Ahok tempo dulu gara-gara mulutnya yang dianggap menistakan agama Islam dia sudah membangunkan seluruh umat Islam dunia dari tidurnya. Mulut ini memang ngerri.....bukan berarti mulut tidak berguna dan bermanfaat justru mulutlah yang membuat kita bisa bicara dan berinteraksi dengan sesama. Tapi ingat pesan Rasulullah Saw " barang siapa yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhir maka berkatalah dengan baik atau diam saja" ini jelas Rasullullah mengajarkan kita agar supaya mulut ini terus dijaga dengan baik sehingga tidak mudah menyakiti hati orang lain dengan mulut.

Akhir-akhir ini banyak sekali lisan ataupun mulut menjadi motor penggerak kepuasan pelanggan, lebih dari itu menjadi tontonan yang seakan-akan bikin semangat tapi hakikatnya tak bermanfaat. Kadang mulut ini mudah keluar kata-kata karena ada kebutuhan yang bersifat komersial, meskipun harus menghujat, menfitnah dan mengolok-olok sesama tak dihiraukan.

Boleh kita berorasi dengan lantang dan keras demi menegakkan keadilan dan kebenaran, tapi ingatlah bagaimana cara menyampaikan orasi itu dengan baik dan benar tanpa harus menyudutkan salah satu pihak.

Neh...... Saya kasih tau, saya sudah 3 tahunan jadi seorang pembicara dan orator meskipun bukan orator ulung, tahun 2013 semenjak SMA kelas 2 saya sering di ajak demo ke depan kantor DPRD kabupaten Sumenep bersama anggota PMII. Disitu saya di ajak menyampaikan sebuah aspirasi dengan suara lantang dan keras. Sebab jika tidak demikian, aspirasi kita tidak bisa ditanggapi oleh anggota DPRD, suara lantang dan keras waktu itu sangat menentukan keberhasilan tujuan kita berdemo. Wahhhh namanya juga anak muda,,,,,,,,bung,.,,,,,,,,,,pasti bangga lah jadi orator, dilirik orang " oh berani sekali ya.....hebat retorikanya bagus". Emang menantu idaman itu yang retorikanya bagus ta.....? Nggak juga katanya menantu idaman adalah penulis. Hahahaha 😀😀


Waktu itu saya sudah menyadari bahwa demo waktu itu hanyalah sebuah ambisi yang berdasarkan nafsu belaka. Didalam demo itu saya menyampaikan beberapa kebijakan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berhasil memasuki kantor DPRD dengan sambutan yang luar biasa, bahkan disuguhi beberapa makanan yang begitu istimewa. No...... makanan no makanan...........ya dirumah mah gak ada makanan seperti itu kang, tanpa berpikir panjang makanan itu habis tak tersisa. Namun permintaan itu tidak membuahkan hasil apa-apa dan tidak ditindaklanjuti. Ya alhamdulillah hanya dapet makanan kenyang. Jadi gak terlalu rugi lah...Hihihihihi.

Bicara atau ngomong kalau tidak berangkat dari hati yang bersih dan ikhlas maka tidak akan membuahkan hasil yang bersih juga. Jika hanya pikiran yang menjadi landasan teori pembicaraan maka cenderung menimbulkan perselisihan dan pertikaian. Nabi Muhammad SAW juga pernah bersabda, "Tidak akan lurus keimanan seorang hamba, sehingga lurus pula hatinya, dan tiada akan lurus hatinya, sehingga lurus pula lidahnya. Dan seorang hamba tidak akan memasuki syurga, selagi tetangganya belum aman dari kejahatannya." 

Yahya bin Mu'adz pernah mengatakan dalam kitab tafsir Ibnu Katsir "Hati itu laksana periuk, dan lisan adalah alat ciduknya. Maka lihatlah seseorang jika sedang berbicara. Pada saat berbicara seperti sedang menciduki apa-apa yang terdapat di dalam hatinya. Dia bisa manis atau kecut, bisa tawar atau asin. Maka pembicaraan itu mencerminkan isi hati dia"

Keadaan seperti di atas ini bisa terjadi dalam forum diskusi atau rapat. Karena didalamnya sering terjadi perdebatan yang panjang demi mempertahankan pendapatnya sendiri. Ini sesuatu yang wajar-wajar saja sebenarnya. Yang terpenting adalah dalam diskusi ataupun rapat, jika kita benar-benar salah secara aturan kita harus menyadari bahwa kita salah. Jangan ngotot dengan kesalahan. Sehingga tidak sampai menimbulkan perselisihan dan pertikaian yang bisa menumpahkan darah. Rasanya sulit jika dalam suasana panas dan mencekam.

Imam Ghazali tokoh tasawuf terkenal pernah berkata " Didalam perdebatan dan perlawanan yang condong membuat orang merasa nggaya dengan retorikanya. Maka bisa dipastikan didalam pembicaraan itu ada sebuah kebencian dan pembodohan dan kotoran sehingga didalam pembicaraan itu timbul pembelaan diri, merasa suci dengan bertambahnya kepintaran dan ilmu. Naudzulbillah.

Saya sebenarnya pengin sekali ngomong dan berbicara yang ilmiah layaknya pak Mahfud MD. Mungkin seperti pak Mahfud MD lah yang pantas disebut nggaya, karena terlihat betul bagaimana beliau ngomong sehingga respon dan reaksi masyarakat itu nyata, benar-benar merasakan baiknya pembicaraan beliau.

Terakhir, ngomong di forum diskusi aja sudah nggayanya minta ampun kayak sudah jadi pahlawan... cobalah sekali-kali ngomong di ILC atau di Mata Najwa mungkin akan lebih nggaya.....dan menarik. Hitung-hitung terkenal lah. Lihat saja abu janda dulu wah......setingkat abu janda aja sudah Pernah tampil di ILC loh ya masak kamu nggak. Biar lebih nggaya loh maksudnya.

Wallahu a'lam bisshowab



Santri Mahasiswa Al-hikam Malang
Read More

Kamis, Maret 22, 2018

Mimbar Demokrasi Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Malang

Mimbar Demokrasi Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Malang


Foto: al-hikam.id

Atorcator.Com - Bertepatan dengan tahun politik ini, pesantren mahasiswa Al-hikam Malang sedang menggelar pesta demokrasi yang disebut dengan RTO (Rapat Tahunan Ospam) mulai Kamis tanggal 22-24 Maret 2018, tidak kalah menarik dengan pesta demokrasi nasional yang meliputi politik praktis dengan para elite politik. Ospam (Organisasi santri pesantren Al-Hikam Malang) merupakan lembaga tertinggi di pesantren ini. Sedangkan RTO (Rapat tahunan Ospam) merupakan forum musyawarah tertinggi santri pesantren mahasiswa Al-hikam Malang. Rapat ini bertujuan mendemisioner pengurus Ospam lama dengan mengangkat secara demokratis tim formatur Ospam baru.

Bagaimana hubungan antara pesantren dengan sistem demokrasi, apakah bertolak belakang ataukah masing-masing komponen dapat bersinergi membentuk kolaborasi yang apik. Ternyata demokrasi hidup dalam bilik-bilik pesantren. Demokrasi sebagai sistem yang paling banyak digunakan saat ini bukanlah hal yang asing bagi pesantren, karena nabi Muhammad pun telah mempraktekkannya. Sehingga pesantren pun mengambil nilai-nilai dari demokrasi dalam segala lini.

Dalam mimbar Demokrasi Pesantren kali ini, santri diberi kebebasan dalam menyuarakan aspirasi, layaknya negara demokrasi. Menyampaikan gagasan, ide-ide dan  kritik yang konstruktif dalam meninjau dan menetapkan AD dan ART, menetapkan garis-garis besar program kerja ospam, dan memilih tim formatur Ospam baru. Dalam kebebasan ini tentu kita tetap berpacu pada pendapat Caknun bahwa "kebebasannya itu adalah kemkampuan dalam memahami batasan"

Menurut saya, ini merupakan suasana baru dalam hidup ketika saya di pesantren, sehingga saya sadar betul akan pentingnya demokrasi. Walaupun saya tidak begitu paham secara konkret sistem dalam mimbar demokrasi pesantren mahasiswa Al-hikam Malang ini, saya sangat apresiatif sekali pesantren masih tetap mampu mengimplementasikan nilai-nilai keislaman dalam bentuk demokrasi.

Di era demokrasi seperti ini persatuan menjadi pilar penting dalam kehidupan santri di pesantren. Bersatu kita teguh bertikai kita berantakan, ini merupakan jargon penting yang perlu kita internalisasikan. Tak jarang kita temui dalam kehidupan ini bahwa perbedaan menjadi pemicu munculnya perseteruan. Padahal perbedaan hakikatnya merupakan sebuah kekuatan dan merupakan nafas demokrasi kita.

Yang menuntut kita pada persembunyian dibalik bilik kehancuran. Saatnya kita teduhkan dengan setakar kopi dengan gula yang pas agar tak terlalu pahit dan segelas teh panas hingga menunggu hangat agar semua yang tejadi menjadi seimbang dan pas takaranya.

Mimbar demokrasi pesantren mahasiswa Al-hikam ini berharap akan memberikan kesan baik, mendidik, membangun karakter pemimpin yang yang berkualitas dari sisi moral, mampu mengemban amanah sebagai titipan, mensejahterakan santri dalam semangat belajar berjuang dan mengabdi. Karena masa depan Indonesia ada ditangan anak muda khususnya santri mahasiswa. Maka kehidupan pesantren ini merupakan cerminan seseorang untuk memimpin wilayah yang lebih luas kedepannya. Tidak hanya sebagai ajang kompetisi kemenangan semata.

Mungkin tidak seheboh dunia perpolitikan nasional, politik di pesantren ini hanya terbatas oleh santri yang aktif. Tidak ada hal yang perlu dipermasalahkan apalagi sampai sekelas isu SARA (namanya juga pesantren bro). Mungkin hanya dari perspektif yang berbeda atau sudut pandang yang berbeda sehingga menjadi apologi yang sulit untuk di petahkan karena menyangkut sikap fanatisme.

Hal yang penting untuk digaris bawahi adalah elektabilitas santri dalam menjabat sebagai presiden Ospam, tentu dalam pemilihan ini berdasarkan suara terbanyak. Dan yang tidak kalah penting juga adalah kemampuan marekonsiliasi perbedaan yang sering muncul ditengah kepemimpinannya.

Ayo bersuara sesuai dengan hati nurani kita. Jangan mudah terpengaruh dengan haluan-haluan yang dirasa kurang baik di sanubari kita. Jangan golput (golongan putih) sebab golput itu misterius dan menakutkan. Golput bukan solusi terbaik dan cocok untuk lari dari pemilihan. Masih banyak manusia yang memiliki jiwa kepemimpinan yang baik dan berkualitas.

Demokratis atau ‘’tidak demokratis’’ menurut sawitri andika wati tidaklah terlalu penting, tetapi yang terutama adalah apakah rakyat dan negara itu berada di bawah naungan kebenaran. Kebenaran disini diukur apakah sesuatu yang berkaitan dengan rakyat sudah sesuai dengan garis-garis yang telah ditentukan Allah SWT ataukah tidak?

Wallahu a'lam bisshowab


Read More

Rabu, Maret 21, 2018

Filosofi Gorengan Bagi Santri

Filosofi Gorengan Bagi Santri





Atorcator.Com - Gorengan adalah primadona bagi santri. Apalagi santri yang belum dapat kiriman, berharap ada gorengan gratis untuk mengobati rasa galau dan ketidakberdayaan. Dimana ada makanan gratis disitulah santri berburu dan menemukan titik kejayaan. Tak terkecuali pada santri jaman now atau jaman old, santri mahasiswa maupun santri salaf.

Komposisi gorengan tidak semahal komposisi piza yang berasal dari italia berbentuk bundar, terbuat dari terigu, dan bumbu dengan keju, tomat, saus, dan sebagainya di atasnya. Sedangkan gorengan hanya terbuat dari tepung, ubi, tempe, tahu, molen yang bisa dibeli dengan harga murah dan terjangkau. Ini lah kenapa gorengan menjadi penopang hidup santri di pesantren ketika memasuki tanggal tua. Disamping memang harganya relatif murah dan cocok untuk kalangan menengah serta butuh fast food karena lapar

Saya mengangkat topik ini bukan berarti gak punya topik lain.....(ngaku aja lah mas gak usah bikin alasan), hehehehe. Tapi ini menarik untuk saya bahas berdasarkan pengalaman di pesantren yang memang tidak bisa lepas dari gorengan dan gorengan terus dan terus gorengan.

Kalau kita mencari gorengan di cafe dan restoran-restoran yang berbintang dan elite gak bakalan ketemu. Cobalah cari di warung dan  angkringan pasti disanalah sentralnya. Dengan penjual yang sederhana tak berseragam dan ber-make up yang biasa disebut emak-emak dan ibu-ibu. Tempat jualan yang cukup sederhana, tidak perlu ada cctv-nya dan alat digital lainnya. Dan tidak terbatas pada lokasi, dimana-mana gorengan itu ada, disekolah, masjid, gereja, universitas, pesantren dan lorong-lorong  bahkan tempat rekreasi.

Tidak bisa saya bayangkan, seandainya pemerintah melabeli gorengan dengan sertifikat halal dengan kemasan yang praktis yang marketingnya bisa tembus Eropa dan afrika, Subhanallah. Sebagai komoditas yang saya bisa katakana pro-kebinekaan, kesuksesan gorengan tidak hanya terletak pada gorengan itu sendiri, tapi juga andil dari para penjualnya.

Santri itu identik dengan sarungan dan kopiahan yang tidak bisa lepas dari kehidupan sehari-harinya dan gorengan menjadi sarapan paginya. Hari Jumat atau malem Jumat biasanya Jumat legi sarung dan kopiah sering mendapatkan suasana yang berbeda, undangan untuk ngaji dan tawasulan. Karena kewibawaannya kadang membuat pengundang merasa sungkan untuk memberikan makanan yang nampak sederhana, biasanya lalapan, soto, rawon, rames. Dan makanan ini jelas makanan yang begitu istimewa buat santri, rasa syukur pun berbeda tidak seperti biasanya. Imam atho' assakandari pernah mengatakan dalam kitab Al-hikam " kalau kamu sudah lama gak makan makanan enak, maka segeralah makan karena disitu ada nikmat yang berbeda dan rasa syukur yang mendalam". Bayangkan tiap harinya saya dulu makan dengan lauk pepaya dibumbui bawang putih saja sudah begitu nikmat.

Namun hal ini berbalik dari biasanya, santri yang sering dilihat nongkrong di warung tempat gorengan. Rupanya tuan rumah melihatnya makanan favorit santri ternyata gorengan. Rupanya makanan enak dan istimewa tidak lagi memihak kita. Nasib.......................... dirundung pilu..........

Santri belajar cukup dengan gorengan saja tidak perlu makanan sejenis Chinese food. Kamu gak bakalan kuat bukan gak kuat beli tapi gak kuat nyari lagian kamu dibatasi jarak dan waktu, sekitar pondok gak ada yang jual sejenis makanan Chinese food lho guyssss.

Baru tau dan sadar bahwa gorengan memiliki citarasa yang tinggi masakan yang lezat dan bergizi, jangan dustakan gorengan, jangan kau dzolimi gorengan karena kau masih suka itu, jangan kau laknat gorengan karena dia gak salah yang salah itu dirimu dan alat perasamu.

Stop jangan kau bully gorengan karena ada santri yang gak terima dan siap melawan kejahatan terhadap gorengan.

Hidup gorengan
Hidup gorengan
Hidup gorengan
Hidup gorengan
Read More

Selasa, Maret 20, 2018

Pengemis Profesi dan Pengemis Hakiki

Pengemis Profesi dan Pengemis Hakiki

Foto ilustrasi 

Atorcator.Com - Bicara soal pengemis, tentu tidak asing lagi didengar. Belakangan ini beredar sebuah video Sorang pengemis yang melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an di Care free Day dengan suara yang sangat merdu, seorang paruh baya memakai baju hitam celana putih panjang dan kopiah hitam. Di hadapan pengemis itu terdapat kaleng untuk menampung uang pemberian Waga.
(https://www.instagram.com/p/BgiBBgiB.wZ/?r=wa1)

Terjadi perdebatan diantara nitizen, sebaiknya bapak membuka les ngaji saja daripada ngamen menggunakan cara-cara seperti itu. Di lihat dari sisi tasawuf, Imam ghazali mengatakan bahwa "barang siapa yang menjual akhirat dengan dunia maka akadnya tidak sah dan dagangannya rugi" kalau melihat secara tekstual redaksi imam Ghazali ini, seakan-akan kita dilarang mengambil gaji dari hasil mengajar ilmu agama seperti dosen dan guru ngaji, apalagi sekarang tunjangan fungsional semakin banyak dan besar. Tetapi faktanya tidak ada larangan dalam hal itu, karena dibalik itu semua masih banyak unsur-unsur lain yang lebih urgen. Imam Ghazali mengajarkan kita untuk lebih hati-hati dalam urusan dunia, jangan sampai melakukan amal akhirat dengan tujuan mendapatkan dunia. Artinya jika bapak itu buka les hanya karena ingin mendapatkan uang maka itu rugi banget, walupun secara kasat mata nampaknya lebih terhormat.

Pengamen dengan cara yang seperti di video itu sebaiknya kita tinjau dan survei dari sisi ekonominya saja. Sebab kalau kita harus meng-klaim dia seorang penjual akhirat dengan agama tentu kita tidak tau pasti karena itu urusan hati. Apalagi bapak itu tidak memasang tarif, dan tidak memaksa. Mengemis memang perbuatan tercela, tetapi bukan berarti kita harus apatis dengan pengemis.

Kenapa harus di survei bukannya dia memang tidak mampu dan harus kita bantu? Tunggu dulu, pengemis seperti apa yang harus kita bantu menurut Rasullullah. Pertama, orang yang menanggung hutang orang lain sampai dia melunasinya, kemudian berhenti. Kedua, orang yang ditimpa musibah ,hartanya ludes, sampai dia mendapatkan sandaran hidup. Ketiga, orang yang ditimpa kesengsaraan hidup dengan adanya saksi tiga orang bahwa dia benar-benar sengsara, maka boleh meminta-minta sampai dia mendapatkan sandaran hidup.

Bisakah kita membedakan dari ketiga orang tersebut dalam setiap harinya, tentu akan sulit. Bagaimana jika kita salah memberi. Bisakah kita bertanggung jawab kelak padahal masih banyak orang yang membutuhkan di sekeliling kita. Nah ini nanti yang akan membedakan pengemis profesi dan pengemis hakiki. Jika pengemis itu terus meminta dan bolak-balik bahkan dibuat sandaran hidup, maka jelas itu dilarang. Tetapi jika pengemis itu hanya sekedar menutupi kebutuhan hidupnya yang keteteran, maka itu perlu dan wajib kita bantu. Maka dari itu kita harus benar-benar jeli dalam menyikapi hal seperti ini.

Di setiap perjalanan, saya sering berjumpa seorang pengemis ataupun pengamen. Disitu kadang saya merasa iba dan kadang merasa  jengkel. Bagaimana tidak jengkel, pada suatu hari saya mau ngambil uang di salah satu ATM terdekat, disitu saya ngantri berjam-jam karena setahu saya hanya ATM itulah yang bisa ngambil uang 50.000, iya terpaksa saya harus ngantri berjam-jam demi menghidupi diri. Disela-sela antrian ada seorang pengemis datang ke saya dengan membawa amplop. Karena saya belom punya uang sama sekali untuk dikasih, maka saya tolak amplop itu dengan permintaan maaf terlebih dahulu, tapi apa yang terjadi. Dia malah-malah ngomel-ngomel gak jelas dan kelihatan marah. Dia seakan-akan memaksa saya untuk memberi.

Saya hanya berkata dalam hati, semoga tuhan menenangkan hati pengemis itu. Dan tidak hanya saya yang menjadi bahan Omelan, para pengantri sebagian juga jadi korbannya.

Pada kesempatan lain, ada seorang pengemis datang ke rumah saya menadahkan tangan, dengan senang hati saya kasih makanan dan minuman namun dia gak mau, maunya uang. Langsung saya terlintas dalam hati, bahwa dia bukan lagi pengemis hakiki namun pengemis profesi. Ada upaya untuk mengeksploitasi kekayaan yang di hasilkan dari minta-minta. Dan ini jelas Rasulullah melarang, pernah suatu ketika Rasulullah ditanya seorang sahabat "siapakah orang yang kaya yang tidak boleh minta-minta wahai Rasul", Rasullullah menjawab "dia adalah orang yang cukup makan setiap hari dan malamnya".

Kita sering merengek sambil membayangkan gundukan materi dan kekayaan. Lalu ketika semua harapan itu belum juga terkabul, kita mengeluh dan ngambek........meski kesehatan, umur panjang, istri yang setia, anak-anak yang lucu dan menggemaskan, sahabat-sahabat yang menyenangkan hadir dalam kehidupan kita.
Read More

Senin, Maret 19, 2018

Resonansi Politik di Indonesia

Resonansi Politik di Indonesia


foto: mojok.co

Atorcator.Com - Secara kualitas dan kapasitas saya pribadi sebenarnya tidak kompeten dalam bidang politik apalagi politik praktis. Namun seiring dengan perubahan dan perkembangan yang terjadi, sudah saatnya santri melakukan reposisi serta mereaktualisasikan diri. Dan berperan aktif dalam berbagai segi kehidupan berbangsa dan bernegara. Sampai kapan kita harus bertahan dengan kepolosan dan kemurnian nurani, sementara nilai-nilai dan prilaku yang berseberangan dengan nilai agama dan keperibadian bangsa terus digembor-gemborkan? Sudah saatnya bangkit agar kita mampu bergerak dari gubuk menuju peradaban.

Tahun ini adalah tahun politik, pentasnya kaum politisi, pergelaran kompetisi dalam adu gagasan visi dan misi selama lima tahun kedepan, demi tegaknya demokrasi. Dalam demokrasi tidak ada yang semeriah dan sefenomenal pemilu baik itu pilkada maupun pilpres. Dan ini menunjukkan bahwa negara demokrasi menjunjung tegaknya politik yang cantik. Politik yang kompatibel akan memperkuat demokrasi. Sehingga apapun bentuknya jika hal itu mencenderai demokrasi maka otomatis akan di tolak karena sudah dianggap bertentangan dengan Pancasila, seperti khilafah dan lain-lain.

Atmosfer politik di Indonesia sejak zaman orde baru sering di hantui berbagai macam masalah, mulai dari kemelutnya partai politik hingga proses pencalonan dan proses kampanyenya. Dan ini tidak menutup kemungkinan tahun ini akan terjadi. Semoga tidak.

Demokrasi di tingkat apapun yang namanya pilkada pasti membutuhkan biaya (ongkos kendaraan politik) mulai dari biaya paling kecil sampai paling besar, biaya mahar politik, biaya kampanye baik di media elektronik maupun di media cetak, sampai biaya saksi tiap daerah. Dan ini terbukti adanya kasus la nyalla matalitti yang merebak ke permukaan terkait mahar politik. Walaupun hal ini, sempat menuai pro kontra, namun tidak bisa kita pungkiri bahwa politik itu memang mahal. Maka dengan demikian, tidak salah jika ketua umum partai gerindra, prabowo subianto pernah berorasi bahwa” siapapun yang mau maju bersama saya dalam kontestasi pilkada maka pertama kali yang saya tanyakan adalah “kamu punya uang berapa? Bukan kamu sudah pintar apa gak“ inti orasinya seperti itu.

Di kesempatan lain, sebelum penetapan calon kandidat gubernur jawa timur, azwar anas tiba-tiba mengembalikan mandat sebagai penugasan calon wakil gubernur disebabkan berbagai serangan yang tidak terhormat kepada dirinya. Ini merupakan salah satu indikasi bahwa politik kita masih belum berjalan di rel yang benar. Kampanye hitam marak sekali terjadi, isu-isu yang bernuansa agama terus di dengungkan, isu primodialisme dan sara terus menjadi alat kemenangan.

Kampanye politik saat ini sudah di mulai. Media promosi baliho, kupon kemenangan, dan stiker sampai senyuman manja yang tiba-tiba mempesona dari pasangan calon sudah mulai di tunjukkan dan disebarkan ke seluruh permukaan. Baik itu melalui media elektronik maupun media cetak, sampai rela menunggangi berbagai macam acara demi menarik simpati banyak orang, blusukan dan permohonan restu, dukungan dan doa kepada ulama dan kiai mulai diperagakan. Praktik kampanye tentu memiliki cara dan strategi masing-masing dari pasangan calon. Sudah biasa dimana-dimana calon pemimpin dalam proses kampanyenya akan memberikan kesan dan pesan yang terbaik, mulai dari keloyalan untuk di ajak selfi, foto bareng dan lain-lain. Semoga ini akan berlanjut ketika ia benar-benar menjadi pemimpin.

Kita sudah melihat dengan terang nyata bahwa polarisasi politik akan terjadi di tahun ini. Semenjak ditayangkannya acara Mata Najwa beberapa hari yang lalu dengan tema “gelanggang tinju jokowi” saya pribadi mengamati bahwa pihak oposisi sudah mulai gencar mengkritik pemerintah mengenai program kerjanya dan target pencapaianya. Dengan demikian, wajah pemilukada yang kian mendekat ini akan sangat berpengaruh terhadap pilpres tahun 2019, maka bisa dipastikan suksesnya pilkada tahun ini akan berpotensi mensukseskan pilpres tahun mendatang dengan cara melakukan beberapa konfigurasi konsolidasi dan koalisi dari beberapa partai politik praktis. Walaupun sampai saat ini deklarasi perlawanan terhadap petahana belum dimunculkan secara nyata. Munculnya sederet partai baru juga akan memberikan udara segar dalam pesta demokrasi dan peta politik kebangsaan.

Ada anekdot tentang Pemilu Kepala Daerah yang cukup rasional dan perlu menjadi perhatian masyarakat sebagai pemegang hak suara. Anekdot yang beredar di sosial media cukup menarik, judulnya Harga Diri dan Suara. “Jika anda bersedia dibayar Rp. 100.000,- untuk memilih calon Gubernur dan Wakilnya, maka ketahuilah: Rp. 100.000,- : 5 tahun = Rp. Rp. 20.000,-. 1 tahun (Rp. 20.000,-) : 12 bulan = Rp. 1.666.- dan Rp. 1.666,- : 30 hari = Rp. 55.5,-. Jadi harga diri dan harga suara anda = Rp. 55.5/ hari. Lebih murah dari harga sebuah permen karet. Jangan berharap negeri ini bebas korupsi kalau suara anda masih bisa dibeli”.

Di tahun politik ini yang tinggal beberapa bulan lagi, sebanyak 117 daerah yang akan menyelenggarakan pemilukada, tentu masyarakat berharap akan memiliki pemimpin yang baik, berkualitas. Dan semuanya ada di tangan masyarakat itu sendiri. Lihatlah calon pemimpin itu dari sisi moralitasnya bukan dari sisi popularitasnya. Hindari cara golput, gunakan hak pilih sesuai dengan hati nurani, dengan tidak mudah dipengaruhi suku, agama, budaya, dan etnis hindari sikap apatis, sebab pilihan itulah nanti yang akan menetukan kesejahteraan masyarkat
Read More

Minggu, Maret 18, 2018

Damai: Apa Susahnya Minta Maaf dan Memaafkan

Damai: Apa Susahnya Minta Maaf dan Memaafkan

Foto: merdeka.com


Atorcator.Com - Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-A’raf :199)

Selagi kita masih muda tentu masih banyak waktu untuk berbenah diri, menebar senyum dengan sesama manusia. Tidak perlu menunggu bulan Syawal untuk bisa saling maaf-maafan

Berdamai memang momentum yang paling sulit dan berat untuk dilakukan. Kita tidak tau kenapa "ego" dan "nafsu" begitu sulit di lepas dari urat leher. Kenapa rasa dendam begitu sulit dihapus dari benak kita, padahal agama kita sering dan dan selalu mewanti-wanti agar kita terus berdamai, ramah dan beradab dalam pergaulan sosial. Hampir tiap hari kita selalu dihadapkan dengan konflik-konflik sosial, tidak sepakat dengan pendapat orang lain, opini-opini orang lain, argumentasi orang lain, bahkan boleh jadi sikap dan perilaku orang lain.

Di beberapa kesempatan konflik semacam ini sering terjadi, bukan barang langka. Konflik biasanya muncul dari tidak adanya rasa saling menghormati dan menghargai. Sedangkan ketenangan hidup biasanya muncul dari rasa menghormati, menghargai setelah kita meminta maaf dan memaafkan. Kadang kita berpikir seperti ini "yang penting saya sudah minta maaf, entah dia mau memaafkan atau tidak, itu urusan dia" ini sudah bagus, dan berani untuk minta maaf tentu sudah gugur kewajibannya, namun ini masih separuh dari kata "Ishlah" karena orang yang dimintai maaf belum tentu memaafkan. Dengan demikian, hal ini belum bisa menciptakan suasana damai yang dicita-citakan.

Berdamai tidak lagi dalam praktek jaman kekanak-kanakan, dulu waktu kita kecil (umur 3-5 tahunan) ketika bertengkar dengan teman sesama kecilnya itu mudah untuk bisa akur lagi dengan di iming-imingi permin, kripik, dll. Bayangkan dulu, saya hampir tiap hari bertengkar dengan teman tetangga gara-gara saya sering hapal pelajaran (cie-cie-cie). Sedangkan dia sulit untuk hapal, dia marah dan ngambek ke saya, sampai-sampai berkelahi dibawah pohon bambu. Lho kok malah saya yang disalahin, ampun dech guyss, tidak lama kemudian saya parani ke rumahnya untuk main petak umpet dengan membawa permen karet dan saya bagi-bagi ke semuanya, keesokan harinya udah damai lagi, gampang kan. Namanya juga children old. Sedangkan konteks sekarang ini khususnya remaja jaman now, mungkinkan praktek seperti itu tidak bisa kita lakukan lagi, apa kata dunia.

Saling maaf-memaafkan itu memiliki makna tersendiri dan rahasia tersendiri. Dan kata maaf harus seharusnya dengan lisan tentu dengan berjabat tangan juga, tidak cukup dengan hati dan perasaan apalagi prasangka, pastikan bahwa dia memaafkan kita dengan simbolik berjabat tangan bagi budaya tertentu dan aturan tertentu. Sebab nanti kesannya akan berbeda dan akan dapat mempengaruhi pola hidup kita kedepannya. "Mendorong orang untuk melakukan jabat tangan yang merupakan kontak fisik positif adalah hal yang baik, terutama di era virtual seperti sekarang," kata Joe Rock, psikolog dari Cleveland Clinic.

Usaha untuk berdamai bukan hanya di perjuangkan oleh satu pihak, namun kedua belah belah pihak dan beberapa pihak yang lain yang berseteru. Hidup ini memang susah, tiap hari harus dihantui berbagai macam sentimen, sikap apatis, dan masa bodoh. Kita tidak akan bisa keluar dari dunia semacam ini. Jika diantara ruang hati kita sudah  diliputi rasa marah, disitu pula kata maaf sering tertutup rapat, malahan kadang meminta maaf diartikan sesuatu yang absurd, "ih gengsi dong, masak harus aku yang minta maaf kan dia yang salah". Saling mengakui kesalahan memang berat lebih berat dari film "dilan 1991".

Kita ini sudah kehilangan daya gugah kemanusiaan yang paling substansial, yakni kesadaran bahwa kesalahan yang dimiliki orang lain boleh jadi besok akan menjadi milik kita. Dunia ini tidak ada yang tidak mungkin. Lantas kenapa kita harus egois dan apatis. Bukankah hal itu akan mempersulit diri kita sendiri, dan terombang-ambing dalam situasi terkekang. Kesana gak enak, kesini gak enak. Terus kita mau kemana.

Masalah kecil kadang terlalu berharap untuk dibesar-besarkan, ini bukan lagi konflik biasa tapi lebih ke konflik batin. Jika sudah konflik batin maka dalam menciptakan suasana damai diperlukan adanya pendekatan yang bersifat mistik.

Tuhan itu maha pemaaf, masak kita nggak, seberapa banyak kesalahan kita pada Tuhan pintu maaf selalu terbuka lebar (bukan berarti saya nyuruh berbuat dosa lho ya).  Allah selalu mengajarkan kita untuk saling bermaaf-maafan agar suasana damai dapat tercipta, rasa persaudaraan dapat terasa dan rasa toleransi kita akan semakin nyata.

Orang yang tidak ingin minta maaf dan memaafkan berarti dia tidak percaya akan kebaikan Tuhan. Jadi, segeralah minta maaf dan memaafkan, apa susahnya sih. Hehehehe

Semoga kita selalu diberi kekuatan untuk saling berdamai dengan saling maaf-memaafkan

Rasulullah bersabda: “Tidaklah Allah memberi tambahan kepada seseorang hamba yang suka memberi maaf melainkan kemuliaan.” (HR. Muslim)

Rasulullah bersabda: “Tidak halal bagi seorang mukmin untuk tak bersapaan dengan saudaranya (sesama muslim) lebih dari tiga hari.” (HR. Muslim)


Wallahu a'lam bisshowab


Read More

Sabtu, Maret 17, 2018

Santri Jukir: Refleksi Haul Pertama Dr. KH. Ahmad Hasyim Muzadi

Santri Jukir: Refleksi Haul Pertama Dr. KH. Ahmad Hasyim Muzadi

Foto: lokasi parkir

Atorcator.Com - Hujan tak dapat mengganggu keceriaan dan kebahagiaan kami untuk tetap memburu berkah di bumi pesantren. Dengan mengumpulkan segenap keberanian dan keikhlasan, kami tetap membelah laut di bawah sinar matahari yang timbul tenggelam di balik kepungan rintik hujan yang siap menghujam bumi. Panas yang lembut terasa di kulit tidak menyengat seperti tadi kami datang. Ibarat panasnya brightgas yang panasnya menyebar namun tidak membakar.

Tak peduli, begitu terhormatkah santri tukang parkir. Menjaga amanah yang dititipkan, tentu bukan hal yang mudah dilakukan, terlalu hina secara kasat mata. Jika dihitung secara nominal mungkin akan jauh dari harapan. Ada beberapa pertimbangan dan motivasi yang mendorong kita memilih jalan hidup sebagai seorang pengabdi. Meneruskan tradisi orang tua merupakan salah satunya. Dari segi batiniah, alasan menjadi seorang pengabdi adalah pandangan dan prinsip bahwa menjadi pengabdi dapat membuat hati tenang dan dapat mengendalikan hawa nafsu keduniawian.

Santri bukan lagi sekedar menjadi pelajar yang sungguh-sungguh, tapi lebih dari itu harus jadi pejuang yang tangguh. Melihat sejarah santri memiliki banyak peran dalam mempertahankan kemerdekaan di bumi Pertiwi ini. Santri bukan hanya soal ilmu dan akhlak, melihat tuntutan zaman yang semakin maju dan berkembang, santri harus mampu bersaing dalam percaturan global, mampu mengimbangi urusan dunia dan akhirat. Memburu berkah di bumi pesantren adalah merupakan bentuk refleksi dari perjuangan santri seperti menjaga parkir demi keamanan dan menjaga amanah sebagai titipan. Dan ini salah satu pengabdian untuk bisa bermanfaat kepada orang lain. Ingat dauh Abah Hasyim Muzadi " Tuhan sering kali memberesi masalah kita disaat kita sibuk memberesi masalah orang lain" dan bukan soal mengubah pintar jadi cerdas, miskin menjadi kaya, tapi juga soal mengurus dan menjaga amanah dan titipan orang lain.

Memang menjaga parkir hal sepele, dan mudah diremehkan. Jangan bandingkan dengan mereka yang memiliki tugas sebagai protokol dan penerima tamu, atau tugas sambutan-sambutan, mungkin jauh lebih terhormat dari sisi tempat dan penampilan. Penampilan memang terkadang menjadi sesuatu yang dipersoalkan dalam pergaulan sosial kita. Maklum, masyarakat kita suka sekali dengan hal-hal yang sebenarnya tidak terlalu substantif.

Sebenarnya tukang parkir itu kaya, bayangkan setiap harinya dia sering ganti-ganti mobil, Alphard Vellfire, Mercedes Benz, Avanza Xenia Li deluxe dll. Tapi dia santai gak sombong dan gak pamer (namanya juga punya orang), berangkat dari ini semua, pelajaran yang bisa kita ambil adalha bahwa semua kehidupan di dunia ini adalah titipan yang harus kita jaga dan rawat dengan baik.

Coba dech fikir-fikir, di luar sana, seandainya motor anda hilang dikarenakan takut membayar uang parkir, berapa besar uang yang sudah anda hilangkan dibanding bayar uang parkir yang hanya Rp 3000 maksimal. Sedangkan di pesantren menjaga parkir bukan soal materi tapi lebih menjaga amanah sebagai titipan, sedangkan menjaga amanah ini tidak semudah menjaga ayam dalam korong.  walupun infaq kadang ditawarkan dan itu bukan paksaan yang harus dan wajib dibayar.

Semoga kita semua diberi kekuatan dalam berbuat baik kepada sesama manusia.

خير الناس انفعهم للناس
Sebaik-baik manusia adalah makhluk yang paling bermanfaat bagi umat manusia lainnya.



Read More